Kesialan yang
perbandingannya 1 berbanding 11.315 (itungan saya) bisa saja terjadi saat kita
sedang travelling. Entah mengapa, tapi kok hal ini bisa terjadi ya?
Contohnya adalah
saat saya naik bis di tahun 2010, mencoba merasakan perjalanan darat dari Phuket
ke Kuala Lumpur (untuk perjalanan ini rasanya males ngulang lagi karena selain
lama, juga bosan melihat kebun sawit disepanjang perjalanan). Nah yang terjadi
adalah kira-kira selepas Kuching, tiba-tiba bis saya ditabrak dari arah samping
oleh sebuah mobil kotak kecil.
Akibat kejadian
itu mobil si penanbrak ringsek. Dari mobil ukuran kecil, ukurannya semakin
kecil lagi sebab menciut ringsek (dasar mobil kaleng). Saya yang duduk di
bagian belakang bersyukur sebab selamat baik-baik saja walau kaget. Begitu juga
seluruh penumpang lain selamat, seperti layaknya si penabrak yang malang sebab
ban mobilnya meletus tiba-tiba.
Mobil yang nabrak di perjalanan Phuket - KL |
Nambah deh waktu
perjalanan sebab jadi nunggu bis lain lewat buat numpang. Saya ingat, dari
Phuket saya jalan 10 an pagi. Sampai KL kira-kira jam 6 sore hari berikutnya.
Pantat dan badan sakit semua.
Heran saya. Saya
sudah 31 tahun hidup waktu itu. Ini seumur-umur liat mobil nabrak dan mobil
saya ditabrak. Kok malah kejadian di negeri orang yang kalau saya hitung paling
waktu perjalanan totalnya ngabisin waktu cuma semingguan aja? Tabrakan ini
perbandingannya adalah 1 hari sial berbanding total hari hidup saya yang sudah
terlampaui 365 x 31 = 11.315 hari. Artinya 1 berbanding 11.315. Kenapa ga
terjadi di Indonesia saja (Bogor) dibanding di negeri orang lain?
Kesialan dengan
perbandingan lebih rendah, misal kira-kira 1: 500 orang atau perjalanan
(kira-kira saja) tentu saja lebih mudah terjadi. Misalnya hilangnya /
tertinggal paspor saat bepergian. Teman saya, Fahmi mengalaminya saat jalan-jalan
di Chiang Mai. Untung ketemu lagi
ketinggalannya di restoran walau pasti sudah pasrah ga ketemu.
Tapi ini ada
penjelasannya. Kalau menurut saya, semakin penting sebuah benda (seperti
paspor, tiket pesawat) maka semakin hati-hati kita mengingat-ingatnya. Parahnya
adalah sepertinya semakin besar juga usaha otak kita untuk membuang beban berat
ini dengan cara melupakannya.
Buktinya yang
lain adalah, walau kita sudah siapkan tiket pesawat di saku baju tetap saja kita
bisa mengobrak-abrik koper untuk mendapatkannya.
Sial yang lain
juga bisa berakibat rentetan sial berikutnya. Hukum tarik menarik bagaikan
magnet kali ya? Buktinya sebelum bis saya ditabrak mobil saya sempat
ditelantarkan di Hat Yai, kota perhentian sementara. Di drop di terminal bis
jam 3 pagi, tidur-tiduran di bangku tunggu berbahan besi, atau yang berbentuk
seperti bangku kuburan cina (dari semen atau granit) dan walhasil badan
mererentek sebab dinginnya menembus jaket.
Saya rasa lalu
ada tiga dari antara kami bertiga (berangkat 3an) lalu mengumpat-umpat dalam
hati sehingga kemudian “memanggil” kekuatan negatif. Walhasil bis kami ditabrak
mobil.
Mari kalau begitu
kalau kita sedang mau jalan-jalan, perbanyak berdoa sebelum dan saat berangkat
hehehe. Mungkin itu obat mujarab untuk menjauhkan hal-hal kesialan selama
perjalanan. Atau bisa juga dengan memberi persembahan kepada dewa-dewi setempat
selama disana.