Kamis, 19 Mei 2011

Samadi Shalom

Samadi Shalom. Tempat yang memberi saya sejuta kenangan saat SMP dan SMA di Regina Pacis Bogor . Ya, 2 kali saya retret di tempat ini, satu kali saat SMP (kenangan bersamar-samar, namun untunglah saya ingat kalau saat itu ada teman sekelas di foto yang menyatakan kalau itu adalah jaman SMP) lalu satu kali lagi saat SMA (yang ini saya inget banget karena saya menerima komuni di misa pagi, dengan mencelup hosti ke anggur sisa wali kelas saya di SMA, Bapak Sunu yang dulu saya benci karena kata-kata kasar kurang intelek yang suka nyeplos dari mulutnya.

Samadi Shalom itu letaknya di Cipanas, Puncak. Tempatnya agak kuno (rasanya jadi masuk era tahun 70 an kali ya), dingin, ada tamannya dan tentunya memberikan saya kenangan karena acara retret itu (biasanya 3 harian dan diadakan sebelum ulangan umum).

Perpus Samadi Shalom kuno, penuh buku-buku rohani di rak-rak dan dinding kaca yang tidak mau saya sentuh (saya anti dengan sesuatu yang membosankan). Kalau dapurnya, saya agak suka walau pernah si tukang masak menyajikan bihun paling tidak enak yang pernah saya makan karena kebanyakan merica (apa memang biarawan harus makan masakan yang tidak enak?). Lalu Kapelnya kecil dan tidak menarik, kamar-kamarnya sederhana, kalau tidak salah bisa dimuati 2 ranjang saja.

Kalau tamannya memang terawat dan indah. Mungkin dirawat ma suster-suster yang kurang kerjaan selain berdoa selalu. Di taman yang indah ini teman-teman SMP dan SMA sering kerja kelompok saat retret: misalnya menjawab pertanyaan apa saja yang sudah dilakukan orangtua kita kepada kita – atau mencoba mengkalkulasi pengeluaran orang tua kita- sampai umur kita saat ini, agar si anak siap-siap berterima kasih ke ortunya saat pulang nanti.

Dari sekian yang terekam otak, saya selalu teringat saat seorang bruder pendamping retret kita marah saat hari pertama. Sebabnya adalah karena pada saat anak-anak ditanya,” apakah kalian mau tidur dengan tenang?” Dijawab oleh anak-anak: TIDAAAKK!

Spontan si bruder yang pengendalian dirinya lemah lalu marah karena menganggap anak-anak melawan dia. Padahal maksud anak-anak kalau ditilik dan diurut-urut dari pengertian pertanyaan menganalogikan kalu tidur dengan tenang = mati. Si bruder sebelumnya memang sempat membicarakan perihal kematian. Lah anak-anak yang pikirannya linear tidak bisa dipersalahkan juga benernya kalau begitu kan?

Rupanya Samadi Shalom mengalami lack of trainer juga neh. Kalo si bruder dah marah di hari pertama, ya tau sendiri kalo hari selanjutnya kita dah ga enjoy ikutin retret.

Kedua karena ini masa cinta. Selama saya disana saya kepikiran terus ma adik kelas saya di SMP yang saya kecengin, berandai-andai kalau nanti dia akan menempati kamar yang saya tempati, atau minimal makan di dapur yang sama dengan saya. Mimpi-mimpi kaya gitu apalagi di taman yang indah cukuplah membunuh kebosanan kalau pelajaran retretnya membosankan (alhamdulilah kadang juga diselingi ma snack sehingga perut lapar bisa disogok sedikit, dan ada waktu lebih untuk bengong).

Lain-lain adalah kalau mandi. Air dingin mengguyur sekujur badan, dan it’s fun lho mandi barengan (walau ga sekamar mandi). Bisa tereak-tereak dan ngelempar sabun ke kamar sebelah sebab misal si Crisa ga bawa sabun. Atau kalau mau iseng ya dorong aja pakean kamar sebelah biar basah.

Yang saya cintai juga adalah Gereja Santo Yoseph yang letaknya di luar lokasi retret (biara). Gereja kecil ini tidak megah, tidak terlalu indah tapi selalu berkesan di hati saya. Di depannya tertata rapi bunga-bungaan, dan rumput yang pendek-pendek.

Saya selalu merasa dipanggil oleh Gereja kecil ini. Walaupun saya selalu tidak suka pergi mengikuti misa di hari Minggu, namun berlainan kalau berdoa di Gereja ini.

Selalu ada tempat-tempat spesial yang biasa-biasa saja buat orang lain. Samadi Shalom misalnya selalu lebih spesial dibanding perjalanan saya ke Phuket atau Saigon. My feeling always wondering around – kalau mendekati tempat ini, bahkan walau tidak mampir. So special.

Nge-fans ma Shamadi Shalom? Sok mampir...

Samadi Shalom
Kompleks Santo Yusup
P.O. Box 10, Sindanglaya, Cipanas, Cianjur 43253
Telp. (0255) 512592


Rabu, 18 Mei 2011

Dosa Yee...

Kenapa sih ada dosa?

Kalau sekiranya kita (1 orang) hidup sendiri, maka sekiranya juga dosa itu tidak ada. Kalau sekiranya kita (1 orang) hidup sendiri plus beberapa ekor binatang dan tumbuhan maka mungkin dosa itu ada (mungkin).

Kenapa ada dosa, menurut saya itu adalah berguna untuk menakut-nakuti orang.

Kalau dihubungkan dengan bahwa itu adalah karena larangan tuhan, maka saya tidak percaya sebab untuk apa tuhan melarang ini itu kalau dia maha kuasa. Tinggal kerlingin mata, maka selesailah urusan (dengan berasumsi dan berpedoman pada konsep bahwa tuhan adalah entitas tunggal yang very very powerful). Tidak perlu juga ngasih tau si Fulan buat boleh ini ga boleh itu.. lah iya lah kan kalo dia mau si Fulan ngelakuin ini itu ya tinggal sebut aja dan terjadilah.

Dosa adalah mengenai kemanusiaan. Kemanusiaan lalu dihubungkan dengan konsep ketuhanan- hanya itu saja hubungannya. Dosa adalah produk kesepakatan buatan manusia untuk menjaga stabilitas. Just that aja, ga lebih ga kurang.

Kalau kamu hidup sendiri (misal aja bisa) dari kecil sendirian, di sebuah ruang kosong tanpa harus makan dan minum dan nafas misalnya, dan tanpa sama sekali campur tangan orang luar, maka dosa itu ga terjadi. Contoh paling mendekati adalah perumpamaan kalau ada anak kecil yang menjadi dewasa, tumbuh sendiri di sebuah pulau tak berpenghuni maka kemungkinan besar konsep dosa tidak tumbuh pada dirinya.

Kalau kurang jelas, konsep dosa bagi saya adalah permufakatan apa yang boleh dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan, minimal terjadi antara 2 makhluk– dan lalu dibuat menjadi supranatural. Tujuannya demi kestabilan perkembangan manusia.

Permufakatan tentang dosa ini akan semakin berkembang menurut saya: kalau dulu sekali maybe yang disebut dosa adalah:
-          Membunuh sesama anggota suku (jadi ngebunuh suku lain gapapa – TOP malah!)
-          Jalan-jalan ke situs X (sebab jalan kesana banyak binatang buas – kalo dikau mati maka berkuranglah anggota kelompok kita).
-          Menyembah tuhan lain (iya bos maap ya, tuhan kita ini kalo kamu tidak sering-sering sembah, yang laen akan ikut-ikutan kamu lama-lama en pemersatu kelompok kita akan melemah sebab yang ditakuti bersama dah ga dihormati).
Yang rada boleh :
-          Istri 4 boleh ma selir-selir (jaman perkembangbiakan bro, kita butuh anak-anak buat pertahanin kelompok kita).
-          Memperkosa saat perang boleh (mengintimidasi, menghancurkan mental lawan, pokoknya bejad is OK demi tujuan kemenangan kelompok)

Sedangkan buat jaman sekarang beginilah dosanya menurut masyarakat:
-          Dilarang membunuh manusia sama sekali (hei, sekarang teknologi dah berkembang, yang disable dah ada alat bantu dan kita butuh dia buat duduk depan komputer en kerjain program PASCAL).
-          Proses berkembang biak sebelum menikah (maaf, soalnya sekarang walau lebih sejahtera tetap kalo kamu banyak anak en gada yang tanggung jawab kan akhir-akhirnya saya juga tuh yang tanggung jawab kata sodara, bapak, ibu). Kalo dulu seh dah biasa yang kaya begitu dibunuh – kan kalo sekarang ga bisa?
-          Korupsi dulunya dosa, sekarang lebih dosa (abis kamu ngambilnya banyak banget yak, ga cuma gopek, tapi gopek ditambah nolnya 8 biji – lah jadi pembangunan negara kaga jalan, walhasil rakyat di daerah terpencil yang kelaparan tea gara-gara hasil panennya dihargain murah ya ga sejahtera. Padahal di jaman ini kita harus lebih manusiawi)

Mungkin ke depan yang beginian perlu dipikirkan:
-          Membunuh nyamuk itu dosa (soalnya dah ada pakaian anti nyamuk yang bisa ngusir nyamuk dalam radius 10 meter, en demi menjaga keseimbangan ekologis).
-          Punya anak lebih dari 1 dosa (sebab ni dunia penuh coy gara-gara konsep kamu dulu yang banyak anak banyak rejeki).
-          Berpandangan tradisional, militan, mengenai kepercayaan dosa (awas ya kamu ngebunuh-ngebunuh orang. Ni jaman globalisasi, saya merasa terancam soalnya fraksi error di tempat saya juga jadi makin berani gara-gara ngedenger berita kamu nabrak gedung pake pesawat).
-          Menuduh orang berdosa adalah dosa.

So, saya menyadari bahwa yang namanya dosa adalah pengerem supaya kita ga bablas. Itu aja. Yang namanya dosa akan terus berkembang seiring peradaban manusia.

Kalo dulu jaman bacok membacok, lalu jaman dunia perikemanusiaan, lalu akan datang jaman dunia perikebinatangan, dan someday (just maybe) akan datang juga jaman dunia periketumbuhan..

Senin, 16 Mei 2011

Dunia yang (Ga) Bisa Diubah

Ada yang ga bisa diubah, ada yang bisa diubah gitu kalo kata saya.

Contoh kalo kamu lahir dari orangtua kaya, maka kayanya kamu jadi anak orang kaya. Kalo kamu lahir dari orangtua yang miskin, maka kayanya kamu disebut anak orang miskin. Persoalan nentuin kamu lahir dari siapa ga banyak bisa diikut campurin oleh kamu. Katanya itu ditentuin oleh tuhan.

Yah berhubung saya juga bukan ahli pertuhanan saya ga banyak usul. Mungkin bisa aja kalo minta sungguh-sungguh tiap detik orangtua kamu berubah. Mungkin aja kamu lalu hilang ingatan, en tiba-tiba nemu kalo orangtua kamu sekejap mata dah berubah. Persoalannya kalo hilang ingatan berarti lupa juga dong sebelumnya minta-minta ma tuhan (dikasih sample alternatif yang kalo kita lupa ingatan aja ya - ga yang kalo kita ingat) - en sebagai alhasil maka persoalan nasib yang ga bisa diubah ini tetap kan?

Kalo yang bisa diubah mah lebih gampang mikirnya: kalo ga makan siang maka malam agak lapar. Mangkanya bisa milih supaya ga lapar di depan kita makan siang ini. Terus misal kalo mau naik kelas maka erat hubungannya dengan rajin belajar. Ini "agak" bisa diubah menurut saya.

Lalu gimana halnya dengan dunia abu-abu nya? Yaitu dunia yang ga jelas antara bisa diubah atau engga. Kalo di film hantu mah ini dunia Limbo :)

Masalah bisa diubah atau ga bisa diubah benernya masalah probabilitas atau kemungkinan. Semakin besar kemungkinannya sukses maka makin mendekati "bisa diubah". Kalau semakin kecil kemungkinannya, makin mendekati 0 maka "semakin tidak bisa diubah".

Contoh gini Bu, Pak: kalo anak walaupun sudah belajar rajin sekalipun, pinter sakti mandraguna kalo kemudian pas ulangan kertas ulangannya keselip dan ga diperiksa bisa ga naiklah dia. Atau misal kita ga makan siang tapi kebetulan makan pagi kita banyak banget maka bisa aja sampe malam kita ga terlalu lapar.

Cuma kemungkinan-kemungkinan aja Pak, Bu! Ga lain daripada itu. Bahkan mengenai perubahan orang tua yang saya sebut di awal cerita juga ga lain cuma kemungkinan yang probabilitasnya sangat kecil, namun tetap kemungkinan. Cuci otak, penghilangan identitas juga mungkin aja kok... liat aja film "Bourn Identity" tuh, atau Matrix.

Intinya saya cuma mau bilang, apa yang kita prepare - apapun itu, tetap selalu ada kemungkinan-kemungkinan lain bagi hasilnya. Baik atau buruk, atau yang abu-abu. Yang bisa kita lakukan cuma bisa melakukan prepare yang baik dengan kapasitas kita, tapi sekali lagi banyak faktor yang sering tidak kita perhitungkan, atau malas kita perhitungkan dan mengubah hasil akhir...

Jadi selain berusaha kita juga harus rendah hati tuh, dan menolong orang lain yang lagi kena kemungkinan negatif. Namanya juga roda kehidupan, ada jurang derita dimana-mana.

Ga nyambung ya? Saya juga ngerasa ceritanya ga nyambung neh. Liat aja tuh saya kayanya nulis ga konsisten antara paragraf awal dan paragraf agak akhir-akhir... maka saya dapat juga digolongkan menjadi orang yang menulis berubah-ubah dengan probabilitas sedang (menurut saya).

Selasa, 10 Mei 2011

Bohwat

Bohwat: saya kaga tau arti sebenernya - cuma basa cina pasaran aja, basa anak Lawang Seketeng.

Kalo diterjemahkan secara bebas bisa berarti BT, ilfil (ilang feeling), ga mau urusan, udah terserah aja nasib iduplu, dll.

Nah saya ini lagi bohwat, ma yang namanya si Wawan, dan si Om SH soalnya rumah saya (benernya rumah pacar saya) yang dikerjain mereka berdua itu amburadul, ga kaya yang dijanjiin dan sebagai akibat dari kejadian-kejadian barusan yang menimpa rumah saya ini di Kayu Manis Residence II, saya bohwat ma mereka berdua. Untuk Mas Wawan bohwatnya saya tambahkan 50% nya lagi.

Gimana saya ga bohwat, wong baru ditempatin sebentar timbulah malapetaka ini:
- dinding belakang retak, fondasi belakang turun. Kalo kata tetangga, maybe tu fondasi cuma diinjek-injek aja pake kaki
- ga lama di suatu malam setelah sebelumnya bocor ngetes2 dan dah dibilangin ke Mas Wawan (dan katanya udah dibenerin, dah digeser gentengnya pak), bocorlah rumah dengan parah. Air mengucur ke tempat tidur, lantai kamar, kamar mandi kaya kerocokan air
- Tembok ngerembes aer, hasil dari ngebobok dinding, pipa air di ledeng yang ditanem ga dilem dengan baik

Bisa ga bayangin malem2 hujan, dan tiba2 air turun dari langit2 kamar dan kita kaya orang bego ngeliatin tu kamar luber? Atau pas liat makin lama dinding kamar makin retak ngegede - makin lama makin khawatir ngebedain ni kamar apa gara2 acian semennya jelek atau mang fondasinya turun? Mau runtuh kali ni rumah !!!

Dan kemudian tindakan dilakukan, setahap demi setahap - dari bikin coran besi tambahan buat tembok belakang, ngasih jaring-jaring di pipa air buangan di atap (karena katanya bocor karena sampah daun menyumbat lubang air), ngecat ulang dll. Tapi kita dah keburu bohwat duluan lah...

Maybe buat mereka itu sepele. Soalnya mereka ga keujanan dan springbednya ga kebahasan waktu ujan bocor. Atau terpaksa mindahin barang pas tembok dibobok ulang, dan lantai jadi kotor keinjek2 lagi (pembaca, rumahnya tipe kecil, penuh barang2 karena baru pindahan). Nah, begitulah sering yang kita rasakan penting tapi ga penting buat mereka-mereka ini.

Kenapa saya bohwat juga ma Om SH? Soalnya dia adalah developer. Walau si mandor yang salah tetep saya mempersalahkan si Om SH karena mandor gila ini kerja untuk dia. Yang merekrut dia.

Makin kesel karena si mandor ini, Wawan tetep dipekerjakan di proyeknya yang lain. Mungkin ga sebagai mandor utama lagi, tapi tetep dipekerjakan (mungkin bagian aduk semen kali ya - tapi intinya dia tetep berkedudukan sebagai mandor juga).

Hidup sering unfair. Saya tau si Om kena masalah penyakit saluran kencing dll, sehingga ga bisa mengawasi mandor gilanya ini - soalnya seringkali dia pengobatan ke Jakarta. Juga si mandor kayanya banyak proyek, banyak kerjaan gagal, atau tukangnya dia salah ambil. Tapi ini info lho... si mandor juga di komplain ma orang lain, penghuni Kayu Manis Residence I dan II. Nah artinya jangan2 ini dah jadi kebiasaan si Wawan.

Plus akhirnya dia menyatakan akan buat pagar rumah bila dibayar 20 juta. Gila ga, kalo ada rumah 85 juta, pagerannya 20 juta itu namanya apa ya? SGM kali (sinting gila miring).

Berpikiran positif dengan bohwat, kalo si Wawan lagi banyak utang, kerjaan banyak gagal di proyek jadi perlu nambel n mata duitan. Anak istrinya butuh duit, anaknya sakit, dimarahin ma Om SH sampe malu dihadapan anak buahnya. Abis kena penyakit gatel2 kulit, listrik dicabut ma PLN.

Ya kalo udah begini kita berpikir dengan bohwat aja deh... Bohwat gw ma elo.

Senin, 02 Mei 2011

Kepala Nyut-Nyutan

Makan sampe nyut-nyutan kepala? Itu namanya dapet berkat atau kutukan dari atas... Pernah ga makan sesuatu yang enak sampe-sampe lidah rasanya nyesep gitu? Nah kemaren-kemaren (well lupa exactly kapan itu) saya lagi kelaparan dan sehubung yang dimakan itu enak banget (menurut saya), rasanya lidah serasa menari dan sel-sel motorik mengirimkan impuls kenikmatan ke kepala.

Sampe kepala nyut-nyutan. Bukan karena geger otak ringan gara-gara jatoh dari sepeda, tapi karena secara tiba-tiba rumusan kimia di kepala diubah ma mie ayam nikmat.

Pernah juga kepala nyut-nyutan gara-gara makan nasi gudeg pagi-pagi di Stasiun Gondangdia. Pas lidah mengatur posisi telor gudeg yang coklat, en mulut mengunyah nasi campur krecek dan nangka, terciptalah keajaiban duniawi, dimana sel-sel otak bertambah sehat, sumringah, berkembang dengan baik dan sejahtera akibat mix makanan surgawi tersebut.

Gudeg sorgawi Gondangdia, penyebab kepala nyut-nyutan
Jadi lihatlah, betapa tidak berdayanya saya - tidak bisa menghindar dari hal duniawi - apalagi kalo lagi laper... makin tinggi utilitas marginal dari makanannya.

Pernah juga saya nyut-nyutan gara-gara minum air teh hangat pahit saat sedang haus karena berjalan 3 jam di pantai tanpa air. Memang sial benar nasib tubuh ini, tidak bisa diatur dan semaunya menentukan yang enak dan tidak enak. Salah siapa kalo begini?