Minggu, 10 Juni 2012

Dari Sebuah Konferensi (Shanghai 1)


Namanya juga Negeri Cina… jadi yang jual rokok di jalan orang Cina, yang jadi satpam orang Cina, yang jadi mahasiswa orang Cina, petugas tiket (yang ga bisa ngomong Inggris) juga orang Cina.

Yah namanya juga lagi beruntung… gak ada angin gak ada badai tiba-tiba saja saya ditelpon oleh Ibu Nila dari HSF (Hans Seidel Foundation) mitra lembaga saya bernaung untuk mengisi formulir untuk pelatihan kepemimpinan lingkungan di Shanghai. Ditanggung ceunah ongkos trainingnya yang mahal dan akomodasinya.  How lucky I am karena kalau tidak ada bantuan jangan harap saya bisa mengikuti training di luar negeri. Untuk makan disini saja bingung biayanya dari mana... hiks.

Di sisi lain keberuntungan, di sisi lain adalah ketidakberuntungan. Keberadaan saya membawa ketidakberuntungan bagi mahasiswa-mahasiswa yang melamar pelatihan. Bu Nila lebih percaya untuk membiayai mitra potensial daripada kepada mahasiswa yang belum tentu berkarya nantinya. Mau senang atau tidak senang di dunia memang pemecahan masalah yang paling umum ya Win-Lost solution. Tak peduli kata Dale Carnegia, Tung Dasem, James Gwee… hukum rimba memang hukum kehidupan. Sisanya adalah yang dikarang-karang oleh pemotivator agar kita jadi lebih positif. Lah ujung-ujungnya yang positif itu lalu menyingkirkan yang lemah juga toh?

Balik lagi ke Cina, saya sekarang ini lagi di Universitas Tong Ji. Mendengarkan ceramah Prof. Guangto Wang yang saya lihat di layar tancap statusnya: former Minister of Construction of China. Nah berarti saya lagi berhadapan dengan salah satu bekas penguasa Tirai Bambu neh. Lumayan buat cerita nanti tapi rasanya ga berdampak apa-apa ma hidup saya terutama dilihat dari sisi – dari sini mau kemana seh?

Balik lagi aja ah ngomongin Cina, lebih enak. Di sini udaranya cukup sejuk, sekitar 21-27 derajat Celsius. Kalau mau dirasakan kaya kita jalan-jalan di Cisarua, Puncak – walau lebih dingin lagi sedikit kalo di Cisarua sebab kalau sudah sore malam suhu turun lagi karena ada di gunung. Di Shanghai lebih stabil.

Mahasiswa lalu lalang naik sepeda dekat Universitas Tong Ji yang indah ini. Bener-bener tertata, ga kaya Fakultas Perikanan IPB yang banyak tai burungnya, kaki lima kumuh yang jualan di kantin, tembok-tembok kusam, dan got-got yang mampet sebab tukang soto buang sampah plastik di dalamnya.

Kalau mau dibayangkan bolehlah dibayangkan ada rumput hijau dimana perempuan dan laki-laki berpelukan, naungan pohon sepanjang jalan, gedung-gedung dengan tanaman rambat, lapangan luas tempat mahasiswa berolahraga, disertai matahati dan udara yang sejuk.

Jadi agak jatuh cinta neh ma Shanghai (minimal daerah sekitar Universitas Tong Ji). Tadinya Cina tidak pernah masuk daerah tujuan saya. Saya mau sekolah di Canada atau New Zealand only, karena baca di booklet informasi kalau negara tersebut ramah, indah, banyak biri-birinya, pegunungan membiru di kejauhan dan udara yang dingin.  Pengen nikmatin kopi sambil duduk di serambi rumah yang dari kayu sambil melihat kebun dan gunung di kejauhan.

Tapi sejak tinggal di Shanghai ini, jadi agak berubah paradigma saya. Cina ga seburuk yang saya bayangkan. Jadi pengen kuliah juga disini.

Salam dari tempat duduk di konferensi International Student Conference on Environment and Sustainability, Shangai June 5-8. Ms. Elizabeth Mrema si Deputy Director and Coordinator, Operations and Programme Delivery Branch, Division of Environmental Policy Implementation (DEPI), UNEP jadi saksi di depan sana buat omongan saya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar