Rabu, 07 Februari 2018

Catatan Harian Komat Kamit Wonorejo



29 Jan 2018 22.30

Wonorejo, kalo denger namanya yang terbayang-bayang di kepala kita pasti sebuah kota, entah di mana di Jawa.

Untuk Wonorejo yang saya ingin ceritakan, lokasinya di Sumatera, dan sehubung dihuni oleh orang-orang yang rindu Jawa, maka dinamakanlah lokasi ini Wonorejo.

Pemandangan sore dari dekat Hotel Pesona tempat biasa nginep
Wonorejo, adalah sebuah korong (setingkat dusun) di Solok Selatan Sumatera Barat. Para pekerja di kebun teh Belanda dulu dibawa dari Jawa, dan setelah bertahun-tahun terisolasi maka mereka kemudian membuat sebuah pemukiman Jawa di daerah Minang ini. Tak jauh dari Wonorejo, ada lagi sebuah pemukiman Jawa yang jauh lebih luas dipanggil Bangunrejo.

Air Terjun Kupitan
Di Wonorejo inilah saya selama satu setengah tahun bolak-balik Bogor – Padang Aro (lokasi kantor konsorsium berada). Pagi biasanya saya berangkat jam 3 pagi, naik bis Damri, naik pesawat tiba di Padang dan disambung naik travel beberapa jam dan sampai Padang Aro sekitar jam 4 sore. Lalu biasanya ngantuk tapi ga bisa tidur. Syukur kalau tidak langsung memfasilitasi pertemuan masyarakat malam harinya (beberapa kali seperti itu, dan biasanya KO seminggu kemudian).

Balik lagi ke Wonorejo yang beberapa minggu lagi saya akan tinggalkan selamanya (sebab ini adalah daerah pendampingan di luar lokasi utama, yang hanya mungkin didatangi kalau didukung oleh proyek besar), saya merasa ini adalah daerah pendampingan yang paling berkesan yang saya datangi selama ini.  Lah padahal dibanding daerah pendampingan saya yang lebih lama, Wonorejo ini didatengin paling 2 bulan sekali dan hanya 3-7 hari saja.

Kenapa saya tertarik mendampingi Wonorejo ini mungkin karena ini adalah daerah yang menurut saya ramah, dan menyenangkan sekali melihat ibu2 yang hanya saya bekali dengan ilmu sedikit tapi lalu bisa dengan sukses mengembangkan Kelompok Bermain untuk anak-anak. Pemuda-pemudi yang bekerja di perkebunan teh, namun masih punya waktu ngobrol tentang ekowisata sampai malam. Biasanya saya setiap ke sini kerja habis-habisan sebab dengan waktu saya yang cuma 3-7 hari saja dan 2 hari di antaranya saya jalani di dalam mobil travel, betapa saya harus selalu putar otak agar pekerjaan saya efisien dan efektif 110%.

Mbah Mul yang pemalu dan masih jomblo :)
Setiap kali pergi ke sini, saya tidak bisa potret-potret bagus di antara dedaunan teh. Tidak pernah bisa saya berhenti lalu menghirup udara segar. Hampir selalu tidak ada waktu karena selalu terburu-buru: makan, menuju korong, mempersiapkan materi, berdiskusi internal, pindah dari satu kelompok ke kelompok lainnya.

Hanya di minggu terakhr ini saya begitu merasa kehilangan, dan sulit rasanya menyadari kalau dalam beberapa minggu saja saya mungkin tidak akan menginjakkan kaki lagi di sini, atau jika menginjakkan kaki pun rasanya pasti akan berbeda ya. Tidak seperti saat saya mendampingi.

Saya mengambil motor, lalu berhenti di pinggir kebun teh kali ini mengambil beberapa foto. Belum memuaskan tapi ini adalah pertama kalinya saya berhenti. Dulu sekali pernah, sewaktu pertama ke sini tapi tetap tidak sebebas jika kita berjalan-jalan. Ini adalah beda antara bekerja dan berjalan-jalan. 

Di dalam definisi wisata pada kuliah ekowisata yang saya ikuti di semester 3 ini dijelaskan kalau wisata adalah perjalanan non-kerja. Mungkin si penulis tahu bahwa saat kita bekerja, pikiran telah tertuju ke satu obyektif, mengingkari keberadaan obyek-obyek lain yang indah namun tidak dianggap penting oleh pikiran kita.

Di perjalanan sewaktu kegiatan REPLING
Pada bulan Januari 2017, saya pergi ke Wonorejo dengan tangan terbebat kain karena baru saja beberapa hari patah cuil di siku kanan (yang sampai sekarang setelah sembuh tidak pernah kembali normal). Saya pergi ke air terjun Baskom dengan berpegangan pada akar atau dengan tongkat, bersama para pemuda/i. Kadang nyeri menyengat, membuat lemas badan. Untung tidak terjatuh ke sungai dan membuat gara-gara tambahan.

Anak-anak, pemuda/i di Wonorejo di sini juga menyenangkan sekali. Mungkin karena saya datang sekali-kali ya, jadi mereka juga tidak sebal bosan melihat saya. Daya tangkap mereka cepat, dan beberapa orang cara berpikirnya cukup moderat. Mereka peduli pendidikan nampaknya, dicirikan dengan banyaknya anak-anak yang sekolah sampai SMA, bahkan kuliah.

Mereka saya sebut masuk kategori golongan progresif. Mungkin karena ini adalah komunitas pendatang ya, yang berniat menetap dan harus berjuang hidup tanpa bantuan dari tempat asalnya. Mungkin karena ada perasaan perlunya bersatu mempertahankan adat dan budaya asal, mungkin karena etos bekerja.

Dah malam,  teman saya Kang Azis dan Mbah Wiro sedang berdiskusi masalah turbin PLTMH yang katanya banyak perubahan dari rencana awal, yang jadi kasus aneh baru buat saya. PLTMH adalah main projectnya konsorsium kami. Kalau saya, urusannya adalah kelompok pemuda/i, ekowisata, kelompok perempuan. Mereka lagi bicara mengenai wan-pretasi proyek. Saya banyak belajar dari orang-orang ini. Mereka bagian dari anggota konsorsium, yang tugasnya berbeda-beda. Kadang kalau lagi pas, saya bisa bertemu dengan sebagian dari mereka. Engga tau kalo ditempatkan seruang dalam waktu yang lama akur atau engga ya, sebab selama ini jika bekerja, kami hanya berdekatan dalam waktu yang tidak lama.

Anak muda fasilitasi program REPLING
Proyek yang saya kerjakan di Wonorejo ini adalah proyek MCAI yang sudah dikenal akan keasal-asalannya  - merubah format laporan keuangan setiap bulan, hanya mencairkan dana bila persayaratannya yang super ruwet terpenuhi, sampai apapun yang dibangun perlu ada feasibility study (kebayang nga kalo mo buat kandang sapi juga diriset kelayakannya dari sisi sosial-lingkungan?). Saya melihat proyek MCAI ini adalah penjajahan buat para LSM di Indonesia. Persis, bahwa pelaksana harus benar-benar menurut sama si penjajah, kalau ga mau dananya ga diturunin. Nego masalah prinsip, cara kerja jaman old nya LSM, kebiasaan di masyarakat rada ga ngaruh ma funding ndableg ini, cuma dia ngasih gaji tinggi yang bisa di saving ma teman-teman LSM supaya lembaganya bisa idup lebih lama.

Tapi ada keuntungan lainnya juga kerja sama MCAI ini. Doi kayanya ga peduli masalah gede duit. Jadi saya bisa terbang ke Padang ini dengan mengorder Garuda 1 hari sebelumnya (kebayang nga kalo pake duit sendiri apa kelakuan ini kamu lakukan?). Doi juga buat saya bisa terima uang per diem gede (disumbang ke kantor, saya dapat per diem standard kantor), dan ketemu ma masyarakat yang tinggalnya jauh dari kantor kaya di Wonorejo ini.

Bang Warik, yg hobi terlarang miara burung
Di Wonorejo yang udaranya sejuk ini, ada Mbah Lasem yang sudah tua dan pernah mijit saya waktu saya masuk angin (dan patah lengan). Hadoh, si Mbah megang bagian bawah siku saya n langsung ngerenyed begitu kepegang. Mbah Lasem ini salah satu pendiri Korong (bukan Ngorong) Wonorejo dan bekerja dari sejak mudanya di perkebunan. Saya taksir umur Mbah Lasem antara 80 dan 90 tahun dan dikenal oleh masyarakat di Korong sebagai pemijat. Di masa mudanya tenaga Mbah Lasem untuk pijat sangat kuat. Kalau sekarang, low power consumption ibarat lampu led – lembut dan mantap.

Untuk kelompok pemuda/i, di sini ada Ketuanya Yasiman yang saya jelaskan di atas – pemuda harapan bangsa (Korong). Doi katanya dari remaja sudah ikut kumpul dengan orang-orang tua kalau pertemuan, dan menjadi bijak secara lebih cepat di usianya.  Ia dihormati kaum muda dan juga oleh orang tua yang mungkin beda umur 20-30 tahun di atasnya. Keren Yasiman ini. Sudah dipastikan akan jadi Kepala Jorong (Desa) beberapa tahun ke depan.

Belajar belajar dan belajar
Untuk geng cewek, ada anak-anak SMA yang menjuluki diri mereka cewek ganteng: mungkin karena suka naik motor trail, punya ortu mereka yang kerja di perkebunan teh. Suka panjat dinding, dan mereka menyenangkan sekali. Saya pernah main kartu Alkisah dengan mereka, dan menyenangkan soalnya kayanya jarang yang bawa mainan aneh2 ke sini ya?

Lainnya, dengan bapak-bapak selain tokoh PLTMH Pak Eliono yang ramah, Pak Kirman yang tokoh masyarakat banget, Pak Pomo yang doyan ngebibit, Lek Sago tokoh pemuda yang ga muda, Pak Tri (naik pangkat dari Kepala Korong, ke Kepala Jorong), lainnya saya ga begitu hapal. Maklum agak lebih jarang fasilitasin bapak2 ini.

Ada juga CV Prowater pimpinan Pak John yang kecil orangnya gede rumahnya. Pak Sentanu yang ahli hidrologi en lulusan ITB tahun jadul (kebayang harga kalo konsultansi ke dia). Lalu ada Bang Warik dulu, CO kami yang ndableg selalu bangun siang kena insomnia akut yang kerjaannya beli barang Deuter tapi suka ngutang lama/ga bayar.

Pusing belajar melulu
Saya berusaha menulis nama-nama mereka agar tidak hilang saat pikiran saya sudah melayang-layang ke lain tempat. Yang jelas saya sekarang ini walau nanti sore akan ke Wonorejo, sudah rindu Wonorejo dan kebayang kalau dah ga kesini lagi.

Ok baiklah. Saya nikmati saja semuanya.

30 Jan 2018 21.43

Nongkrong di COK (semacam rumah tempat kumpul) sambil tidur2an di tiker, di samping Kang Azis yang lagi ngorok. Sambil dengerin lagunya Exists – Mencari Alasan. Bapak-bapak petani kopinya pada ga datang satu pun. You know what... penyebabnya adalah karena listriknya baru dinyalain ma PLTMH setelah sekitar 3-4 bulanan gelap gulita di kampung. So maybe saking hepi nya, bapak-bapak ini langsung kelupaan kalo kita akan ada pertemuan malem ini.

Geng Ibu2 yang suka heboh
Saya pasrah aja. Lah kalo saya maksain datengin pintu satu2 apa ga pada pundung itu bapak (dan ibunya) yang sedang bergembira ma anak mereka, bisa nonton TV lagi? Lagian saya mo fasiitasin para petani kopi ini tentu saja perlu juga cari cara lain... perlu bisa silat menyerang dan berkelit, ga melakukan pemaksaan yang hasilnya cepat tapi hambar.

31 Jan 2018  18.00

Mo kumpul koperasi, eh tiba2 dibatalkan dan dipindah ke Jumat malam. Kalo kali ini karena masyarakat Wonorejo mau mengadakan sholat gerhana (si bulan lagi gede banget, kata Mbah Wiro gerhana bulan kaya begini terjadi 150 tahun sekali). Apalah saya yang usianya ga selama si Gerhana Bulan Great White ini... so harus dipahami dengan tulus. Silat jurus mundur dulu. Mungkin ga sih btw kalo si bulan super ini membuat beberapa orang jadi Werewolf (like in the movie?).

Kumpul sama Ibu2 Petani buat memperkaya jenis tanaman yang ditanam
Ok, kita manfaatkan waktu dengan buat TOR kegiatan yang kemarin sebelum pergi belom sempet diperbaiki.