Rabu, 19 April 2017

Melaka 3: Game of Throne-nya Melaka


Melaka... di kota ini ada beberapa nama orang yang terkenal, dan kadang dipakai sebagai nama jalan.

Dulu saya senang membaca buku cerita 3 warna, yang seukuran A5. Dari sekian banyak yang saya baca,  ada 1 buku yang berkaitan dengan Melaka. Hang Tuah adalah salah satu judul bukunya, yang juga menjadi nama seorang pahlawan Melayu. Dikisahkan Hang Tuah bersama 4 kawannya: Hang Jebat, Hang Lekiu, Hang Lekir, dan Hang Kesturi bertualang melawan perompak dan menunaikan perintah Sultan.

Di Indonesia, Hang Tuah juga merupakan salah seorang pahlawan, dan namanya dipakai jadi nama kapal kalau ga salah. Selain Hang Tuah ada beberapa nama lagi yang mungkin dikenal di Malaysia dan Indonesia...

Kita perlu menilik sampai beberapa ratus tahun yang lalu saat tidak ada negara Indonesia dan tidak ada negara Malaysia untuk mengenal sejarah mereka...

Sejak mau pergi ke Melaka belajarlah saya lagi sejarah-sejarahnya, minimal dari wikipedia dan tripadvisor. Lalu saya temukan kalau di tahun 1400an, pelarian dari Kerajaan Sriwijaya, Palembang (berlokasi di Sumatera) bernama Parameswara lah yang menemukan Melaka. Lari dari serangan kerajaan-kerajaan yang barangkali dulu bertekuk lutut di hadapannya, ia menghindar dari kehancuran terutama dari serangan Majapahit yang juga sudah mau pudar pamornya.

Dulu agak sulit dibedakan ya pastinya yang disebut sebagai bagian Indonesia. Lah Indonesia nya belum ada. Yang ada hanyalah wilayah-wilayah kekuasaan dengan garis imajiner yang bisa membesar, mengecil atau musnah berdasarkan waktu. Ga ngerti juga menganggap Melaka ini sebagai apa... kita kayanya harus memandang dia sebagai kerajaan yang berdiri sendiri ya, bukan bagian Malaysia, bukan bagian Indonesia.

Arah ke Makam Hang Jebat, Kuil Cheng Ho, dll di Melaka
Rupanya Hang Tuah dkk ini membuat bangga juga orang-orang, masyarakat yang tinggal di pesisir timur Sumatera. Namanya pasti harum karena dianggap berjasa melawan para perompak yang memang banyak banget di jaman itu. Ia seorang laksamana yang katanya jago silat dan dengan loyalitas yang sangat tinggi pada pimpinannya, seorang Sultan. Loyalitasnya ini berlawanan dengan Hang Jebat yang berprinsip sultan yang baik dilayani, sultan yang tidak baik dilawan, sehingga akhirnya Hang Tuah membunuh sahabatnya sendiri Hang Jebat, yang justru awalnya memberontak karena membela Hang Tuah.

Ceritanya adalah Hang Tuah dituduh Sultannya punya hubungan dengan salah seorang dayang, lalu Sultan memvonis mati Hang Tuah tanpa pengadilan. Hang Jebat yang marah lalu memberontak, sampai akhirnya Bendahara istana, yang menyembunyikan Hang Tuah dari vonis mati memberitahukan Sultan bahwa Hang Tuah belum mati. Hang Tuah diampuni Sultan agar bisa melawan Hang Jebat. Hang Tuah lalu bertempur dengan Hang Jebat atas perintah sultan. Hang Jebat dapat dikalahkan dan mati di tangan sahabatnya sendiri.

Buat makin kacau ceritanya, anak Hang Jebat yang divonis mati juga oleh Sultan diselamatkan oleh Hang Tuah dan dibesarkan di Singapura.

Ancur banget ceritanya, maap. Kaya bagian dari film Game of Throne. Ga tau deh mo ngomong apa tentang Hang Tuah ini, apakah pahlawan, atau orang yang ga punya pikiran sendiri. Tapi walau saya setiap kali mikir cerita ini jadi pusing, tetap Hang Tuah nama besarnya hidup di Sumatera, Kalimantan Utara dan Semenanjung Malaya. Hang Jebat juga tetap dihormati namanya, sama seperti Hang Kesturi, Hang Lekir dan Hang Lekiu.

Balik lagi. Rupanya memang beberapa nama bisa dikenal, dihormati dengan lintas negara, lintas pulau, sementara nama lain tidak.

Di Melaka ini, nama yang lain yang dikenal orang kali ini mungkin lebih besar lagi ya adalah Laksamana Cheng Ho. Rasanya malah lebih dikenal daripada Kaisar Xuan De sendiri di Cina, kalau bagi masyarakat di Vietnam, Indonesia, Malaysia, Arab, Afrika Timur dan mungkin India, Srilanka.
Laksamana Cheng Ho ini diutus beberapa kali oleh Kaisar Dinasti Ming untuk menunjukkan kebesaran Kekaisaran Cina. Sekitar tahun 1405 an, Cheng Ho meluncur menggunakan kapal-kapal yang sangat besar, terdiri dari kapal-kapal induk, kapal perbekalan, kapal perang, kapal untuk membawa hadiah dan lain-lain dengan 27 ribu orang. Tugas Cheng Ho adalah melihat, apakah ada kerajaan lain yang lebih besar dari Cina. Setelah 7 ekspedisi selama 28 tahun, ia melapor... tidak ada yang lebih besar dari Cina.

Well, maybe kalo ada yang lebih besar kasian ya nasibnya, mungkin waktu itu akan memancing Cina melakukan penyerangan.

Salah satu yang sial adalah Chen Zuyi, bajak laut yang mangkal di sekitar Palembang. Cheng Ho menumpas sarang bajak laut tersebut. 5000 orang bajak laut dan kalo ga salah lebih dari 10 kapal bajak laut tenggelam .  Ya iyalah, si Cheng Ho bawa armada segambreng yang saya jadi bingung juga ya gimana kalo orang segambreng ini berlabuh... gimana nyiapin makannya? Berarti doi manajemennya lebih bagus dari resto D’Cost ya (rasa bintang lima harga kaki lima)?

Di Melaka, Cheng Ho sangat dikenal dan dibuat museumnya. Saya ga masuk karena telat udah kesorean tapi karena udah belajar sejarah ya ok lah, ga usah masuk gapapa. Melaka merupakan persinggahan yang berkali-kali dilalui Cheng Ho.

Siapa lagi yang terkenal di sana? Mungkin kamu pernah juga baca di buku pelajaran SMP Alfonso D’ Albuquerque ya...? Doi penjelajah Portugis dan penakluk Goa, India. Setelah menaklukan Goa ia berlayar ke Melaka, atas perintah Raja Portugis dan dengan sedikit orang ia menaklukan Melaka (1511) yang walau katanya dipertahankan oleh 20 ribu orang, tapi tidak efektif dalam persenjataan dan tentara.

Dalam peperangan ini Portugis hanya kehilangan 28 orang dari katanya 400 an orang yang menyerang, dan harta Kesultanan Melaka dijarah. Beberapa komunitas yang mendukung kependudukan Portugis karena adanya perjanjian sebelum serangan diselamatkan. Karena negosiasinya yang berhasil dengan Kerajaan Siam, orang-orang Jawa sebagai pensuplai beras dan masyarakat India yang tinggal di Melaka, kota ini berhasil dipertahankan oleh Portugis sampai dikuasai oleh Belanda tahun 1641.

Benteng A Famosa, awalnya dibangun oleh Portugis
Gimana nasib Sultan Mahmud Shah yang dikalahkan? Doi mundur ke hutan beberapa lamanya sampai akhirnya terdesak lalu pindah ke Bintan. Kemudian ia akhirnya dikalahkan di Pulau Bintan. Anaknya, dan menantunya (Sultan Pahang salah satunya kalau ga salah) memilih bersikap pragmatis dan lalu membuka hubungan dengan Portugis.

Kalo kamu sempat nongkrong di Melaka, kunjungilah A Famosa sebuah sisa benteng dari Portugis, Belanda dan Inggris. 

Franciscus Xaverius, penyebar agama Katolik juga sempat di Malaka beberapa bulan pada tahun yang berlainan 1545, 1546 dan 1549. Saya sempat lihat makamnya di Gereja St Paul, Melaka yang penuh dengan uang logam yang dilemparkan pengunjung. Sebuah kerangkeng dipasang untuk mencegah anak-anak menkait uang receh tersebut. Tubuhnya lalu dipindah ke Goa, India. Uniknya, tubuhnya ini tidak membusuk setelah mati, namun kata tour guide... kalau sekarang sudah tidak dipamerkan lagi kepada umum karena tubuhnya mulai menciut.

Bekas kubur Franciscus Xaverius, penyebar agama Katolik di Asia Tenggara dan India
Hmmm... banyak juga ya yang bisa diceritakan tentang hikayat Melaka. Mandi dulu ah... sambung lagi nanti kalau lagi ada waktu.

Stadhuys, pusat pemerintahan Belanda setelah Portugis kalah

Sumber: wikipedia, tripadvisor, ingetan masa lalu dari buku cerita 3 warna dan penjelasan tour guide di Melaka


Cerita lain:








Minggu, 16 April 2017

Melaka 2: Kota Berjubel Wisata Sejarah dan Budaya



Melaka, menurut istri saya adalah kota dengan tempat wisata bejubel. Kata istri saya, tinggal tempel aja plang museum di bangunan tua, jadilah tempat itu obyek wisata baru. Memang cukup dipahami ya ia berkata begitu sebab memang tempat wisata di Melaka ini banyak banget dan letaknya berdekatan. Waktu saya search lokasi di wikipedia, memang banyak dan sempat bingung juga tapi saat sudah sampai di Melaka lalu melangkah kaki sedikit kok nemu yang disebutkan, deket banget yah? Usaha pemerintah setempat menjadikannya kota wisata patut diapresiasi karena semua jadi well managed. Di plangnya juga tertulis: don't mess with Melaka... katanya sih dulu walikotanya yang lulusan suatu univeristas di luar negeri keingetan terus ma slogan kota itu, sehingga memakainya di Melaka sini...

Berkeliling Melaka, bisa dibantu oleh guide (free) agar bisa sambil belajar sejarahnya

Bekas reruntuhan di Gereja, Bukit St Paul
Di kota ini, obyek wisata memang banyak dan umumnya terletak berdekatan. Letak Bukit St Paul, Muzium Rakyat, Christ Church Melaka, Stadthuys, bekas gerbang jaga A Famosa, dll letaknya: you can’t miss it. Itu kaya kita puter-puter kompleks TNI aja ya... Bahkan Museum Baba Nyonya yang letaknya agak jauhan dikit benernya masih dalam kompleks yang sama. Kalau dibanding jalan di lokasi lain, semisal di Yogya, lokasi wisata di Melaka sangat berdekatan pada umumnya, dan perjalanan dari satu lokasi ke lokasi lainnya mengasyikan.

Kamu tau nga kalo Melaka ini katanya didirikan oleh yang namanya Parameswara, raja Sriwijaya dari Palembang sekitar tahun 1400an? Ya, menjelang kehancuran Sriwijaya, doi mengungsi menghindari pengejaran. Katanya sih dia menentukan lokasi Melaka karena terinspirasi ada seekor kancil yang bisa mengelabui mengalahkan anjing-anjing yang dibawa raja. Tahun 1511 Alfonso de Albuquerque (sering denger pasti di buku sejarah SMP) menaklukan Melaka dan berpindah ke Belanda tahun 1641. Belanda lebih seneng Jakarta sebagai pusat penjajahan so dioperlah Melaka ke Inggris tahun 1824. Mantap, kaya buku sekolah aja ya kota diwarisin kaya begini?

Supaya bisa merasakan dan mendalami atmosfer Melaka saya menyarankan waktu minimal 2 malam. Saya rasa sudah semuanya terjelajahi dan dengan pengulangan pada lokasi-lokasi tertentu yang berkesan pada hati kita masing-masing. Ada tulisan yang menyarankan perjalanan 1 hari untuk menikmati Melaka, saya rasa ini naif ya. Masa ngeliat kota penuh sejarah ini cuma kaya nengok pisang kepok di pasar? Apa para turis ini ga pengen ya misal memegang dan merasakan tembok kuno bangunan di Bukit St Paul, atau merasakan malam hari di pinggir kanal, ditiup angin pantai sambil ngaso abis jalan nyari suvenir di mall Dataran Pahlawan?

Namun demikian dengan kesiapan kota ini menata lokasi wisatanya, becak berwarna-warni yang lalu lalang di jalan, serta perahu yang lewat di kanal di malam hari, di banyak spot di kota ini saya merasakan agak "pusing" ya? Sebab bagi saya kota ini terlalu sibuk. Ia “beristirahat” misalnya hanya pada saat saya dan istri berjalan-jalan pulang di jam 10 malam. Hanya di sekitar pukul 10 malam saya bisa melihat bahwa para turis mulai sepi berkumpul di sekitar air mancur di pusat wisata. Pada icon kota dengan tulisan I Love Melaka, saya masih bisa melihat beberapa orang berfoto dengan latar belakang icon tersebut.

Laksa, salah satu masakan Baba Nyonya (sebutan bagi Cina Peranakan)

Bagian depan dari Museum Baba Nyonya
Dari banyak lokasi wisata di sana, Museum Baba Nyonya yang mendapatkan peringkat teratas sebagai atraksi di Trip Advisor sangat menarik buat saya. Museum ini sebenarnya tidaklah besar, malah lebih besar Tjong A Fie Mansion, Istana Maimun di Medan. Namun dengan guide yang sangat fasih menerangkan, touring ini menjadi sangat berharga. Ia menerangkan dari arti penggunaan warna cangkir di perjamuan, sampai ukiran indah di tangga kuno yang katanya bisa jadi satu-satunya di Malaysia saat ini. Sayang, kecuali bagian depan dan di akhir perjalanan, keadaan di dalam bangunan tidak boleh dipotret karena tidak diijinkan.

Tarif masuk museum 16 ringit (setara sekitar 50 rb rupiah) dan seorang guide, pada jam yang ditentukan akan memandu kita menjelajah rumah peninggalan orang paling kaya di Melaka pada masanya ini. Bagi yang menunggu dipandu, bisa juga duduk di restoran Baba Nyonya (Cafe 1511) yang masih jadi satu dengan museum, memesan laksa, lumpia dan popia (springroll) nya yang enak dengan harga yang bersahabat (worthed lah pokoknya). Buat minuman boleh pesan es jeruk lemon yang segar.

Bermain tro, di pinggir jalan
Berjalan siang-sore hari di sekitar Jonker Street (kawasan Pecinan), sekitar Museum kita bisa menemukan sejarah masuknya peradaban Cina dengan melihat gaya rumah-rumah yang rapi tersusun, jendela, lampion yang tergantung, serta ukiran dekor di ujung karpus atap rumah. Saya berpendapat, mungkin gayanya tidak dijumpai pada kota di Cina sekalipun, karena perpaduannya dengan budaya Melayu, India, Arab menjadikannya khas. Masjid Kampung Kling yang terletak tidak jauh dari Kuil Sri Poyatha dan Kuil Chen Hoon Teng menunjukkan keberagaman agama juga di daerah ini.

Untuk percampuran budaya juga bisa dilihat dari makanan di Melaka seperti laksa dengan mie, tauge, potongan bakso ikan (Cina), kuah kaya rempah (India). Makanan peranakan lainnya yang patut kamu coba adalah chicken rice ball yang dimakan dengan ayam kampung dengan campuran kecap asin. Harganya sekitar 20 ringit dan porsinya cukup untuk 2 orang.

Di Melaka, untuk soal makanan tidak usah takut tidak cocok. Yang muslim silahkan mampir ke restoran India. Masakan keling bisa anda santap dari nasi goreng gaya India, ayam goreng bumbu pedas, martabak telor, ikan goreng, dan lain-lain. Masakan Melayu juga bisa dicoba, sudah jelas ya kalau ia halal... hanya disini masakan melayunya agak kuat bumbunya. Untuk yang non Muslim bisa mencoba masakan cina... dari mie dengan suwiran daging babi, tersedia dari harga sekitar 6 ringit, sampai susu kacang kedelai yang dijual di pinggir jalan. Lumayan banget minumannya untuk bikin seger setelah jalan-jalan siang bolong di cuaca yang panas.

Di sepanjang pinggir kanal ini, terdapat lokasi berjalan kaki yang nyaman sekali
Ya memang, jalan-jalan di Melaka ini lumayan melelahkan kalau dilakukan di siang hari. Di bulan Maret, matahari muncul agak telat dibanding di Jakarta, atau Bogor. Jam 6 pagi, suasana masih gelap dan jam 8 malam, matahari baru tenggelam benar. Saya menyarankan agar pembaca jika mau memulai jalan, silahkan dimulai pukul 8 pagi, dimana suasana masih cukup segar. Kunjungi dulu lokasi-lokasi terbuka, setelahnya barulah jalan-jalan ke Pecinan, atau mall. Sore hari susurilah kanal sambil nongkrong di cafe sepinggir sungai, sambil menyantap masakan lezat atau minum kopi.


Walking trail sepanjang sungai
Benteng A Famosa





Cerita lain: