Senin, 13 Juni 2011

Si DAAI TV

Kalau awal saya males nonton DAAI TV. Kalau sekarang juga masih, cuma dah rada mendingan.

Sebab saya malas nonton DAAI TV adalah karena sinetron-sinetronnya kaya drama TVRI jaman dulu – cuma aja kalo di DAAI kualitas sinematografinya dah agak lumayan. Kalo TVRI jadul abis kayanya (maybe siaran tahun 90 yang didaur ulang).

Di DAAI, Master Cheng Yen (dugaan saya yang pasti benar: tokoh Budha Tzu Chi yang membuat banyak pembaharuan via media) sering muncul, ngasih petuah di jeda-jeda yang biasanya diisi iklan waffer atau rokok kalau di saluran TV lain. Seringnya saya tidak memperhatikan instruksi dan doktrin Master Cheng Yen soalnya saya kurang suka dikuliahi dan diberitahu tanpa mengalami proses pembelajarannya.

Kenapa saya tidak suka menonton drama-drama kehidupan di DAAI TV agak terkurangi tadi siang. Secara kebetulan di saluran lain acara tidak ada yang bagus. Kalau tidak berita kaburnya Mr Nazarudin bendahara Partai Demokrat ke Singapura karena penyakit cacingan akut, yang ada adalah film kartun baru yang saya tidak suka.

Drama atau sinetronnya tidak menarik karena tidak bombastis, seperti Rambo yang membantai orang-orang Vietnam dengan senapan mesin (btw saya pernah mengunjungi War Remnant Museum di Saigon dan persepsi pembantaian ini berubah 140° setelah saya berkeliling museum itu. Saya jadi agak benci ma Rambo2an jadinya) ;  atau film ngebut-ngebutan ala Fast and Furious dengan mobil yang biasanya saya desain lewat game PC. Sinetron DAAI termasuk kategori lebai karena pakaian para pemainnya sama seperti yang saya kenakan sehari-hari.

Lokasi toko tempat shootingnya menyedihkan – sama seperti toko teman saya yang gudangnya gelap dan sesak, lantai semen ala Pasar Anyar dan penerangan lampu kuning 5-25 watt yang ga hemat energi. Rumah, apartemennya sesak dan sempit seperti yang saya jumpai di ruko daerah Glodog.

Saya yakin sebagian besar pemirsa berperasaan sama dengan saya, prihatin dengan Stasiun TV yang satu ini. Sebagian kecil sekaligus bangga. Lah kenapa bangga ya?

Iya Bung, disela-sela keprihatinan ini terbentuk juga rasa bangga, dan rasa bangga itu rasanya membesar tatkala saya tidak sengaja menonton sinetronnya secara kepepet dan terpaksa. Dan membuat saya berjanji akan menonton lagi.

Yang diceritakan yang membuat saya berjanji akan menonton lagi adalah cerita mengenai sebuah keluarga, pemilik toko onderdil mobil (mana ada sinetron Indonesia yang tokoh utamanya penjual kanvas rem dan oli mesin?). Nah ceritanya juga berkisar tentang si suami yang suka hiking, dan di lain pihak gara-gara suka negosiasi bisnis atau kongkow bersama temannya jadi ikutan mabuk. Istrinya yang lurus, penjaga toko onderdil suka marah kalau suaminya pulang pagi. Cuma marahnya juga intelek ya... boro-boro kaya akting Minati Atmanegara yang matanya mendelik sambil bibirnya yang pake gincu merah nyinyir – plus bedak muka tebal di sinetron Punjabi Brother...

Real amat ceritanya? Wah wah wah... sebagai penganut dunia ke LSM an cerita begini nyata benar terjadi di kehidupan. Saya merasa agak tersentuh merasa diperlihatkan dunia real. Tidak ada hitam dan putih – yang ada adalah gradasi abu-abu: lebih gelap atau lebih terang.

Stop cerita detail si penjual kanvas rem. Intinya yang ingin saya katakan adalah sebaiknya di hati kita tetap sisipkan sebuah celah kecil yang tetap siap menerima sebuah harapan dan semangat untuk berjuang. Mimpi dan cinta. Tetap sisipkan celah untuk sebuah kerinduan menjadi lebih baik. Buktinya saya: di saat yang tepat karena kehabisan tontonan akhirnya saya tercerahkan oleh kegigihan DAAI menyajikan drama-drama "ga bermutu" nya (menurut versi Hollywood dikategorikan ga mutu, kalo menurut saya yang tercerahkan justru masuk kategori bermutu).

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada DAAI TV. Dengan ceritanya yang lebay dan alay saya agak-agak lebih baik dan terang isi kepala dan hatinya.

Sebal hati saya, akibat salah satu penyumbang DAAI TV adalah PT Kawan Lama (tempat saya bekerja dulu dan dipecat dengan tidak adil) agak terobati. Seperti yang diceritakan di sinetron DAAI, tidak ada hitam atau putih. Yang ada adalah gradasi abu-abu. Begitulah hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar