Senin, 11 Juni 2012

Jendral Mao (Shanghai 5)


Rasanya Mr Mao Zedong masih hidup dan memimpin Cina.

Itu kesimpulan saya selama di Shanghai, sebab memang pengaruhnya masih sangat kuat dan seakan-akan beliau masih hidup karena pengkultusan yang dilakukan orang Cina terhadap tokoh yang satu ini. Sebenarnya pengkultusan inilah penyebab rohnya tetap mendiami tanah Cina. Kaga terbang-terbang ke langit.

Mr. Mao
Mao Zedong atau Mao Ce Tung kata si papi adalah peletak dasar negara Cina komunis. Ciang Kai Sek, Jenderal lainnya adalah peletak dasar negara Cina republik (kalah, lalu menyeberang ke Pulau Formosa atau Taiwan dan selalu diklaim sebagai propinsi pemberontak sampai sekarang).

Kalau sempat jalan-jalan ke pasar, bisa kita temukan buku merah Mao dijual kepada turis-turis, baik yang berbahasa Cina maupun Inggris atau Perancis. Poster-poster lama meghiasi toko dan rumah makan di pinggir jalan, dan dalam training nampak bahwa paham-paham yang ditanamkan oleh sang pemimpin masih mendominasi kehidupan sehari-hari.

Saya berbicara dengan Robert Steele, mentor training saya... apakah ia satisfied dengan seminar yang ia adakan di Shanghai ini (mengenai sustainable development)?

Dan ia menjawab “I am not satisfied with this training.” Ia menjawab bahwa ketidakpuasannya juga bisa dilihat dari bagaimana peserta menghargai training ini, dari keterlambatan peserta, para pengajar yang tidak setiap saat ada di tempat sehingga tidak bisa memancing diskusi - tanya jawab, pengaturan waktu serta penggunaan metode satu arah yang “Chinnese typical.”

Saya mengusulkan kepada Robert jika saja bisa bahwa para pengajar “dibriefing” dulu lain kali sebelum memberikan presentasi sehingga lebih baik, namun Robert menjawab bahwa itu sudah ia lakukan dan mereka kembali ke kebiasaan awal, selalu.

Chinnese typical, artinya bisa saya simpulkan adalah keras kepala dan propaganda – menunjukkan yang terbaik dan kurang mengakui kekurangan Lebih bersifat satu arah. Chen Pu peserta Cina selalu menggunakan kata propaganda dibanding kata kampanye saat melakukan sosialisasi kepada masyarakat, begitu lapor Asyira peserta Malaysia kepada saya saat kami membicarakan bahwa saya mendapati bahwa nampak masyarakat / negara yang bangga terhadap dirinya ini sangat bersatu di berbagai hal - membahas penggunaan kata propaganda.

Saya juga terkagum-kagum saat mendengar dari training bahwa kota ini mampu merontokkan berkilometer jalan layang, menghancurkannya demi menata kota sehingga mendapatkan kembali daerah yang tenang dan indah - demi penataan kota yang baik. Jauh berbeda dengan negara saya, Indonesia yang tidak mungkin menata ulang apa yang sudah dikerjakan. Jembatan layang berseliweran, rel kereta yang tidak pernah bertambah, jalur monorel yang batu-batunya menganggur bertahun-tahun terbengkalai, galian kabel yang tidak ditutup sampai dipepet metromini sudah saya anggap makanan sehat bagi orang Jakarta. 

Jangankan menata kota, dengan menghancurkan yang sudah jadi.... membangun tonggak monorel saja tidak jadi-jadi.

Begitu mudahnya pemerintah komunis ini mengorganisasi masyarakat karena disini tanah tidak dimiliki secara pribadi melainkan menyewa kepada pemerintah. Suatu sisi komunisme yang menguntungkan, walau dilain pihak saya tidak tahu bagaimana menemukan win-win solution bagi masyarakat Cina yang tergusur. Apakah didiamkan, dibungkam atau diberi kompensasi yang setimpal?

Sepulang dari Shanghai saya mendengar bahwa puluhan orang yang berdemo damai memperingati tragedi Lapangan Tianamen dipukuli habis-habisan oleh polisi. Rupanya sisi komunisme ini memperlihatkan wajah buruknya juga. Setahu saya, kata-kata “lilin – tragedi – memperingati – Tianamen – dll” sudah diblock oleh pemerintah Cina... sulit ditemukan di mesin pencari, sama seperti saya yang heran tidak bisa mengakses facebook, twitter dan blogger via internet di Shanghai. Saya kira tadinya jaringan internetnya yang lagi down. Ternyata tidak.

Dua sisi warisan Jendral Mao yang melegenda. Kekuatan dan kelemahannya sekaligus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar