Kamis, 16 Juli 2020

Saya orang Assam?

Waktu ke Nepal dan jalan-jalan sama temen dari India, Bangladesh, Kamboja ada peraturan tertentu saat masuk obyek wisata. Wisatawan di luar negara serumpun Nepal (yang mukanya mirip deh, plus Tibet) itu bayarannya lebih mahal.

Sehubung temen dari India, Bangladesh mukanya mirip sama orang Nepal, dan secara legal mereka memang digolongkan serumpun, maka amanlah mereka.... bayar tiket masuk di harga agak normal.

Nah lalu saya gimana? Orang Indonesia yang mukanya sipit (karena saya keturunan Tionghoa)? Apa bisa juga dipoles supaya agak bisa digolongkan berasal dari negara serumpun? Kata teman India saya: bisa. Malah mereka yang punya usul masukkan saya ke negara serumpun tadi supaya lebih murah bayar tiketnya.

Saya diminta bilang dari Assam, India. Sebab di situ katanya banyak yang mukanya mirip kamu. Eh dimana itu Assam? Saya kok jadi ingat teh ya kalo denger Assam?

Bener kata mereka. Assam itu penghasil teh dan adanya di timur, agak ke utara di India. Wah saya jadi agak bangga sebab saya kan doyan teh, terus kalo ke utara udaranya agak dingin, dan saya senang udara dingin.

Lalu setelah saya pulang, saya cari dong tentang Assam ini? Dan inilah katanya wikipe doi. Kataya orang Assam itu kebanyakan migrasi dari arah Asia Timur dan Asia Tenggara, seperti daerah Tibet, Cina Selatan, atau Myanmar. Mereka termasuk Tibeto-Burman, dan dicirikan fisiknya ya seperti orang daerah asalnya. Jadi agak beda dengan orang India sebalah barat. Inilah penampakannya:



Gambarnya nyomot dari google ya, dan lupa linknya. Cuman kok gak ada yg cowok ya gambarnya?

Btw jadi orang India itu macem2 juga ya guyz. Yang sipit ada juga dan kata orang India dan Bangladesh temen saya, bisa mirip saya mukanya.

Ok baiklah, jadi saya orang Assam. Ok.






Lahan Bisnis BuzzeRP Rupiah via Omnibus Law

Gencarnya dukungan penolakan pengesahan RUU Cipta Kerja (dikenal juga sebagai Omnibus Law) rupanya sudah menciptakan lapangan kerja sendiri bagi sebagian orang. Cepat sekali ya prosesnya, wong belum disahkan kok sudah bisa menciptakan lapangan kerja, bagaimana ceritanya? Tulisan pendek ini disusun untuk menggarisbawahi bagaimana RUU yang akan makin banyak mendorong ketidakadilan lingkungan dan sosial ini didukung kuat oleh para pemilik modal—salah satunya terlihat dari para Buzzer Rupiah (BuzzeRP) yang gencar mendukung pengesahan RUU ini.
Seperti yang sudah diduga sebelumnya, sebulan ini adalah masa panen para buzzeRP sebutan bagi para pelaku bisnis profesional pemegang akun medsos yang tugasnya memposting dan “menggoreng” (mempopulerkan suatu isu) terutama berkaitan dengan topik Omnibus Law (RUU Cipta Kerja), apalagi dalam seminggu terakhir menjelang 16 Juli 2020 dimana rencananya Omnibus Law ini akan disahkan.

Kalangan yang menentang pengesahan Ominibus Law ini terdiri dari pihak aktivis lingkungan-sosial, kalangan agamawan, buruh, mahasiswa, petani, nelayan, masyarakat adat, termasuk para perempuan menggunakan hashtag seperti #AtasiVirusCabutOmnibus , #GagalkanOmnibusLaw, #TolakOmnibusLaw, #TolakRUUCiptqKerja #WaspadaOmnibusLaw, sedangkan pihak yang mendukung menggunakan hashtag seperti #DukungOBLTolakAksiDemo.
Penelusuran melalui Twitter mendapatkan akun-akun yang saling support untuk dukungan pengesahan Omnibus Law sekaligus memberikan iming-iming hadiah (giveaway) berupa pulsa (berkisar 50-100 ribu, yang diundi sistemnya) dengan meminta akun-akun lain untuk menuliskan status (apapun isinya) dengan menambahkan hashtag yang diminta yaitu #DukungOBLTolakAksiDemo. Akun-akun ini yang sebagian diduga merupakan akun “ternakan” dan diciptakan khusus dengan fungsi meneruskan pesan. Akun ini dibuat oleh orang atau kelompok yang sama dan biasanya saling bekerjasama me-retweet, sekaligus mem-bully orang-orang yang memberikan pandangan berbeda terhadap komentar mereka. Hal ini dikerjakan secara sistematis.
Akun-akun buzzeRP ini dapat dibedakan bila kita masuk ke dalam akun dan melihat postingan-postingan terdahulu. Hadiah (giveaway, sering disingkat GA) sering dijanjikan oleh mereka, begitu pula mereka sering melakukan re-post berdasarkan perintah atasan mereka. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis, seorang mantan BuzzeRP menyatakan BuzzeRP yang pintar akan menghapus postingan-postingan lama apabila tugasnya sudah selesai agar jejak BuzzeRPnya tidak terlihat lagi. Sebagian besar juga akan menuliskan postingan-postingan tak sehubungan isu utama agar akun itu terlihat wajar.

Berbeda dengan isu yang diangkat oleh masyarakat secara alami, maka topik yang diangkat buzzeRP seringkali terlihat tidak wajar. Topik yang diangkat cepat timbul, kemudian cepat tenggelam (kecuali dikehendaki lain oleh pendana). Pertumbuhannya juga tiba-tiba. Hal ini adalah demi mengakali perhitungan algoritma media sosial (Twitter, Intagram). Seorang mantan BuzzeRP menyatakan “beda dong mas, kalau kita tweet 100 kali dalam 1 hari, dengan tweet 30 kali dalam 1 jam... baik yang kedua itu kalau demi mempopulerkan isu.”
Berapa sih penghasilan buzzeRP ini? Mereka berpenghasilan sesuai proyek, jadi bisa besar bisa juga kecil. “Yang gede sih pemimpin proyeknya, mas. Kalau kita yang nge-buzz ini ya pendapatan kaya orang kerja biasa aja,” tambahnya.
“Namun kadang kita khawatir juga kalau terdeteksi. Pernah teman saya terdeteksi, stres tuh. Karenanya biasanya kita dilindungi sistem keamanan yang lumayan canggih (bagi yang bekerja berkelompok, kalau pribadi lebih beresiko katanya karena perlindungan IP Address biasanya tidak canggih).

Di masa pengesahan Omnibus Law ini, para buzzeRP sedang mendulang rejeki. Namun tidak selamanya pekerjaan seperti ini memuaskan bagi mereka. Seperti yang dikatakan narasumber kami, ia keluar karena ia bosan dengan pekerjaan yang sama, selain sering resah karena mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan nurani.
Pada tanggal 15 Juli 2020 sekitar pukul 19.35, ini adalah skor hashtag pendukung dan penentang Omnibus Law • #TolakOmnibusLaw 2.195, lalu menjadi 4.135 pada 16 Juli 2020 jam 11.10 • DukungOBLTolakAksiDemo 3.414, lalu tidak menjadi trending topic pada 16 Juli 2020 jam 11.10 (mungkin karena para BuzzeRP tidak mengerjakan pekerjaannya, atau karena hanya bekerja pada jam tertentu saja).
Melihat bahwa pemerintah seringkali memperhatikan trending topic di media sosial (tekanan sosial dari masyarakat) sebagai dasar pengambilan keputusan, sepertinya usaha para penentang dan pendulang pundi-pundi akan terus berjalan sesuai skenarionya masing-masing.
---

Catatan: hashtag GagalkanOmnibusLaw mencapai angka 7.757 tweet pada 16 Juli 2020 jam 11.10 (bertambah secara perlahan pada hari sebelumnya, dan cepat pada beberapa jam terakhir). Hashtag Waspada DemoTularkanCovid mencapai 2.148 pada jam 11.48 (terjadi dalam waktu cepat, artinya ada usaha sistematis yang dilakukan para BuzzeRP pada jam tersebut).
Informasi pendukung: https://relawan4life.wordpress.com/2020/05/27/memanfaatkan-strategi-buzzer-dalam-kampanye-isu-lingkungan-dan-sosial/