Rasanya Mr Mao Zedong masih hidup dan memimpin Cina.
Itu kesimpulan saya selama di Shanghai, sebab memang
pengaruhnya masih sangat kuat dan seakan-akan beliau masih hidup karena
pengkultusan yang dilakukan orang Cina terhadap tokoh yang satu ini. Sebenarnya pengkultusan inilah penyebab rohnya tetap mendiami tanah Cina. Kaga terbang-terbang ke langit.
Mr. Mao |
Mao Zedong atau Mao Ce Tung kata si papi adalah peletak
dasar negara Cina komunis. Ciang Kai Sek, Jenderal lainnya adalah peletak dasar
negara Cina republik (kalah, lalu menyeberang ke Pulau Formosa atau Taiwan dan
selalu diklaim sebagai propinsi pemberontak sampai sekarang).
Kalau sempat jalan-jalan ke pasar, bisa kita temukan buku
merah Mao dijual kepada turis-turis, baik yang berbahasa Cina maupun Inggris
atau Perancis. Poster-poster lama meghiasi toko dan rumah makan di pinggir
jalan, dan dalam training nampak bahwa paham-paham yang ditanamkan oleh sang
pemimpin masih mendominasi kehidupan sehari-hari.
Saya berbicara dengan Robert Steele, mentor training saya... apakah
ia satisfied dengan seminar yang ia adakan di Shanghai ini (mengenai
sustainable development)?
Dan ia menjawab “I am not satisfied with this training.”
Ia menjawab bahwa ketidakpuasannya juga bisa dilihat dari bagaimana peserta
menghargai training ini, dari keterlambatan peserta, para pengajar yang tidak
setiap saat ada di tempat sehingga tidak bisa memancing diskusi - tanya jawab, pengaturan waktu serta
penggunaan metode satu arah yang “Chinnese typical.”
Saya mengusulkan kepada Robert jika saja bisa bahwa para
pengajar “dibriefing” dulu lain kali sebelum memberikan presentasi sehingga
lebih baik, namun Robert menjawab bahwa itu sudah ia lakukan dan mereka
kembali ke kebiasaan awal, selalu.
Chinnese typical, artinya bisa saya simpulkan adalah keras kepala dan propaganda
– menunjukkan yang terbaik dan kurang mengakui kekurangan Lebih bersifat satu arah. Chen Pu peserta Cina
selalu menggunakan kata propaganda dibanding kata kampanye saat melakukan
sosialisasi kepada masyarakat, begitu lapor Asyira peserta Malaysia kepada saya
saat kami membicarakan bahwa saya mendapati bahwa nampak masyarakat / negara yang bangga
terhadap dirinya ini sangat bersatu di berbagai hal - membahas penggunaan kata propaganda.
Saya juga terkagum-kagum saat mendengar dari training bahwa
kota ini mampu merontokkan berkilometer jalan layang, menghancurkannya demi
menata kota sehingga mendapatkan kembali daerah yang tenang dan indah - demi penataan kota yang baik. Jauh
berbeda dengan negara saya, Indonesia yang tidak mungkin menata ulang apa yang
sudah dikerjakan. Jembatan layang berseliweran, rel kereta yang tidak pernah
bertambah, jalur monorel yang batu-batunya menganggur bertahun-tahun
terbengkalai, galian kabel yang tidak ditutup sampai dipepet metromini sudah
saya anggap makanan sehat bagi orang Jakarta.
Jangankan menata kota,
dengan menghancurkan yang sudah jadi.... membangun tonggak monorel saja tidak jadi-jadi.
Begitu mudahnya pemerintah komunis ini mengorganisasi
masyarakat karena disini tanah tidak dimiliki secara pribadi melainkan menyewa
kepada pemerintah. Suatu sisi komunisme yang menguntungkan, walau dilain pihak
saya tidak tahu bagaimana menemukan win-win solution bagi masyarakat Cina yang
tergusur. Apakah didiamkan, dibungkam atau diberi kompensasi yang setimpal?
Sepulang dari Shanghai saya mendengar bahwa puluhan orang
yang berdemo damai memperingati tragedi Lapangan Tianamen dipukuli
habis-habisan oleh polisi. Rupanya sisi komunisme ini memperlihatkan wajah
buruknya juga. Setahu saya, kata-kata “lilin – tragedi – memperingati –
Tianamen – dll” sudah diblock oleh pemerintah Cina... sulit ditemukan di mesin
pencari, sama seperti saya yang heran tidak bisa mengakses facebook, twitter dan blogger
via internet di Shanghai. Saya kira tadinya jaringan internetnya yang lagi down. Ternyata tidak.
Dua sisi warisan Jendral Mao yang melegenda. Kekuatan dan
kelemahannya sekaligus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar