Rabu, 17 Juni 2015

Kisah Kombatan dan Pemuda Harapan Bangsa



3 Juni 2015. Dari jam 7 malam sampai besok pagi barangkali tidak ada sinyal di daerah Mukim Mane dan Tangse. Setidaknya di Gampong saya berada sekarang.

Kata Bang Ribut, teman saya... ini adalah bagian dari operasi militer TNI. Sebab biasanya kalau ada pengejaran kombatan selalu malam sinyal Telkomsel yang satu-satunya masih aktif di daerah ini terputus. Dalam seminggu terakhir ini kelompok Din Minimi, sebutan bagi kelompok eks GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang tidak puas terhadap situasi politik yang berkembang saat ini serta lupanya para pejabat GAM dan RI yang duduk di dewan dan eksekutif akan janji-janji mereka dulu, membuat mereka melancarkan serangan kepada anggota TNI, dewan dan organ pemerintah dan mereka yang dituduh ingkar janji.

Ada 22 orang jelas Bang Hamdani yang asli dari Gampong Mane, menyebutkan perkiraan jumlah kombatan yang terlibat kontak bersenjata pagi ini. Memang ada kontak senjata beberapa jam sebelumnya di arah bawah gampong, mungkin sekitar 2 jam dari sini di daerah Tangsi tempat kami tadi siang mampir minum kopi di sebuah warung. Yah, saya kira-kira saja sebab selain sulit menghapal nama daerah disini, saya juga tidak mendapatkan update berita dari televisi dan koran.

Kalau teman-teman membaca tulisan saya yang sebelumnya, teman-teman tahu kekesalan saya melihat perilaku para pembela RI, TNI dan unsur-unsurnya di sini.

Hari ini saya menjumpai 1 prajurit TNI dan 1 polisi yang duduk di acara sosialisasi perubahan iklim dan hutan desa yang kami bawakan. Jika melihat yang ini ngenes juga ngeliat mukannya, sebab mereka ini tampak wajahnya agak anak mamie, en masih muda. Yang satu sempat mengikuti sesi perkenalan. Namanya Farno, peyanyi kesukaannya Ariel Noah.

Lalu apa itu bisa mengobati rasa sebal saya terhadap kelakuan para oknum TNI? Lumayan sih, tapi tetap menganggap bahwa mereka ini orang berbahaya sebab tipenya selalu turut perintah atasan, para robot sejati. Kalau terima perintah dari komandan buat jadi jahat, akan berubahlah tampang anak mamie mereka jadi keparat goblok.

Di sosialisasi di Gampong Mane ini, ada seorang “tokoh pemuda” namanya Saiful. Doi lumayan keren, pemuda idaman masa depanlah dengan jam tangan warna emasnya. Doi ini duduk di sebelah Pak Geuchik Mane dan cukup kritis pertanyaan-pertanyaannya terutama terkait hutan desa. Tapi kok makin lama ngerasa pertanyaannya banyak muatan negatif dan prasangka ya? Kritis memang, tapi kok terasa mencoba mencungkil dan mengada-adakan sesuatu ya?

Racun 1, racun 2
Oh ternyata – ternyata.  Di luar pertemuan, didapatkanlah informasi oleh kami: setelah dia menyatakan lembaga pendamping kami arogan, menolak hutan desa jika, harus merombak struktur lembaga pengelola hutan desa, dan memperlihatkan 46 orang menandatangani pernyataan menolak hutan desa (boleh difotokopi jika tidak percaya katanya). Informasinya adalah bahwa doi adalah pengusaha tambang, dimana usaha tambangnya akan terganggu jika hutan desa dijadikan. Itu prasangka negatif saya.

Untuk orang yang diprasangka jahat memang perlu prasangka negatif.

Menyebalkannya adalah setelah minta waktu untuk menjelaskan bla-bla-bla (pertanyaannya sebenarnya kritis dan bagus) lalu ia minta ijin “mendampingi yang main voli” saat pihak lainnya (Pak Mukim dan jajaran LPHD)  diberi kesempatan menjelaskan proses yang terjadi. Tidak menghormati Pak Mukim yang akan berbicara.

Tidak punya etika, dan seketika saya merasa pertanyaan-pertanyaan kritisnya bermaksud buruk. Waktu itu saya belum tahu bahwa ia adalah pengusaha tambang (emas) tapi sudah lunturlah sikap penghargaan saya terhadap orang bermulut besar ini.  Kalau bertemu di jalan dan terlibat adu mulut, senang rasanya kalau bisa berhadapan dengan orang semacam ini (ingin mempraktekkan jiujitsu dan mematahkan salah satu tangannya).  

Di tengah malam, dimana saat ini jam 00.06, dimana sinyal telkomsel belum juga muncul saya telah mendapatkan info lagi bahwa Saiful si pengusaha tambang emasi ini ternyata orang Bugis, mengaku sebagai ketua pemuda, yang menyatakan bahwa ia akan bekerja 1500% demi masyarakat dan terlibat dalam kasus penggulingan Pak Geuchik sebelumnya (yang semangat mengusung Hutan Desa). Not SARA ya... saya cuma mau bilang walau orang Bugis tapi rasa kepemilikannya terhadap desa tinggi sekali ya?

Pak Mukim bercanda, katanya berarti saya sudah melihat orang Aceh berdiskusi dan berbicara lewat kejadian hari ini. Tapi saya lalu bilang: kan si Saiful ini orang Bugis, Pak – demi membela kehormatan orang Aceh kali ini.

Atau saya salah tangkap maksud perkataan Pak Mukim ya?

Maklumlah saya sering salah dalam mengartikan kalimat dengan logat dan campuran bahasa Aceh di sini. Bisa jadi perkataanya adalah untuk menunjukkan sikap kawan-kawan (selain Saiful) yang riuh rendah mendukung Hutan Desa saat pertemuan selesai. Tapi saya tetap bingung kalau memikirkan pertanyaan Pak Mukim ini sampai sekarang. Maksudnya apa ya?

Pak Geuchik baru, pada pertemuan selalu terlihat bingung, sebab si Saiful ini mungkin juga berjasa dalam usaha menjadikannya sebagai Geuchik baru. Tapi ia bertanya, setelah mendapatkan penjelasan yang baik dan jelas tentang hutan desa: bahwa yang diusung ini tidak mengambil perkebunan masyarakat (seperti isu yang dihembuskan si Saiful): apakah hutan desa akan diteruskan atau tidak?
Jawab masyarakat: teruskan saja, kami tidak peduli pengurusnya siapa. Yang penting manfaatnya dirasakan masyarakat.

Daripada pusing mendingan ngopiiii
Berbaliklah racun yang ditebar si Saiful, utamanya adalah demi kepentingan bisnis tambang dan kayunya. Masyarakat di pertemuan, yang  tadinya mendukung dia (karena dihembuskan isu bahwa jika ada hutan desa maka perkebunan masyarakat akan diambil dijadikan hutan lindung), jadi mendukung skema hutan desa.  Sialnya dia main voli dulu, sebelum pertemuan selesai.

Doi juga tidak tanda tangan absen. Maybe supaya kelihatan independen, keren en macho karena bisa keluar dari mainstream.

Ada TNI, kombatan, Pak Mukim, Saiful emas, Pak Geuchik yang bengong. Apa jadinya Aceh dalam  5 menit lagi?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar