Kamis, 28 Juli 2011

Kawat Tipis

Kalo kata saya, hidup itu ibarat kawat tipis...

Pernah ga kamu ngebengkokin kawat tipis, dengan memuntirnya, atau menekuknya - dan lihat hasil bengkokannya? Jadi tidak lurus, berbentuk agak patah-patah, dan walau coba diluruskan lagi kawatnya tetap saja sudah tidak berbentuk lurus sempurna, selalu saja ada bekas lekukan-lekukan, ga kaya kalau kita beli di toko buku.

Di kehidupan selalu ada persimpangan-persimpangan penting dimana kita harus memilih, A, B, atau C... dan lain-lain. Misal saja, memutuskan menikah dengan siapa, mengambil universitas apa, memilih marah atau diam saat berkonflik dengan teman, berhenti bekerja atau tetap stay dengan kondisi yang buruk di kantor. Itulah bengkokan-bengkokan, simpangan-simpangan dalam hidup kita.

Hidup memang seperti kawat. Jalan kita tidak lurus, dan memilih alternatif itu seperti membengkokkan kawat. Kadang kita tidak puas (atau puas) melihat kemana arah kita menuju, tapi yang jelas tidak ada hidup yang lurus karena selalu ada belokan dimana-mana - dibuat oleh kita sendiri dengan "hak bebas" kita untuk memilih, atau karena keadaan memaksa kita - dimana "hak bebas" kita tidak terlalu penting lagi.

Meluruskan dengan paksa sebuah kawat yang berbengkok-bengkok bisa mengakibatkan kawat tersebut patah. Mungkin yang bisa kita lakukan hanyalah membentuknya menjadi bunga-bungaan, menjadi bentuk-bentuk lain yang menarik, kincir angin, mobil, ikan...

Yah begitulah... lebih baik menjadi ikan daripada berusaha jadi lurus tapi ga karuan.

Kamis, 14 Juli 2011

Bohlam Phillip

Apa iya sebagian manusia sudah dikondisikan suram secara otomatis?

Ini pertanyaan benar, dan sesadar-sadarnya, sebelum saya pergi ke India minggu depan, dengan menggunakan uang saku yang kalau bisa tidak keluar lebih dari 3 juta untuk 2 minggu.

Kalau saya melihat sekeliling saya, banyak sekali manusia yang sudah merasa mentok hidupnya. Mau berprestasi tidak bisa, mau jadi orangtua yang baik tidak bisa, mau menjadi anak yang baik tidak bisa, mau kaya tidak bisa, mau jadi teman yang baik tidak bisa, mau makan enak tidak bisa. Dan bukan karena orangnya tidak mau, namun kalau dilihat halangannya rada banyak coy, kalau tidak bisa dibilang sejublek, sehingga probabilitas dia OK kecil atau sangat kecil.

Nah kita ngomong lagi deh soal "kehendak bebas" yang dulu, yang tidak begitu saya akui prinsipnya (karena kebetulan biasanya selalu dicetuskan oleh yang sudah tercerahkan, yang mapan, bonafid, positif).

Kebetulan saya dilahirkan dengan gen yang berhubungan dengan sifat keingintahuan, penasaran, rela berkorban, agak heroik, agak kejam, agak pinter, cina, suka menolong yang besar. Lah iya, kalo engga saya tidak akan berangkat ke India untuk jadi fakir . Mungkin kalo gen nya lain saya dari awal aja sudah ogah mikir jalan-jalan sengsara ke India, kaga ada rencana, kena diare, nginjek tai sapi. Paling saya karena dilahirkan tenang, berwibawa, pinter, ga ngambil resiko, saya saat ini sedang duduk di kantor menyelesaikan laporan akuntansi.

Itu kalau nasib saya baik. Kalau tidak baik saya akan jadi pegawai kantor pos, gaji 1 juta 200 ribu, tinggal di gang sempit, punya istri 1, anak 2 - menunggu anak ketiga, makan malam dengan indomie hari ini, istri tidak kerja dan ada hutang di bank 2 juta buat masukin anak ke sekolah.

Lalu bisa jadi kalau sifat agresifnya nempel ma saya, maka saya lagi frustasi sekarang, sudah 10 tahun ga naik jabatan, tahun lalu gaji naik 50 ribu. Sudah kursus Inggris di LIA (yang notabene ngabisin gaji saya dan sampai ngutang ke saudara) tapi pas buat ngelamar kemana-mana tetep ga laku soalnya saya kalah saingan. Kalo sifat rendah diri yang nempel ma saya (cuma tetap agresif) maka saat ini saya lagi merencanakan pembunuhan terhadap si bos yang suka perlakuin saya kaya sampah, nyuruh-nyuruh en membentak-bentak (tapi rencananya cuma disimpen di hati sampai lupa aja walau mendongkol tiap hari).

Lalu memang sial ya... ada memang keadaan yang buat berubah itu sulitnya minta ampun - walau bisa aja orang bilang "wah elo kan walau keadaan gitu ada kesempatan bro?" nah itu orang kebetulan melihat keadaan kita dengan gen yang nempel di badan dia.

Yah namanya juga dunia yang kata Anthony de Mello (sang tercerahkan) - sempurna apa adanya dengan segala ketidaksempurnaan di dalamnya. Terus terang (terang terus, sambung lampu Phillip) saya sih masih mencari wahai guru yang tercerahkan, kebetulan saya ada modal gen nekat sedikit jadi bisa dipakai untuk mengelana di dunia yang sering suram ini.

Anyway saya janjilah, kalau saya tercerahkan saya akan bantu manusia lain agar tercerahkan (btw kalau semua orang di dunia tercerahkan, so gimana keadaanya nanti ya - punah juga kali ni umat manusia?).

Catatan editan: saya ga jadi ke India neh ternyata... huhuhuhu...

Sabtu, 18 Juni 2011

Tidak Nol

Pertanyaan inti saya hari ini adalah kenapa saya hidup.

Saya hari ini tidak bertanya kenapa air yang tersusun dari molekul hidrogen (mudah terbakar) dan oksigen (diperlukan dalam pembakaran) begitu bergabung jadi air (H2O) kok malah jadi mematikan api?

Saya sering berpikir kenapa sih saya hidup, dan atau mengapa di alam semesta ini tidak kosong melompong saja (tidak ada apapun hanya kosong - tidak ada planet, kucing, pemikiran, masa lalu dan masa depan). Jadi benar-benar kosong, juga tidak ada saya yang sedang berpikir ini.
 
Sehubung saya bukan orang yang agamais sekali, maka saya juga agak ragu dengan dogma bahwa hidup adalah untuk dipersembahkan kepada tuhan. Ini sepertinya bukan jawaban yang benar menurut saya. Agak mengganggu pernyataan ini karena kalau tuhan mahakuasa bukankah berati sudah tidak perlu apa-apa lagi?

Kenapa tidak kosong melompong saja ya... tidak ada dimensi, tidak ada waktu, tidak ada saya, tidak ada kamu, tidak ada monitor komputer di depan saya, tidak ada bunyi kipas angin di sana.

Berdasarkan hukum tidak dan ya (probabilitas jawaban atas segala sesuatu)... atau wait, saya jelaskan dulu ya, ini matematika:
Misal kita ambil sembarang bilangan, lalu ambil sembarang bilangan lagi, maka kemungkinan yang terjadi adalah
- 2 x 3 = 6 (ada), 3 x 4 = 12 (ada)
- 2 x 0 = 0 (tidak ada).
Maka seharusnya kemungkinan kedua dimana semua angka bertemu dengan pengali 0 dan kemudian menjadi 0 adalah pasti (segala sesuatu pada akhirnya adalah tidak ada /berakhir).

So kenapa saya masih ada ya? :) Saya juga jadi mikir tentang bilangan nol ini neh... misterius sekali ya? Ada atau tidak sih bilangan nol ini di alam semesta sebenarnya?

Atau bilangan nol ini sebenarnya sudah disembunyikan oleh Tuhan ya sehingga kita ini ada?

Senin, 13 Juni 2011

Si DAAI TV

Kalau awal saya males nonton DAAI TV. Kalau sekarang juga masih, cuma dah rada mendingan.

Sebab saya malas nonton DAAI TV adalah karena sinetron-sinetronnya kaya drama TVRI jaman dulu – cuma aja kalo di DAAI kualitas sinematografinya dah agak lumayan. Kalo TVRI jadul abis kayanya (maybe siaran tahun 90 yang didaur ulang).

Di DAAI, Master Cheng Yen (dugaan saya yang pasti benar: tokoh Budha Tzu Chi yang membuat banyak pembaharuan via media) sering muncul, ngasih petuah di jeda-jeda yang biasanya diisi iklan waffer atau rokok kalau di saluran TV lain. Seringnya saya tidak memperhatikan instruksi dan doktrin Master Cheng Yen soalnya saya kurang suka dikuliahi dan diberitahu tanpa mengalami proses pembelajarannya.

Kenapa saya tidak suka menonton drama-drama kehidupan di DAAI TV agak terkurangi tadi siang. Secara kebetulan di saluran lain acara tidak ada yang bagus. Kalau tidak berita kaburnya Mr Nazarudin bendahara Partai Demokrat ke Singapura karena penyakit cacingan akut, yang ada adalah film kartun baru yang saya tidak suka.

Drama atau sinetronnya tidak menarik karena tidak bombastis, seperti Rambo yang membantai orang-orang Vietnam dengan senapan mesin (btw saya pernah mengunjungi War Remnant Museum di Saigon dan persepsi pembantaian ini berubah 140° setelah saya berkeliling museum itu. Saya jadi agak benci ma Rambo2an jadinya) ;  atau film ngebut-ngebutan ala Fast and Furious dengan mobil yang biasanya saya desain lewat game PC. Sinetron DAAI termasuk kategori lebai karena pakaian para pemainnya sama seperti yang saya kenakan sehari-hari.

Lokasi toko tempat shootingnya menyedihkan – sama seperti toko teman saya yang gudangnya gelap dan sesak, lantai semen ala Pasar Anyar dan penerangan lampu kuning 5-25 watt yang ga hemat energi. Rumah, apartemennya sesak dan sempit seperti yang saya jumpai di ruko daerah Glodog.

Saya yakin sebagian besar pemirsa berperasaan sama dengan saya, prihatin dengan Stasiun TV yang satu ini. Sebagian kecil sekaligus bangga. Lah kenapa bangga ya?

Iya Bung, disela-sela keprihatinan ini terbentuk juga rasa bangga, dan rasa bangga itu rasanya membesar tatkala saya tidak sengaja menonton sinetronnya secara kepepet dan terpaksa. Dan membuat saya berjanji akan menonton lagi.

Yang diceritakan yang membuat saya berjanji akan menonton lagi adalah cerita mengenai sebuah keluarga, pemilik toko onderdil mobil (mana ada sinetron Indonesia yang tokoh utamanya penjual kanvas rem dan oli mesin?). Nah ceritanya juga berkisar tentang si suami yang suka hiking, dan di lain pihak gara-gara suka negosiasi bisnis atau kongkow bersama temannya jadi ikutan mabuk. Istrinya yang lurus, penjaga toko onderdil suka marah kalau suaminya pulang pagi. Cuma marahnya juga intelek ya... boro-boro kaya akting Minati Atmanegara yang matanya mendelik sambil bibirnya yang pake gincu merah nyinyir – plus bedak muka tebal di sinetron Punjabi Brother...

Real amat ceritanya? Wah wah wah... sebagai penganut dunia ke LSM an cerita begini nyata benar terjadi di kehidupan. Saya merasa agak tersentuh merasa diperlihatkan dunia real. Tidak ada hitam dan putih – yang ada adalah gradasi abu-abu: lebih gelap atau lebih terang.

Stop cerita detail si penjual kanvas rem. Intinya yang ingin saya katakan adalah sebaiknya di hati kita tetap sisipkan sebuah celah kecil yang tetap siap menerima sebuah harapan dan semangat untuk berjuang. Mimpi dan cinta. Tetap sisipkan celah untuk sebuah kerinduan menjadi lebih baik. Buktinya saya: di saat yang tepat karena kehabisan tontonan akhirnya saya tercerahkan oleh kegigihan DAAI menyajikan drama-drama "ga bermutu" nya (menurut versi Hollywood dikategorikan ga mutu, kalo menurut saya yang tercerahkan justru masuk kategori bermutu).

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada DAAI TV. Dengan ceritanya yang lebay dan alay saya agak-agak lebih baik dan terang isi kepala dan hatinya.

Sebal hati saya, akibat salah satu penyumbang DAAI TV adalah PT Kawan Lama (tempat saya bekerja dulu dan dipecat dengan tidak adil) agak terobati. Seperti yang diceritakan di sinetron DAAI, tidak ada hitam atau putih. Yang ada adalah gradasi abu-abu. Begitulah hidup.

Jumat, 03 Juni 2011

Gembala Yak

"Kehidupan adalah yang berlalu saat kita sibuk memikirkan segala rencana"

Gitu kata Mr John Lennon... Kalimat bijaksana maybe keluar dari pikirannya saat lagi duduk di pinggir jalan ngisep ganja (soalnya waktu itu kan Jaman Generasi Bunga).

Well, saya bukan penggemar sangat2 berat John Lennon, tapi kalimat bijaksananya sering mengendap di kepala saya pada dua kutub ekstrem: saat happy and feel fly like a bird - misal sedang istirahat saat sedang trekking sambil minum aer teh, terengah-engah di bukit, atau saat sedang stuck en desperate, menderita: diomelin pacar, nyokap, ilang kerjaan, kerja sangat berat dan monoton, bosan mengerjakan pekerjaan rutin dsb.

Wahai teman-teman, mungkin teman-teman heran mendengar cita2 saya. : JADI GEMBALA YAK DI TIBET , sambil jualan di warung kopi. Ya betul, cita2 saya saat ini adalah menjadi gembala yak, yang juga nyambi jualan kopi di warung (diurus ma bini saya nanti, si lizbeth).

Sebenarnya cita2 saya ini keren dan masuk akal dan bukan hal sepele. Teman-teman boleh senyum, dan sebagai keadilan saya ingin teman2 mengungkapkan cita-cita teman2 yang juga keren di samping saya. Dan guess what - menurut saya walau bagi sebagian orang aneh, tapi cita2 saya ini sama masuk akalnya misal dengan kalau saya bercita2 jadi perwakilan Indonesia di PBB, atau si Johan ingin menjadi jendral ABRI, atau si Haryo teman saya dulu di SD yang ingin jadi supir jemputan sekolah di sekolah RECIS.

Tapi banyak negosiasi memang selama hidup ini. Selalu negosiasi dan negosiasi, dan banyak orang yang kehilangan mimpinya karena tidak menjadi dirinya sendiri. Sibuk mengerjakan segala sesuatu  dan kehilangan mimpi-mimpinya semasa kecil.

Tapi tidak saya. Saya tetap bercita-cita jadi penggembala yak dan membuka warung kopi di Tibet, atau Mongolia. Ya ya ya... saya akan buka dulu warung kopinya di Bogor ini, dan pelan-pelan merambah per Bogor-an dan Jabodetabek, lalu akan membuka cabang di Tibet, di Lhasa.

Jadi, teman2, maybe suatu saat kalian ke Tibet - silahkan mampir ke warung kopi saya. Sebagai sesama orang Indonesia saya akan masakkan nasi goreng disana buat kalian, dan minum kopi Liong Bulan di gubuk saya yang beratap ilalang campur tanah. Nanti akan saya ajak kalian menggembala dan memeras susu Yak. Saya juga bersedia memotretkan kamera teman2 untuk koleksi album FB kalian. Semua akan disambut... you are welcome !

Kamis, 19 Mei 2011

Samadi Shalom

Samadi Shalom. Tempat yang memberi saya sejuta kenangan saat SMP dan SMA di Regina Pacis Bogor . Ya, 2 kali saya retret di tempat ini, satu kali saat SMP (kenangan bersamar-samar, namun untunglah saya ingat kalau saat itu ada teman sekelas di foto yang menyatakan kalau itu adalah jaman SMP) lalu satu kali lagi saat SMA (yang ini saya inget banget karena saya menerima komuni di misa pagi, dengan mencelup hosti ke anggur sisa wali kelas saya di SMA, Bapak Sunu yang dulu saya benci karena kata-kata kasar kurang intelek yang suka nyeplos dari mulutnya.

Samadi Shalom itu letaknya di Cipanas, Puncak. Tempatnya agak kuno (rasanya jadi masuk era tahun 70 an kali ya), dingin, ada tamannya dan tentunya memberikan saya kenangan karena acara retret itu (biasanya 3 harian dan diadakan sebelum ulangan umum).

Perpus Samadi Shalom kuno, penuh buku-buku rohani di rak-rak dan dinding kaca yang tidak mau saya sentuh (saya anti dengan sesuatu yang membosankan). Kalau dapurnya, saya agak suka walau pernah si tukang masak menyajikan bihun paling tidak enak yang pernah saya makan karena kebanyakan merica (apa memang biarawan harus makan masakan yang tidak enak?). Lalu Kapelnya kecil dan tidak menarik, kamar-kamarnya sederhana, kalau tidak salah bisa dimuati 2 ranjang saja.

Kalau tamannya memang terawat dan indah. Mungkin dirawat ma suster-suster yang kurang kerjaan selain berdoa selalu. Di taman yang indah ini teman-teman SMP dan SMA sering kerja kelompok saat retret: misalnya menjawab pertanyaan apa saja yang sudah dilakukan orangtua kita kepada kita – atau mencoba mengkalkulasi pengeluaran orang tua kita- sampai umur kita saat ini, agar si anak siap-siap berterima kasih ke ortunya saat pulang nanti.

Dari sekian yang terekam otak, saya selalu teringat saat seorang bruder pendamping retret kita marah saat hari pertama. Sebabnya adalah karena pada saat anak-anak ditanya,” apakah kalian mau tidur dengan tenang?” Dijawab oleh anak-anak: TIDAAAKK!

Spontan si bruder yang pengendalian dirinya lemah lalu marah karena menganggap anak-anak melawan dia. Padahal maksud anak-anak kalau ditilik dan diurut-urut dari pengertian pertanyaan menganalogikan kalu tidur dengan tenang = mati. Si bruder sebelumnya memang sempat membicarakan perihal kematian. Lah anak-anak yang pikirannya linear tidak bisa dipersalahkan juga benernya kalau begitu kan?

Rupanya Samadi Shalom mengalami lack of trainer juga neh. Kalo si bruder dah marah di hari pertama, ya tau sendiri kalo hari selanjutnya kita dah ga enjoy ikutin retret.

Kedua karena ini masa cinta. Selama saya disana saya kepikiran terus ma adik kelas saya di SMP yang saya kecengin, berandai-andai kalau nanti dia akan menempati kamar yang saya tempati, atau minimal makan di dapur yang sama dengan saya. Mimpi-mimpi kaya gitu apalagi di taman yang indah cukuplah membunuh kebosanan kalau pelajaran retretnya membosankan (alhamdulilah kadang juga diselingi ma snack sehingga perut lapar bisa disogok sedikit, dan ada waktu lebih untuk bengong).

Lain-lain adalah kalau mandi. Air dingin mengguyur sekujur badan, dan it’s fun lho mandi barengan (walau ga sekamar mandi). Bisa tereak-tereak dan ngelempar sabun ke kamar sebelah sebab misal si Crisa ga bawa sabun. Atau kalau mau iseng ya dorong aja pakean kamar sebelah biar basah.

Yang saya cintai juga adalah Gereja Santo Yoseph yang letaknya di luar lokasi retret (biara). Gereja kecil ini tidak megah, tidak terlalu indah tapi selalu berkesan di hati saya. Di depannya tertata rapi bunga-bungaan, dan rumput yang pendek-pendek.

Saya selalu merasa dipanggil oleh Gereja kecil ini. Walaupun saya selalu tidak suka pergi mengikuti misa di hari Minggu, namun berlainan kalau berdoa di Gereja ini.

Selalu ada tempat-tempat spesial yang biasa-biasa saja buat orang lain. Samadi Shalom misalnya selalu lebih spesial dibanding perjalanan saya ke Phuket atau Saigon. My feeling always wondering around – kalau mendekati tempat ini, bahkan walau tidak mampir. So special.

Nge-fans ma Shamadi Shalom? Sok mampir...

Samadi Shalom
Kompleks Santo Yusup
P.O. Box 10, Sindanglaya, Cipanas, Cianjur 43253
Telp. (0255) 512592


Rabu, 18 Mei 2011

Dosa Yee...

Kenapa sih ada dosa?

Kalau sekiranya kita (1 orang) hidup sendiri, maka sekiranya juga dosa itu tidak ada. Kalau sekiranya kita (1 orang) hidup sendiri plus beberapa ekor binatang dan tumbuhan maka mungkin dosa itu ada (mungkin).

Kenapa ada dosa, menurut saya itu adalah berguna untuk menakut-nakuti orang.

Kalau dihubungkan dengan bahwa itu adalah karena larangan tuhan, maka saya tidak percaya sebab untuk apa tuhan melarang ini itu kalau dia maha kuasa. Tinggal kerlingin mata, maka selesailah urusan (dengan berasumsi dan berpedoman pada konsep bahwa tuhan adalah entitas tunggal yang very very powerful). Tidak perlu juga ngasih tau si Fulan buat boleh ini ga boleh itu.. lah iya lah kan kalo dia mau si Fulan ngelakuin ini itu ya tinggal sebut aja dan terjadilah.

Dosa adalah mengenai kemanusiaan. Kemanusiaan lalu dihubungkan dengan konsep ketuhanan- hanya itu saja hubungannya. Dosa adalah produk kesepakatan buatan manusia untuk menjaga stabilitas. Just that aja, ga lebih ga kurang.

Kalau kamu hidup sendiri (misal aja bisa) dari kecil sendirian, di sebuah ruang kosong tanpa harus makan dan minum dan nafas misalnya, dan tanpa sama sekali campur tangan orang luar, maka dosa itu ga terjadi. Contoh paling mendekati adalah perumpamaan kalau ada anak kecil yang menjadi dewasa, tumbuh sendiri di sebuah pulau tak berpenghuni maka kemungkinan besar konsep dosa tidak tumbuh pada dirinya.

Kalau kurang jelas, konsep dosa bagi saya adalah permufakatan apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, minimal terjadi antara 2 makhluk– dan lalu dibuat menjadi supranatural. Tujuannya demi kestabilan perkembangan manusia.

Permufakatan tentang dosa ini akan semakin berkembang menurut saya: kalau dulu sekali maybe yang disebut dosa adalah:
-          Membunuh sesama anggota suku (jadi ngebunuh suku lain gapapa – TOP malah!)
-          Jalan-jalan ke situs X (sebab jalan kesana banyak binatang buas – kalo dikau mati maka berkuranglah anggota kelompok kita).
-          Menyembah tuhan lain (iya bos maap ya, tuhan kita ini kalo kamu tidak sering-sering sembah, yang laen akan ikut-ikutan kamu lama-lama en pemersatu kelompok kita akan melemah sebab yang ditakuti bersama dah ga dihormati).
Yang rada boleh :
-          Istri 4 boleh ma selir-selir (jaman perkembangbiakan bro, kita butuh anak-anak buat pertahanin kelompok kita).
-          Memperkosa saat perang boleh (mengintimidasi, menghancurkan mental lawan, pokoknya bejad is OK demi tujuan kemenangan kelompok)

Sedangkan buat jaman sekarang beginilah dosanya menurut masyarakat:
-          Dilarang membunuh manusia sama sekali (hei, sekarang teknologi dah berkembang, yang disable dah ada alat bantu dan kita butuh dia buat duduk depan komputer en kerjain program PASCAL).
-          Proses berkembang biak sebelum menikah (maaf, soalnya sekarang walau lebih sejahtera tetap kalo kamu banyak anak en gada yang tanggung jawab kan akhir-akhirnya saya juga tuh yang tanggung jawab kata sodara, bapak, ibu). Kalo dulu seh dah biasa yang kaya begitu dibunuh – kan kalo sekarang ga bisa?
-          Korupsi dulunya dosa, sekarang lebih dosa (abis kamu ngambilnya banyak banget yak, ga cuma gopek, tapi gopek ditambah nolnya 8 biji – lah jadi pembangunan negara kaga jalan, walhasil rakyat di daerah terpencil yang kelaparan tea gara-gara hasil panennya dihargain murah ya ga sejahtera. Padahal di jaman ini kita harus lebih manusiawi)

Mungkin ke depan yang beginian perlu dipikirkan:
-          Membunuh nyamuk itu dosa (soalnya dah ada pakaian anti nyamuk yang bisa ngusir nyamuk dalam radius 10 meter, en demi menjaga keseimbangan ekologis).
-          Punya anak lebih dari 1 dosa (sebab ni dunia penuh coy gara-gara konsep kamu dulu yang banyak anak banyak rejeki).
-          Berpandangan tradisional, militan, mengenai kepercayaan dosa (awas ya kamu ngebunuh-ngebunuh orang. Ni jaman globalisasi, saya merasa terancam soalnya fraksi error di tempat saya juga jadi makin berani gara-gara ngedenger berita kamu nabrak gedung pake pesawat).
-          Menuduh orang berdosa adalah dosa.

So, saya menyadari bahwa yang namanya dosa adalah pengerem supaya kita ga bablas. Itu aja. Yang namanya dosa akan terus berkembang seiring peradaban manusia.

Kalo dulu jaman bacok membacok, lalu jaman dunia perikemanusiaan, lalu akan datang jaman dunia perikebinatangan, dan someday (just maybe) akan datang juga jaman dunia periketumbuhan..

Senin, 16 Mei 2011

Dunia yang (Ga) Bisa Diubah

Ada yang ga bisa diubah, ada yang bisa diubah gitu kalo kata saya.

Contoh kalo kamu lahir dari orangtua kaya, maka kayanya kamu jadi anak orang kaya. Kalo kamu lahir dari orangtua yang miskin, maka kayanya kamu disebut anak orang miskin. Persoalan nentuin kamu lahir dari siapa ga banyak bisa diikut campurin oleh kamu. Katanya itu ditentuin oleh tuhan.

Yah berhubung saya juga bukan ahli pertuhanan saya ga banyak usul. Mungkin bisa aja kalo minta sungguh-sungguh tiap detik orangtua kamu berubah. Mungkin aja kamu lalu hilang ingatan, en tiba-tiba nemu kalo orangtua kamu sekejap mata dah berubah. Persoalannya kalo hilang ingatan berarti lupa juga dong sebelumnya minta-minta ma tuhan (dikasih sample alternatif yang kalo kita lupa ingatan aja ya - ga yang kalo kita ingat) - en sebagai alhasil maka persoalan nasib yang ga bisa diubah ini tetap kan?

Kalo yang bisa diubah mah lebih gampang mikirnya: kalo ga makan siang maka malam agak lapar. Mangkanya bisa milih supaya ga lapar di depan kita makan siang ini. Terus misal kalo mau naik kelas maka erat hubungannya dengan rajin belajar. Ini "agak" bisa diubah menurut saya.

Lalu gimana halnya dengan dunia abu-abu nya? Yaitu dunia yang ga jelas antara bisa diubah atau engga. Kalo di film hantu mah ini dunia Limbo :)

Masalah bisa diubah atau ga bisa diubah benernya masalah probabilitas atau kemungkinan. Semakin besar kemungkinannya sukses maka makin mendekati "bisa diubah". Kalau semakin kecil kemungkinannya, makin mendekati 0 maka "semakin tidak bisa diubah".

Contoh gini Bu, Pak: kalo anak walaupun sudah belajar rajin sekalipun, pinter sakti mandraguna kalo kemudian pas ulangan kertas ulangannya keselip dan ga diperiksa bisa ga naiklah dia. Atau misal kita ga makan siang tapi kebetulan makan pagi kita banyak banget maka bisa aja sampe malam kita ga terlalu lapar.

Cuma kemungkinan-kemungkinan aja Pak, Bu! Ga lain daripada itu. Bahkan mengenai perubahan orang tua yang saya sebut di awal cerita juga ga lain cuma kemungkinan yang probabilitasnya sangat kecil, namun tetap kemungkinan. Cuci otak, penghilangan identitas juga mungkin aja kok... liat aja film "Bourn Identity" tuh, atau Matrix.

Intinya saya cuma mau bilang, apa yang kita prepare - apapun itu, tetap selalu ada kemungkinan-kemungkinan lain bagi hasilnya. Baik atau buruk, atau yang abu-abu. Yang bisa kita lakukan cuma bisa melakukan prepare yang baik dengan kapasitas kita, tapi sekali lagi banyak faktor yang sering tidak kita perhitungkan, atau malas kita perhitungkan dan mengubah hasil akhir...

Jadi selain berusaha kita juga harus rendah hati tuh, dan menolong orang lain yang lagi kena kemungkinan negatif. Namanya juga roda kehidupan, ada jurang derita dimana-mana.

Ga nyambung ya? Saya juga ngerasa ceritanya ga nyambung neh. Liat aja tuh saya kayanya nulis ga konsisten antara paragraf awal dan paragraf agak akhir-akhir... maka saya dapat juga digolongkan menjadi orang yang menulis berubah-ubah dengan probabilitas sedang (menurut saya).

Selasa, 10 Mei 2011

Bohwat

Bohwat: saya kaga tau arti sebenernya - cuma basa cina pasaran aja, basa anak Lawang Seketeng.

Kalo diterjemahkan secara bebas bisa berarti BT, ilfil (ilang feeling), ga mau urusan, udah terserah aja nasib iduplu, dll.

Nah saya ini lagi bohwat, ma yang namanya si Wawan, dan si Om SH soalnya rumah saya (benernya rumah pacar saya) yang dikerjain mereka berdua itu amburadul, ga kaya yang dijanjiin dan sebagai akibat dari kejadian-kejadian barusan yang menimpa rumah saya ini di Kayu Manis Residence II, saya bohwat ma mereka berdua. Untuk Mas Wawan bohwatnya saya tambahkan 50% nya lagi.

Gimana saya ga bohwat, wong baru ditempatin sebentar timbulah malapetaka ini:
- dinding belakang retak, fondasi belakang turun. Kalo kata tetangga, maybe tu fondasi cuma diinjek-injek aja pake kaki
- ga lama di suatu malam setelah sebelumnya bocor ngetes2 dan dah dibilangin ke Mas Wawan (dan katanya udah dibenerin, dah digeser gentengnya pak), bocorlah rumah dengan parah. Air mengucur ke tempat tidur, lantai kamar, kamar mandi kaya kerocokan air
- Tembok ngerembes aer, hasil dari ngebobok dinding, pipa air di ledeng yang ditanem ga dilem dengan baik

Bisa ga bayangin malem2 hujan, dan tiba2 air turun dari langit2 kamar dan kita kaya orang bego ngeliatin tu kamar luber? Atau pas liat makin lama dinding kamar makin retak ngegede - makin lama makin khawatir ngebedain ni kamar apa gara2 acian semennya jelek atau mang fondasinya turun? Mau runtuh kali ni rumah !!!

Dan kemudian tindakan dilakukan, setahap demi setahap - dari bikin coran besi tambahan buat tembok belakang, ngasih jaring-jaring di pipa air buangan di atap (karena katanya bocor karena sampah daun menyumbat lubang air), ngecat ulang dll. Tapi kita dah keburu bohwat duluan lah...

Maybe buat mereka itu sepele. Soalnya mereka ga keujanan dan springbednya ga kebahasan waktu ujan bocor. Atau terpaksa mindahin barang pas tembok dibobok ulang, dan lantai jadi kotor keinjek2 lagi (pembaca, rumahnya tipe kecil, penuh barang2 karena baru pindahan). Nah, begitulah sering yang kita rasakan penting tapi ga penting buat mereka-mereka ini.

Kenapa saya bohwat juga ma Om SH? Soalnya dia adalah developer. Walau si mandor yang salah tetep saya mempersalahkan si Om SH karena mandor gila ini kerja untuk dia. Yang merekrut dia.

Makin kesel karena si mandor ini, Wawan tetep dipekerjakan di proyeknya yang lain. Mungkin ga sebagai mandor utama lagi, tapi tetep dipekerjakan (mungkin bagian aduk semen kali ya - tapi intinya dia tetep berkedudukan sebagai mandor juga).

Hidup sering unfair. Saya tau si Om kena masalah penyakit saluran kencing dll, sehingga ga bisa mengawasi mandor gilanya ini - soalnya seringkali dia pengobatan ke Jakarta. Juga si mandor kayanya banyak proyek, banyak kerjaan gagal, atau tukangnya dia salah ambil. Tapi ini info lho... si mandor juga di komplain ma orang lain, penghuni Kayu Manis Residence I dan II. Nah artinya jangan2 ini dah jadi kebiasaan si Wawan.

Plus akhirnya dia menyatakan akan buat pagar rumah bila dibayar 20 juta. Gila ga, kalo ada rumah 85 juta, pagerannya 20 juta itu namanya apa ya? SGM kali (sinting gila miring).

Berpikiran positif dengan bohwat, kalo si Wawan lagi banyak utang, kerjaan banyak gagal di proyek jadi perlu nambel n mata duitan. Anak istrinya butuh duit, anaknya sakit, dimarahin ma Om SH sampe malu dihadapan anak buahnya. Abis kena penyakit gatel2 kulit, listrik dicabut ma PLN.

Ya kalo udah begini kita berpikir dengan bohwat aja deh... Bohwat gw ma elo.

Senin, 02 Mei 2011

Kepala Nyut-Nyutan

Makan sampe nyut-nyutan kepala? Itu namanya dapet berkat atau kutukan dari atas... Pernah ga makan sesuatu yang enak sampe-sampe lidah rasanya nyesep gitu? Nah kemaren-kemaren (well lupa exactly kapan itu) saya lagi kelaparan dan sehubung yang dimakan itu enak banget (menurut saya), rasanya lidah serasa menari dan sel-sel motorik mengirimkan impuls kenikmatan ke kepala.

Sampe kepala nyut-nyutan. Bukan karena geger otak ringan gara-gara jatoh dari sepeda, tapi karena secara tiba-tiba rumusan kimia di kepala diubah ma mie ayam nikmat.

Pernah juga kepala nyut-nyutan gara-gara makan nasi gudeg pagi-pagi di Stasiun Gondangdia. Pas lidah mengatur posisi telor gudeg yang coklat, en mulut mengunyah nasi campur krecek dan nangka, terciptalah keajaiban duniawi, dimana sel-sel otak bertambah sehat, sumringah, berkembang dengan baik dan sejahtera akibat mix makanan surgawi tersebut.

Gudeg sorgawi Gondangdia, penyebab kepala nyut-nyutan
Jadi lihatlah, betapa tidak berdayanya saya - tidak bisa menghindar dari hal duniawi - apalagi kalo lagi laper... makin tinggi utilitas marginal dari makanannya.

Pernah juga saya nyut-nyutan gara-gara minum air teh hangat pahit saat sedang haus karena berjalan 3 jam di pantai tanpa air. Memang sial benar nasib tubuh ini, tidak bisa diatur dan semaunya menentukan yang enak dan tidak enak. Salah siapa kalo begini?

Selasa, 19 April 2011

Wabah Ulet Bulu

Wabah ulet bulu lagi menyerang daerah-daerah di Jawa, Bali dan Sumatera...Well at least Jawalah, kalo Bali dan Sumatera jangan-jangan keangkat gara-gara di Jawa TV-TV pada ribut ngangkat si ulet bulu, lalu sehubung ada beberapa pohon di Bali yang kena ulet bulu maka langsung si kontributor TV buru-buru ambil kamera lalu shoot ulet bulu. "Mumpung-mumpung (dapet duit deh 500rb gw)," ujar si kontributor happy.

Yah bisa juga saya salah, namanya juga cuma nebak dan berasumsi sesuai logika kan - sesuai sifat oportunis en numpang manusia? Bisa aja daerah itu diselimuti ma ulet bulu kaya daerah tertentu di Jawa... hiiii... amit-amit, soalnya saya pernah beberapa kali kena ulet bulu parah. Salah satunya saat saya sedang penelitian di Pangumbahan, sebuah desa terpencil. Sampe-sampe saya diperiksa di Puskesmas, pake tangan panjang selalu dan akhirnya ga tahan en pulang ke rumah yang nun jauh dari Pangumbahan.

Anyway bussway, ada yang perhatiin ga seh, kalo momen ini sebenarnya momen-momen bahagia buat si kupu-kupu? Kalo jenis manusia dah bahagia mendominasi dunia selama minimal 150 ribu tahun (or at least 30 ribu - 100 ribu tahun, perkiraan keberadaan si Homo Sapiens yang kabarnya sempet merit ma Cro Magnon) lalu kenapa sih ga boleh ulet bulu or kupu-kupu yang mendominasi sepetak kebun yang itupun paling-paling cuma 1-3 bulan aja mereka nongkrong di pohon mangga (abis itu pasti tewas dengan sukses disemprot para penyuluh pertanian, atau terbang bebas sebagai kupu-kupu)?

Well, sebagai manusia saya tetep takut ma ulet bulu. Gatelnya boo... ga ketulungan. Mendingan saya digigit anjing deh, tinggal dikasih betadine daripada kena ulet bulu. Sebagai pemilik kulit sensitif kena ulet bulu adalah pantangan buat saya.

Tapi di lain pihak saya menyatakan peristiwa ulet bulu ini biasa bangetlah, cuma alam yang lagi coba ngasih kesempatan buat kawanan ulet bulu buat happy sejenak. Ini cuma keseimbangan alam ajalah. Maybe ada lain kali tiba-tiba aja ada outbreak komodo, dimana kawanan komodo berkembang biak dan menguasai pulau Jawa dan NTT. Siapa tau aja...

Kalo komodo menguasai NTT, saya mau jadi pengusaha ayam tiren supaya dapet untung dari atraksi si komodo makan bangke ayam pas dijadiin tontonan wisata.

Rabu, 23 Maret 2011

Kenapa sih Gila?

Saya lagi berpikir tentang mekanisme menjadi gila. Saya mau ngobrol kasus kegilaan dari sudat pandang lain ah...

Pertama begini pendapat saya. Kegilaan adalah mekanisme alam, yang bertujuan untuk mengeliminasi individu yang mengalaminya.

Pada saat tekanan lingkungan bertambah maka payahlah orang-orang yang memiliki kompisisi gen tertentu ini, yang cepat stres - mudah marah - agresif - sedih - depresi berlebihan. Demi melestarikan spesiesnya, kumpulan orang-orang ini terpaksa didesain oleh alam untuk melakukan bunuh diri secara perlahan, caranya dengan menjadi gila -agar kesempatan bagi sesama satu spesies lebih terbuka.

Kasus bunuh diri bukan hanya dialami manusia aja loh. Semut pada musim kemarau dimana makanan tidak mencukupi akan melakukan bunuh diri masal juga. Tanpa alasan yang jelas, sekumpulan semut membentuk spiral dan berjalan terus menerus sampai mereka mati karena kelelahan. Semut yang mati dalam 'Lingkaran Kematian' akan semakin bertambah karena terus menerus berputar, sampai beberapa koloni semut beristirahat dan memisahkan diri dari lingkaran.

Fenomena yang disebut "dancing ants", "ants circle of death" atau "death mill" ini telah diidentifikasi secara ilmiah pertama kali pada 1944 oleh Theodore Schneirla, seorang psikolog hewan berkebangsaan Amerika. Salah satu referensi umum menyangkut fenomena ini dihubungkan dengan seorang naturalis Amerika, William Beebe, yang melihat dan kemudian mendeskripsikan fenomena ini di Guyana pada tahun 1921 (http://jalanan-kehidupan.blogspot.com/2010/12/ants-spiral-of-death-fenomena-semut.html). Apakah semut itu sebelumnya mengalami kegilaan, semoga sebelum saya mati saya dapat mengetahui jawabannya, agar puas.

Btw saya pikir harusnya ada alasan ya dari sisi positif, mengapa ada mekanisme gila pada tubuh manusia. Apakah misal ternyata ada keterkaitan gen - orang yang cenderung mudah gila memiliki kelebihan, seperti konsentrasi yang tinggi, atau kepandaian tertentu yang lebih baik? Kenapa and buat apa ya?

Saya menulis ini karena teringat sama mantan CEO saya di kantor yang saya duga stres dan secara jiwa kayanya jadi rada kosong. Doi pinter juga seh soalnya...

Senin, 21 Maret 2011

Dia

Antara tuhan itu ada dan dia berkuasa penuh atas segalanya, atau Tuhan itu ada dan Pengasih, namun Dia tak berkuasa penuh untuk semuanya...

Yang pertama:
Bahwa tuhan itu ada, dia berkuasa penuh atas segalanya, dan dia adalah percampuran antara kebaikan dan kejahatan sekaligus...

bahwa tuhan bertanggung jawab atas adanya kejahatan di dunia, penghancuran, penyakit, kesedihan, pembunuhan, luka, dan fitnah adalah bagian dari permainan dia, sekaligus juga bahwa ia di sisi lain memberi berkat, mencintai, menyembuhkan dan menciptakan segala sesuatu. Dia berkuasa atas segala sesuatu, dan membiarkan semuanya terjadi secara sekaligus, karena itu adalah bagian dari dirinya. Ia memang berkuasa dan terdiri dari kebaikan dan kejahatan sekaligus. Bunga yang tumbuh juga sekaligus akan dilayukan. Ia mencipta bayi yang lahir bahagia, namun sekaligus menciptakan penderitaan luar biasa. Berkat dan malapetaka sekaligus dan dunia adalah ladang permainannya.

Atau yang Kedua.
Tuhan itu ada dan Pengasih, namun Dia tak berkuasa penuh untuk semuanya...

Ia sangat mencintaimu sepenuh hati, namun Ia juga tidak berkuasa atas semuanya. Ia sedih saat ada penderitaan dan berusaha menyelamatkanmu. Ia memberikan penghiburan tapi sekaligus tidak dapat mencegah adanya kejahatan. Ia adalah cinta kasih dan menyelamatkan namun kuasa-Nya seringkali tidak mampu menjangkau hati seluruh umat manusia. Tuhan dalam hal ini nampak sebagai bagian yang lemah dan ada sisi lain yang gelap yang besarnya sama besar sebagai sisi penyeimbang.

Dengan penuh kesedihan saya menyadari, yang logis adalah yang pertama, namun memilih untuk percaya kepada yang kedua...

Pembantuku yang Malang

Pembantu saya yang malang. Begitu menurut saya.

Namanya Awah, begitu dia biasa dipanggil. Walau saya tidak kenal-kenal sekali namun sekali ini ceritanya ke si mami menarik hati saya. Saya mendengarnya saat pagi-pagi si Awah sedang mencuci baju, dan si mami sedang motong-motong sayur (kayanya). Biasa... si Mami mungkin dah denger dari orang lain mengenai berita si Awah ini dan pembicaraannya berkisar langsung ke tujuan... soalnya suami si Awah ini tidak pulang-pulang.

Suami si Awah ini umurnya 27 tahun (saya ringkas aja ya), sedang menurut saya si Awah ini (cewek loh ya, walau namanya Awah) saya taksir umurnya sekitar 35 sampai 40 tahunan (bisa juga saya salah taksir, karena memang kalau kita menanggung beban hidup yang berat kita akan cepat tua dan lelah secara penampilan).

Nah suami si Awah ini katanya sejak bertengkar dengan si Awah tidak pulang-pulang. Sebabnya karena Awah marah karena si suami yang bekerja sebagai sopir berhenti, baru kerja dua bulanan karena majikannya cerewet. Katanya seh sekarang bekerja sebagai supir angkot, dan kemarin kirim uang 30 ribu lewat temannya.

Awah bilang, sengaja cari cowok yang mukanya biasa aja. Jelek malah. Si Awah sendiri mukanya juga biasa aja (saya tidak bilang jelek karena yaah relatiflah, dan lagian ga boleh bilang orang jelek walau mukanya jelek). Ga tau kenapa dia pilih suami yang masih muda begitu, umur 27 tahun, sedang si Awah dah jelas ibu-ibu bangetlah (masa keemasan dah lewat). Pusiiiinnnnggg.... gaulnya ma anak-anak muda kata si Awah.

Si Awah sendiri dah punya anak dari suaminya yang dulu (ga tau ceritanya kenapa cerai).

Kata dia, mau yang cakep takut diambil ma perempuan lain. Yang jelek kaya begini kelakuannya.

Nah kalo dah kaya gini mau ngomong apa kita coba?Si Awah walaupun sekarang jadi pendiam saat nyuci, tapi katanya dengan kerja begini saya jadi ga mikirin soal-soal kaya gitu. Pusssiiinnnnggg !

Pertama: kalau kamu jadi si Awah apa mau cari suami cowok yang mukanya jelek dan masih muda? Eitssss....  jangan nambah-nambahin kalo kamu itu lebih pinter, lebih bijak daripada si Awah. Asumsinya kamu bener-bener si Awah yang miskin, rajin nyuci, anak 2 orang dah rada gede, ga pinter, agak bawel (kalo moodnya bae), jujur.

Kedua: kamu mau ga nambahin gajinya si Awah? Pertanyaan yang terakhir ini beneran loh...

Selasa, 01 Maret 2011

Kemana Mereka Sesudah Mati?

Kemana manusia setelah mati? Naik ke Surga, turun ke Neraka atau jalan samping ke Api Penyucian? Atau energinya bergabung dengan alam sekitar, atau sudah - begitu saja hilang?

Semua orang termasuk saya ingin tahu jawaban pertanyaan ini. Kalo aja ada sumber sahih dan logis yang bisa dipertanggungjawabkan... dan maaf walau sudah tertulis di Kitab Suci, namun kitab suci setiap agama kan berbeda-beda. Kalau di Indonesia ada 5 agama (atau 6?) : Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu (benarkah saya?) - maka di dunia juga ada lebih banyak agama dan kepercayaan dengan masing-masing kitab sucinya. Zoroaster, Sikh, Kejawen, Vodoo, Kristen Orthodox, dan lain-lain...

Jadi gimana yah? Mesti berpikir seperti apa ya? Apalagi sekarang ada alternatif pemikiran lain setelah sering-sering baca buku, nonton film: Inception (belum saya tonton karena DVD nya lagi di rumah pacar saya), Matrix, Jurasic Park, Avatar, pe Donal Bebek...

Pusing saya, tapi lumayanlah mikir daripada kerja gada tujuan dan soul. Kadang mikir yang ga penting (tapi penting menurut saya) perlu juga (masih menurut saya juga). Yang ga ada jawabannya gini karena kita mang ga terlalu pintar (sebab katanya kemampuan otak kita ini hanya diutilisasi sekitar 5-10%), memang perlu buat saya sebab jadi ada kerjaan buat mencari jawabannya (kadang-kadang) via wikipedia atau google di sela-sela pekerjaan saya.

Nah pertanyaan saya yang lain lagi: kalau manusia kan ada setannya ya - rohnya maybe, katanya berbentuk manusia juga (atau agak berbentuk manusia) - nah kalau misal kaya ayam, kelinci, kupu-kupu ada ga ya setan, atau rohnya? Berbentuk mirip ayam, atau kupu-kupu ga, dan kalaupun ada, apakah roh atau setannya ini juga suka mengganggu binatang-binatang ini?

Bisa ga itu menjelaskan kalau-kalau ada binatang ini yang stress mati mendadak atau jantungan dan mati - maybe karena digentayangin roh temannya? Lalu adakah Surga khusus kucing atau kura-kura?
.

Senin, 28 Februari 2011

Tukang Buburku

Ada tukang bubur 3000 an! Huhu... senangnya hati saya! Bukan karena cuma murah, tapi si tukang bubur mengingatkan saya secara tidak sengaja bahwa saya tetap harus hidup sederhana dan bersahaja.

Si tukang bubur, yang mangkal di dekat SD Sempur jualan pagi-pagi. Sebelumnya saya tidak menengok walau jalan setiap hari lewat situ. Cuma hari ini tanpa tanda saya agak-agak lapar (sebenarnya perut tidak lapar tapi pikiran minta makan dan walaupun antara perut dan pikiran tidak sinkron, heran juga pemenangnya adalah si otak karena ternyata kaki menurut ke intuisi pikiran - mungkin saya memang punya indra ke enam ya).

Setelah makan bubur, yang rasanya biasa-biasa aja sih, saya membayar dengan uang Rp 20.000,00 tanpa berkata apa-apa. Sebab sudah pengalaman, adakalanya pada saat saya bertanya "Berapa, Bang?" dijawab oleh si penjual dengan mata (pupil) menengok ke atas - tanda otak kanan bekerja - mikir lalu nyebut angka semaunya dia..."8000!" sebab si Abang percaya kalo kita adalah orang baru, orang selewatan yang patut ditakol secara harga untuk uang makan anak istrinya.

Itu alasan saya tidak bertanya "Berapa, Bang" kepadanya. Lagipula memang kasihan juga saya, sebagai warga keturunan Tionghoa (Cina) saya mendapatkan bahwa secara persentase saya akan mendapatkan bahwa secara jumlah, 10% orang akan menetapkan harga lebih tinggi dibanding yang lainnya. Apalagi  kalau saya naik ojek di daerah-daerah tertentu, saya akan mendapatkan persentase jumlah orang yang menaikkan harga itu bertambah sampai 80%.

Tapi buat si Abang bubur lain ceritanya. Saya mungkin dianggap warga Sempur atau si Abang memang sudah biasa bergaul dan menganggap saya saudara tanpa membedakan ras saya (varian genetik saya). Jadi saat saya kasih uang 20 ribu, si Abang memberikan saya uang: pertama selembar 10 ribu (biasa saja), lalu kedua 5 ribu (fair, mungkinkah harganya 5 ribu semangkuk?), lalu mencari-cari seribuan (wah, harganya 4 ribu : murah) dan akhirnya mengasongkan 2 ribu ke saya (terkejut, terharu, senang, bahagia karena harga bubur 3 ribu!).

Artinya si Abang memberikan pulangan 17 ribu kepada saya. 20 ribu - 17 ribu equal to 3 ribu.

Bagi saya, seperti saya ceritakan di atas sebelumnya, ini memberikan saya dua hal: 1). Masih ada tukang bubur murah yang jujur yang memperlakukan saya sama seperti kepada anak SD.  2). Menegur saya untuk lebih menghargai dan memanage uang (3 ribu bisa dapat bubur untuk sarapan pagi) karena saya di lain waktu kadang menghabiskan uang lumayan banyak, yang kadang karena angkanya besar, maka pulangan 5 ribuan pun tidak terasa besar. Malah kadang seperti orang kaya saja dibiarkan di meja makan (bukan sebagai tips) untuk paling akhir diambil saat beranjak pulang. Saya diingatkan, uang tidak berbanding lurus dan signifikan dengan kepuasan.

Kenapa saya merasa ditegur entah juga mengapa. Mungkin sama tidak tahunya seperti mengapa tiba-tiba saya pergi mencari jajanan walau perut dan pikiran tidak sinkron menentukan pemenangnya.

Namun, bagaimanapun tukang bubur yang budiman itu berhasil menyentuh saya. Mungkin tidak signifikan, tapi akan tetap berarti.

Mungkin saja esok siang saya tanpa angin tanpa babibu pergi makan ke Pizza Hut (padahal saya termasuk orang berpenghasilan minim). Tapi mungkin juga ada saat dimana saya melihat lagi tukang bubur lain di jalan dan diingatkan untuk me-rem pengeluaran yang kurang perlu, menabung sisanya yang seribu dua ribu (kalau anak SD bisa kenapa kita tidak bisa) dan lebih banyak memakai sisanya yang lain untuk menolong yang kekurangan. Semoga...

Kue Pancong Mantarena

Beberapa hari lalu, setelah nganter pacar naek kereta pagi di Stasiun Bogor, mampirlah saya ke Mantarena, sebuah gang deket Jembatan Merah Bogor. Sengaja pagi itu sekitar jam 6.30 an saya mampir dulu ke Gang Mantarena, tempat rumah saya - sampai saya menginjak SMP, buat menjumpai tukang kue pancong.

Apa sih kue pancong itu? Kalo kalian belum tahu, wajjaaarr banget. Ini kue yang sudah jelas akan punah. Mungkin ga sampe 1 generasi lagi yang bisa nikmatin kue pancong ini. Bentuknya kotak. Kalo dihitung secara luasan barangkali sekitar 5x5x12 cm an kali ya (anggaplah bener asumsi ini). Nah walau kalo dilihat secara content sebenernya sederhana, maybe cuma adonan martabak kue plus kelapa dikit, cuma supaya kalo dimakan krekes-krekes dikit tapi history nya yang bagi saya luar biasa.

Pertama jangan harap si mamang (benernya ibu seh, soalnya sudah digantikan sama anaknya perempuan) bisa dijumpai jam 8 pagi. Jangan harap kita bisa bangun agak siangan dan berharap si kue pancong masih ada. Engga fair emang tapi si tukang kue pancong cuma ada pagi-pagi buta pe jam 7 pagi aja. Kalau lebih maaf, siap2 pulang lagi aja deh. Mengherankan di jaman konsumerisme begini masih aja ada yang saklek ngikutin jejak leluhur, sementara McD buka cabang tiap bulan, plus ngebuka pe 24 jam.

Yang lain, itu peralatan tabung kopi tembaga masih aja ada setia nangkel di pikulan si mamang. Sudah saya lihat sejak 28 tahun lalu (dengan asumsi bahwa saya ngeh keberadaan si tukang kue pancong sejak umur 3 tahun). Beuh... bener-bener jaga tradisi banget ya? Kayanya kopi-kopi bikinan si tukang kue pancong jadi enak sebab kopinya sudah nempel, jamuran di dalam tabung kali ya?

Cuma sedih juga, seumur-umur saya tinggal di Bogor, ga pernah liat tukang kue pancong lagi yang kaya begini. Kenapa ya tidak ada tukang kue pancong lagi dimana-mana? Padahal dibilang engga laku juga engga (lah iya, wong konsumennya saya lihat banyak, pada nongkrong pake bangku kecil di sekeliling pikulan), en kalo dilihat dari jam kerjanya kan paling-paling cuma 5 jam sehari? Dimana pemuda-pemuda harapan bangsa yang ototnya kuat, masa jualan kue pancong subuh-subuh aja pada ga mau?

Pokoknya si kue pancong saat ini berhasil mengobati kerinduan nyokap, bokap, ade saya en saya juga tentunya. Ga tau deh 10 taun lagi masih bisa ga makan kue pancong gini.

Masih heran juga, kenapa walaupun laku si mamang engga jualan pe agak siangan, atau kenapa yang lain gada yang niru jualan kue pancong.