Namanya juga Negeri Cina… jadi yang jual rokok di jalan
orang Cina, yang jadi satpam orang Cina, yang jadi mahasiswa orang Cina,
petugas tiket (yang ga bisa ngomong Inggris) juga orang Cina.
Yah namanya juga lagi beruntung… gak ada angin gak ada badai tiba-tiba saja saya ditelpon oleh Ibu Nila dari HSF (Hans Seidel Foundation) mitra lembaga saya bernaung untuk mengisi formulir untuk pelatihan kepemimpinan lingkungan di Shanghai. Ditanggung ceunah ongkos trainingnya yang mahal dan akomodasinya. How lucky I am karena kalau tidak ada bantuan jangan harap saya bisa mengikuti training di luar negeri. Untuk makan disini saja bingung biayanya dari mana... hiks.
Di sisi lain keberuntungan, di sisi lain adalah
ketidakberuntungan. Keberadaan saya membawa ketidakberuntungan bagi mahasiswa-mahasiswa
yang melamar pelatihan. Bu Nila lebih percaya untuk membiayai mitra potensial
daripada kepada mahasiswa yang belum tentu berkarya nantinya. Mau senang atau
tidak senang di dunia memang pemecahan masalah yang paling umum ya Win-Lost
solution. Tak peduli kata Dale Carnegia, Tung Dasem, James Gwee… hukum rimba
memang hukum kehidupan. Sisanya adalah yang dikarang-karang oleh pemotivator
agar kita jadi lebih positif. Lah ujung-ujungnya yang positif itu lalu
menyingkirkan yang lemah juga toh?
Balik lagi ke Cina, saya sekarang ini lagi di Universitas
Tong Ji. Mendengarkan ceramah Prof. Guangto Wang yang saya lihat di layar
tancap statusnya: former Minister of Construction of China. Nah berarti saya
lagi berhadapan dengan salah satu bekas penguasa Tirai Bambu neh. Lumayan buat
cerita nanti tapi rasanya ga berdampak apa-apa ma hidup saya terutama dilihat
dari sisi – dari sini mau kemana seh?
Balik lagi aja ah ngomongin Cina, lebih enak. Di sini
udaranya cukup sejuk, sekitar 21-27 derajat Celsius. Kalau mau dirasakan kaya
kita jalan-jalan di Cisarua, Puncak – walau lebih dingin lagi sedikit kalo di
Cisarua sebab kalau sudah sore malam suhu turun lagi karena ada di gunung. Di
Shanghai lebih stabil.
Mahasiswa lalu lalang
naik sepeda dekat Universitas Tong Ji yang indah ini. Bener-bener tertata, ga
kaya Fakultas Perikanan IPB yang banyak tai burungnya, kaki lima kumuh yang
jualan di kantin, tembok-tembok kusam, dan got-got yang mampet sebab tukang
soto buang sampah plastik di dalamnya.
Kalau mau dibayangkan bolehlah dibayangkan ada rumput hijau
dimana perempuan dan laki-laki berpelukan, naungan pohon sepanjang jalan,
gedung-gedung dengan tanaman rambat, lapangan luas tempat mahasiswa
berolahraga, disertai matahati dan udara yang sejuk.
Jadi agak jatuh cinta neh ma Shanghai (minimal daerah
sekitar Universitas Tong Ji). Tadinya Cina tidak pernah masuk daerah tujuan
saya. Saya mau sekolah di Canada atau New Zealand only, karena baca di booklet
informasi kalau negara tersebut ramah, indah, banyak biri-birinya, pegunungan
membiru di kejauhan dan udara yang dingin.
Pengen nikmatin kopi sambil duduk di serambi rumah yang dari kayu sambil
melihat kebun dan gunung di kejauhan.
Tapi sejak tinggal di Shanghai ini, jadi agak berubah
paradigma saya. Cina ga seburuk yang saya bayangkan. Jadi pengen kuliah juga
disini.
Salam dari tempat duduk di konferensi International Student
Conference on Environment and Sustainability, Shangai June 5-8. Ms. Elizabeth
Mrema si Deputy Director and Coordinator, Operations and Programme Delivery
Branch, Division of Environmental Policy Implementation (DEPI), UNEP jadi saksi
di depan sana buat omongan saya ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar