Kamis, 29 Maret 2012

Itung-itungan BBM Nenek Moyang


Ini Maret 2012, gonjang-ganjing, demo, debat mengenai haruskah harga BBM naik. Analisis Kwik Kian Gie, harga BBM tidak harus naik. Analisis ekonom pemerintah kekeuh bilang harus naik.

Saya pengikut Pak Kwik, bukan karena sama-sama Cina, melainkan karena logika. Walau saya tahu kemarukan kelompok yang menguasai pemerintahan melakukan logikanya sendiri. Ngebodo-bodoin orang sampe kirim-kirim pesan melalui BBM, mencoba meyakinkan orang agar mendukung kenaikan harga BBM.

Mengapa saya menentang harga minyak naik? Saya mencoba menyarikannya dari persepsi saya yang sederhana.

Data yang ingin DIBANTAH:
1). Harga BBM harus naik, karena harga minyak dunia tinggi.  Sehingga subsidi dari APBN naik, membuat APBN jebol
2). Harga BBM harus naik, karena harga BBM di negeri tetangga lebih mahal dibanding Indonesia.

Premis:
1). Negara Indonesia adalah negara besar penghasil minyak mentah.
2). Untuk mengolah minyak mentah, ada pabrik pengolahannya. Indonesia punya, tapi tidak mampu mengolah seluruh minyak mentah yang dihasilkan. Indonesia mengirimkannya ke negara lain agar diolah.
3).  Konsumsi BBM (minyak yang sudah diolah) Indonesia saat ini lebih tinggi dibandingkan produksinya. So Indonesia mengimpor minyak mentah/bentuk olahannya (tergantung strategi yang mau dipilih).

Pengembangannya (kudu baca urutan):
1). Produsen yang menghasilkan barang dapat menentukan harga barang jualannya sendiri. Ia mengetahui ongkos produksi dasar yang dikeluarkan.
Semisal kamu menjual kopi, kamu tahu berapa harga pupuk yang dipakai, tenaga kerja, transport mengangkut dari kebun ke rumah, harga karung pengangkut, insektisida dan lain-lain. Dihitung. Lalu kamu pasti tahu berapa ongkos produksi dan harga jual dasar kopi mentah yang sesuai.
2). Kalau mau diolah. produsen juga tahu harga pengolahannya. Dan harga pengolahan cenderung tetap, atau berfluktuasi kecil saja.
Kopi itu akan dibawa ke pabrik diolah jadi bubuk kopi. Produsen akan diberi tahu dulu oleh pemilik pabrik kopi, berapa biaya pengeringan, pembuangan kulit, roasting (dipanggang) sampai dikemas (kalau mau sampai dikemas oleh si pemilik pabrik dengan plastik berlogo).
3). Maka produsen mengetahui harga akhir barang olahannya. Harga ini jelas-jelas-real-nyata. Kalau produsen mau untung menjual maka ia bisa menaikkan harga jual diatas harga produksi.
3). Kalau misal pengkonsumsi sangat banyak, sehingga barang olahan habis dan perlu tambahan maka produsen bisa membeli dari produsen lainnya (baik produk mentah lalu diolah di pabrik, atau dalam bentuk jadi).
Untuk kasus minyak, minyak mentah bisa dibeli oleh BUMN lalu diolah, atau memberi produk olahan yang sudah jadi.

Nah cuy, kalau kita ngebor minyak sendiri, lalu ngolah semuanya di Singapura (case kita males ngolahnya), kita (Indonesia) masih menentukan harga jual minyak olahan dengan semua variabel ongkos produksi yang diketahui. So harganya benar-benar kita ketahui sendiri, kita tentukan sendiri, kita pegang sendiri. Yang kita harus nego adalah harga minyak yang tidak kita produksi sendiri. 

Ilustrasi Gampang Lain (cuma sekedar ilustrasi ya):
Harga produksi minyak Rp 2000 / lt
Harga mengolahnya jadi bensin, biaya transport dll Rp 500 / lt
Maka harga basic bensin Rp 2500 / lt. Kalau jual diatas itu untung, misal Rp 4000 / lt maka untung Rp 1500/ lt

Nah ada lagi kebegoan luar biasa dari ekonom rakus. Katanya kita ngikutin harga minyak di dunia, dari New York – NYMEX.

Saya tanya: siapa yang suruh ngikutin HARGA SONOOO !

Nah elo produksi sendiri, ngolah bolehlah ma orang laen (tapi lu tau ongkosnya)  so lu juga lah yang nentuin harga jualnya sendiri? Masa ditentuin ma orang laen – emang dia siapa elo?

Yang perlu ngikutin harga minyak dunia barangkali adalah minyak yang tidak berasal dari bumi Indonesia. Itupun elo masih bisa nego ma negara tetangga toh cari yang murah (baik minyak mentah atau olahan)? Soalnya yg dijadikan patokan adalah harga minyak mentah kan? Ga semua harga BBM (olahan) di Dunia sama toh per liternya?

Logika ya, ilustrasi ke-2 sekarang soal subsidi:
Pisang lu ambil di kebon. Lu hargain Rp 2000 (lu dah itung pupuk, ongkos bawa, dll). Terus digorengin ma emak elo, nambah ongkos minyak ma ongkos emak lo goreng Rp 500.

Kalo lu jual Rp 4500 boleh ga? Boleh lah... wong pisang elo? Lu untung Rp 2000 kan luamayan banget?

Kalo lu jual Rp 6000 boleh ga? Boleh juga cuman kok jadi kemahalan ya? Untunglu gede pisan cuy!

Yang lebih parah tentang subsidi, adalah kalo mentang-mentang si Ujang di kampung sebelah jual Rp 6000 lu tetep kepengen jual segitu juga (walau rakyatlu dah tereak-tereak kemahalan, ga mampu beli) dan tau ga apa: elo minta duit ke emaklu supaya emaklu nalangin Rp 6000 (harga jual si Ujang di negeri tetangga) – Rp 4500  = Rp 1500 buat elo...

Jadi intinya, lu dah untung Rp 2000 (lu jual Rp 4500) terus dapet lagi Rp 1500 (dari emaklu) supaya lu bisa jual Rp 7000 (sebab lu sirik ma si Ujang yang jual seharga segitu di negeri seberang). Nah kebangetan ga?

Lu untung Rp 2000 aja dah OK. Sekarang lu mau untung Rp 3500,-

Lu pikir emang emaklu kaga keabisan duit apa buat beli beras kalo lu minta dia nalangin daganganlu? KEBANGETAN !

“...pengeluaran uang tunai untuk pemompaan minyak sampai ke atas muka bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi BBM (refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin (transporting), seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1 USD = Rp. 9.000, uang tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter premium sebesar Rp. 566“ (Kwinkwiangie.com, 30 Maret 2012)

Balik ke pemerintah.
Kalo bilang di negeri tetangga jual Rp 7000, itu urusan mereka, ga usah ikut-ikutan SIRIK pengen naek-naekin. Lah kalo mereka kan punya sumur sendiri, itungan produksi sendiri, pendapatan per kapita yang berbeda. Mau naek jadi Rp 20.000, ya ga perlu lah ikut-ikutan.

Kalau lalu khawatir ada penyelundupan ya tugas elooooo dong sebagai aparat negara yang mencegah penyelundupan di perbatasan? Lagian yang nyelundupin kongkalikong juga kan ma aparat negara? (jangan pura-pura ga tau).

Yang kita kudu lakuin:
- Bikin pabrik pengolahan minyak di Indonesia, so bener-bener elo mandiri. Harga ga dipermainin pasar.
- Mikir dong invest buat mendukung penggunaan teknologi terbaharukan (matahari, angin, ombak, panas bumi, biofuel, dll) kalo ngerasa minyak akan habis. Males banget seh?
- Berantas mafia minyak. Ni skema penaikan harga BBM jelas-jelas ada yang diuntungkan. Apa itu yang buat keputusan (dapat persekot), pengolah minyak, perusahaan minyak lokal dan asing, komisaris-komisaris minyak, atau negara asing neh? Gw jadi inget karya John Perkins, The Economic Hit Man neh...

Yang namanya bensin bukan pisang goreng. Masyarakat ga makan pisang goreng gapapa. Kalo ga pake bensin bisa ga jalan motornya, mobilnya. Bensin juga vital sebab kenaikannya memicu kenaikan harga lain. Memang sangkamu harga pisang goreng kaga naek apa kalo bensinnya naek?

Jangan kaya Bibit Waluyo Gubernur Jateng yang kaya cakil kalo ngomong, “Kan naeknya cuman seharga 1 batang rokok (Rp 1500)! Ga perlu dipikiran.” – lah bensin masa disamain ma rokok. Mau juga elo, Bibit disamain ma cakil.

Untuk liat negara-negara mana yang melakukan penetapan harga sendiri untuk minyak olahannya, dan buat itungan lebih detail (numerasi) silahkan cek ke blog Mr Kwik Kian Gie:  http://kwikkiangie.com/v1/2012/03/kontroversi-kenaikan-harga-bbm

Teori Membahas Alien

Halo guyyzzz.. wake up!

Ini saya punya pemikiran baru, saat maybe karena minum susu sapi yang lezat dan murni otak saya yang kadang suka malas jadi terbangun dan mau berpikir.

Guyz, teori ini tentang alien. Nah teori saya tidak berusaha menghilangkan kemungkinan teori alien lainnya. Just want to share karena minimal teori ini mudah dimengerti.

Bagaimana kalau di masa depan, yang namanya alien adalah ras manusia yang sudah berevolusi di alam semesta? Jadi ceritanya di masa depan, manusia sudah berhasil melakukan perjalanan jarak jauh di alam semesta dan punya teknologi yang maju yang bisa dipakai untuk mengkolonisasi planet-planet.

Homo sapiens aja adanya 150 ribu  tahun yang lalu, so apa susahnya seh membayangkan bahwa misal 150 ribu tahun lagi dari sekarang (dengan asumsi udah ada yang melakukan kolonisasi di hari ini di planet X) bahwa manusia yang naik roket antariksa dan mendarat di planet X lalu berevolusi jadi spesies lain? Masuk akal banget dong?

Belom lagi sodara kita yang migrasi tadi ngebawa kacang mede, kelinci anggora, ular phyton, dan semangka? Nah apa si spesies kacang mede dan ular phyton ga berevolusi juga sesuai habitatnya yang baru nun jauh disana?

Jadi nanti yang akan kita kenal sebagai spesies alien ya benernya temen-temen kita juga toh?

Bolehlah kamu menyanggah kalau kedua koloni itu misalnya masih berhubungan dan kawin mawin, cuma bagaimana kalau dari koloni kedua ini melakukan ekspedisi lagi menjadi koloni ketiga dan seterusnya makin menjauh? Apakah koloni ke sepuluh masih bisa kawin mawin dengan koloni pertama? Menurut Darwin seh kalau sudah tidak bisa kawin (anaknya mandul) berarti udah beda spesies tuh?

Belom lagi si kacang mede? Gimana tuh ceritaannya?

Jadi agak percaya ma teori saya kalau kehidupan di bumi pun asalnya adalah dari kehidupan lain di planet lain yang berevolusi...!

Senin, 05 Maret 2012

Kematian Tragis Arwana

Sial lagi sial lagi. Saya lagi sial karena ikan arwana kecil yang saya beli dimakan oleh tokek besar, penghuni celah atap di rumah saya.

Lah kok bisa? Kalau kamu tanya seperti itu akan saya jelaskan bahwa tokek adalah karnivora. Saya sering melihat tokek ini melahap kecoa-kecoa sebagai kudapan... dan berdasarkan cerita-cerita dan film dokumenter, saya juga menyaksikan bahwa ia juga bisa memakan tikus dan burung kecil. Jadi saya percaya ikan kecil juga santapan lezat, bukan masalah buatnya.

Beberapa menit setelah ikan itu hilang, saya teringat bahwa beberapa kali saya juga kehilangan ikan jenis cupang di kolam tersebut dengan misteriusnya. Sifat ikan cupang dan arwana adalah sama – sebagai perenang yang suka di permukaan sehingga terbuka kemungkinan diserang oleh makhluk permukaan.

Entahlah, mungkin juga ikan tersebut loncat ataupun ditangkap di air dengan rahang kuat sang tokek tidak jadi perdebatan karena intinya adalah si arwana dead and banished. Dan mengenai masalah rahang, saya sudah membuktikan bahwa sang tokek sanggup menggigit gagang sapu dengan kerasnya, so saya pikir satu gigitan sudah cukup untuk mencengkram ikan, kalau tidak langsung mematikannya...

Btw sebenarnya saya sedih dan cukup tegang saat menulis ini – jadi mohon dimaklumi ya kalo ngelantur? Bagaimana tidak, pertama anakan arwana Irian itu saya beli dengan uang yang cukup besar, Rp 125.000. Bagi saya uang sebesar itu tidaklah murah. Dan kedua, sedihnya - bisa dibilang arwana itu hanya sempat sejam bersama saya saat saya sudah pulang dari kantor. Di sore hari saat saya akan menengoknya kembali di kolam kecil, saya jumpai seekor tokek besar sedang dalam posisi agak bergelung di sudut kolam, agak dekat di arah air.

Sempat terpikir oleh saya untuk menangkap tokek itu, lalu dijual ke petshop. Lalu uangnya saya pakai untuk membeli anakan arwana lagi (oh my... kejamnya saya). Cuma pikir-pikir tidak tega selain saya berpikir juga kalau menangkapnya tidak mudah. Nah inilah yang menyebabkan tidak timbulnya kejahatan kelas teri ini: ada niat tapi tidak bertemu dengan kesempatan (sebab si tokek bisa manjat dinding, cepat larinya dan sembunyi di lubang kayu – sedang saya terlalu malas untuk berusaha dan ngorek-ngorek lubang atap).

Refleksi saya: hukum alam memang pasti. Tokek butuh makan, dan semuanya kalau direnungi hanyalah pelaksanaan hukum alam. Saya dapat digolongkan sebagai korban pada peristiwa ini, dan secara lebih spesifik saya dapat digolongkan sebagai korban tidak langsung. Korban langsungnya adalah sang arwana yang mungkin kalau tidak saya beli siang harinya masih berenang santai saat ini bersama sepupu dan saudara-saudaranya.

Usaha saya memanipulasi alam digagalkan. Alam berkata senang, karena hari ini bisa menyeimbangkan keadaan secara alami lagi. Tokek memang penguasa daratan (terutama dinding rumah saya).  Membuat bak dan memelihara ikan arwana yang berasal dari Irian adalah manipulasi (catatan penulis, kalau memanipulasi artinya membuat lingkungan buatan sehingga kemudian masukan-masukan baru dapat dengan mudah diterima oleh keadaan lingkungan yang sudah ada sebelumnya). 

Dan alam kali ini meminta agar saya bersabar, bekerja lebih keras dan mencari pekerjaan tambahan agar bisa menghasilkan uang, lalu kembali lagi membeli si arowana (ngarep.com).

Siapa tahu di lain kesempatan alam berkata agak serius kepada saya,”Dear Indra, baiklah karena kamu semangat sekali, saya perbolehkan kamu memanipulasi saya lagi. Sebagai tambahan, saya berkati kamu juga dengan keberuntungan sehingga ikan-ikanmu tumbuh pesat dan kuat.”

Jadi jutawan deh saya (soalnya kali ini melihara arowana super red).