3 Juni 2015. Dari jam 7 malam sampai besok pagi barangkali
tidak ada sinyal di daerah Mukim Mane dan Tangse. Setidaknya di Gampong saya
berada sekarang.
Kata Bang Ribut, teman saya... ini adalah bagian dari
operasi militer TNI. Sebab biasanya kalau ada pengejaran kombatan selalu malam
sinyal Telkomsel yang satu-satunya masih aktif di daerah ini terputus. Dalam
seminggu terakhir ini kelompok Din Minimi, sebutan bagi kelompok eks GAM
(Gerakan Aceh Merdeka) yang tidak puas terhadap situasi politik yang berkembang
saat ini serta lupanya para pejabat GAM dan RI yang duduk di dewan dan
eksekutif akan janji-janji mereka dulu, membuat mereka melancarkan serangan
kepada anggota TNI, dewan dan organ pemerintah dan mereka yang dituduh ingkar
janji.
Ada 22 orang jelas Bang Hamdani yang asli dari Gampong Mane,
menyebutkan perkiraan jumlah kombatan yang terlibat kontak bersenjata pagi ini.
Memang ada kontak senjata beberapa jam sebelumnya di arah bawah gampong,
mungkin sekitar 2 jam dari sini di daerah Tangsi tempat kami tadi siang mampir
minum kopi di sebuah warung. Yah, saya kira-kira saja sebab selain sulit
menghapal nama daerah disini, saya juga tidak mendapatkan update berita dari
televisi dan koran.
Kalau teman-teman membaca tulisan saya yang sebelumnya,
teman-teman tahu kekesalan saya melihat perilaku para pembela RI, TNI dan
unsur-unsurnya di sini.
Hari ini saya menjumpai 1 prajurit TNI dan 1 polisi yang
duduk di acara sosialisasi perubahan iklim dan hutan desa yang kami bawakan.
Jika melihat yang ini ngenes juga ngeliat mukannya, sebab mereka ini tampak
wajahnya agak anak mamie, en masih muda. Yang satu sempat mengikuti sesi
perkenalan. Namanya Farno, peyanyi kesukaannya Ariel Noah.
Lalu apa itu bisa mengobati rasa sebal saya terhadap
kelakuan para oknum TNI? Lumayan sih, tapi tetap menganggap bahwa mereka ini
orang berbahaya sebab tipenya selalu turut perintah atasan, para robot sejati.
Kalau terima perintah dari komandan buat jadi jahat, akan berubahlah tampang
anak mamie mereka jadi keparat goblok.
Di sosialisasi di Gampong Mane ini, ada seorang “tokoh
pemuda” namanya Saiful. Doi lumayan keren, pemuda idaman masa depanlah dengan
jam tangan warna emasnya. Doi ini duduk di sebelah Pak Geuchik Mane dan cukup
kritis pertanyaan-pertanyaannya terutama terkait hutan desa. Tapi kok makin
lama ngerasa pertanyaannya banyak muatan negatif dan prasangka ya? Kritis
memang, tapi kok terasa mencoba mencungkil dan mengada-adakan sesuatu ya?
Racun 1, racun 2 |
Oh ternyata – ternyata.
Di luar pertemuan, didapatkanlah informasi oleh kami: setelah dia
menyatakan lembaga pendamping kami arogan, menolak hutan desa jika, harus
merombak struktur lembaga pengelola hutan desa, dan memperlihatkan 46 orang
menandatangani pernyataan menolak hutan desa (boleh difotokopi jika tidak
percaya katanya). Informasinya adalah bahwa doi adalah pengusaha tambang,
dimana usaha tambangnya akan terganggu jika hutan desa dijadikan. Itu prasangka
negatif saya.
Untuk orang yang diprasangka jahat memang perlu prasangka
negatif.
Menyebalkannya adalah setelah minta waktu untuk menjelaskan
bla-bla-bla (pertanyaannya sebenarnya kritis dan bagus) lalu ia minta ijin
“mendampingi yang main voli” saat pihak lainnya (Pak Mukim dan jajaran LPHD) diberi kesempatan menjelaskan proses yang
terjadi. Tidak menghormati Pak Mukim yang akan berbicara.
Tidak punya etika, dan seketika saya merasa
pertanyaan-pertanyaan kritisnya bermaksud buruk. Waktu itu saya belum tahu
bahwa ia adalah pengusaha tambang (emas) tapi sudah lunturlah sikap penghargaan
saya terhadap orang bermulut besar ini.
Kalau bertemu di jalan dan terlibat adu mulut, senang rasanya kalau bisa
berhadapan dengan orang semacam ini (ingin mempraktekkan jiujitsu dan
mematahkan salah satu tangannya).
Di tengah malam, dimana saat ini jam 00.06, dimana sinyal
telkomsel belum juga muncul saya telah mendapatkan info lagi bahwa Saiful si
pengusaha tambang emasi ini ternyata orang Bugis, mengaku sebagai ketua pemuda,
yang menyatakan bahwa ia akan bekerja 1500% demi masyarakat dan terlibat dalam
kasus penggulingan Pak Geuchik sebelumnya (yang semangat mengusung Hutan Desa). Not SARA ya... saya cuma mau bilang walau orang Bugis tapi rasa kepemilikannya terhadap desa tinggi sekali ya?
Pak Mukim bercanda, katanya berarti saya sudah melihat orang
Aceh berdiskusi dan berbicara lewat kejadian hari ini. Tapi saya lalu bilang:
kan si Saiful ini orang Bugis, Pak – demi membela kehormatan orang Aceh kali
ini.
Atau saya salah tangkap maksud perkataan Pak Mukim ya?
Maklumlah saya sering salah dalam mengartikan kalimat dengan
logat dan campuran bahasa Aceh di sini. Bisa jadi perkataanya adalah untuk
menunjukkan sikap kawan-kawan (selain Saiful) yang riuh rendah mendukung Hutan Desa saat pertemuan selesai. Tapi saya tetap bingung kalau memikirkan
pertanyaan Pak Mukim ini sampai sekarang. Maksudnya apa ya?
Pak Geuchik baru, pada pertemuan selalu terlihat bingung,
sebab si Saiful ini mungkin juga berjasa dalam usaha menjadikannya sebagai
Geuchik baru. Tapi ia bertanya, setelah mendapatkan penjelasan yang baik dan
jelas tentang hutan desa: bahwa yang diusung ini tidak mengambil perkebunan
masyarakat (seperti isu yang dihembuskan si Saiful): apakah hutan desa akan
diteruskan atau tidak?
Jawab masyarakat: teruskan saja, kami tidak peduli
pengurusnya siapa. Yang penting manfaatnya dirasakan masyarakat.
Daripada pusing mendingan ngopiiii |
Berbaliklah racun yang ditebar si Saiful, utamanya adalah
demi kepentingan bisnis tambang dan kayunya. Masyarakat di pertemuan, yang tadinya mendukung dia (karena dihembuskan isu
bahwa jika ada hutan desa maka perkebunan masyarakat akan diambil dijadikan
hutan lindung), jadi mendukung skema hutan desa. Sialnya dia main voli dulu, sebelum pertemuan
selesai.
Doi juga tidak tanda tangan absen. Maybe supaya kelihatan
independen, keren en macho karena bisa keluar dari mainstream.
Ada TNI, kombatan, Pak Mukim, Saiful emas, Pak Geuchik yang
bengong. Apa jadinya Aceh dalam 5 menit
lagi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar