Kamis, 29 Juni 2017

Makanan-Makanan Aneh Selama Perjalanan



Yeay... makanan ter-aneh apa yang pernah kamu makan selama melakukan perjalanan?

Nah pertama kita lihat dulu kalau ternyata istilah aneh itu sendiri relatif. Buat satu kelompok masyarakat, makanan yang kita bilang aneh bin jijai itu biasa2 aja bagi mereka. Contohnya bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, durian itu enak banget. Bagi sebagian besar orang bule cium bau durian aja mereka bisa muntah-muntah, seperti bau bangkai kata mereka. Lalu yang lain lagi adalah terasi. Buat saya makan sambel terasi tambah sayur asem nikmat banget... (ces, sambil ngacai nulisnya) ; buat lagi-lagi orang bule, terasi itu stinky banget kaya ikan busuk (lah, emang iya udang busuk (difermentasi) terasi itu).

Nah di bawah ini adalah beberapa makanan aneh yang pernah saya coba. Tapi rasanya ga semuanya bisa dikategorikan aneh deh... (seperti kata saya sebelumnya, umum dan aneh itu relatif bro). Makanan aneh yang saya catatkan di bawah ini adalah diluar makan binatang piaraan (pet) lho. Saya anti makan pet sebab terikat secara emosi dengan mereka.

Kawasan Khao San di Bangkok, salah satu lokasi wisata kuliner jalanan
Sebagian besar makanan yang saya anggap aneh ditemukan saat saya berjalan-jalan di sekitar Asia Tenggara. Pengalaman makan di luar kebiasaan saya awali dengan makan belalang crispy. Kenalannya pas lagi ngerjain skripsi tahun 2000an awal. Kebetulan lokasi penelitian saya di Pangumbahan, Jawa Barat jauh kemana-mana (30 menit jalan kaki untuk ke warung terdekat). Untuk menghibur diri saya dan salah seorang pekerja di sana, Pak Makmun suka mencari belalang-belalang besar di ilalang di sore-malam hari (sebab menangkapnya lebih mudah, maybe mereka udah agak ngantuk ya). Saya kadang ikutan sambil bawa obor, tapi lebih seringnya sih ikutan nikmatin hasil aja.

Belalang besar itu biasanya dipatahkan kepalanya, dibakar, lalu dibuang kaki loncatnya. Rasa belalang krenyes-krenyes gurih, dan biasanya dikasih garam sedikit.

Jangkrik, tonggeret, belalang crispy
Menurut para ilmuwan, makan belalang ginian tuh bergizi banget lho... proteinnya tinggi cuma sayang dipandang kampungan oleh orang2. Makanan lain seperti peyek laron (rayap) yang tinggi protein tapi juga dipandang kampungan populer di pedesaan di Jawa Tengah dan Timur. Jadi kalau lagi musim kawin n laron2 itu beterbangan, besoknya bisa dipanen dari baskom air (tempat memerangkap si laron cowok yang gagal kawin) lalu dikumpullah dibuat peyek laron.

Jangkrik crispy rasanya mirip aja sama belalang. Waktu itu saya, Sita dan Nana, teman saya lagi backpackingan di Kota Phuket (Thailand) dan belinya di gerobak dorong kaki lima di jalanan. Kami beli juga ulet gendut dan ulet yang panjang, dicampur biar bisa cobain semuanya. Not bad lah rasanya... makannya aja rasaan aneh. Tapi karena bumbunya kayanya kebanyakan, rasa jangkrik dan ulatnya kok jadi ketutupan ya?   
Cemilan ulet panjang atau ulet gendut

Yang rada ngeri liat and makannya di awal adalah sejenis laba-laba besar dan kalanjengking besar. Saya sudah melihatnya dalam 3x perjalanan dan pada perjalanan ke empat saya baru berani mencobanya. Saya melihatnya dijual di Thailand, di Khao San Road (kawasan penginapan turis), dan akhirnya baru 7 tahun kemudian berani coba saat berjalan-jalan di Night Market di Siem Reap (Kamboja). Itupun karena kadung ucap juga sama temen cewek dari Thai, malu jilat ludah.

“Kamu dah liat mereka jual kalanjengking dan tarantula di pasar malem?” Tanya saya dalam Bahasa Inggris.

“Iya, saya kemarin sudah coba satu.” Kata Dada, si cewek Thai. “Kamu juga coba?”

“Belum, tapi saya ingin coba.” Kata saya ke dia.

“Ok, let’s try it together tomorrow when we go again to night market.” Ajak Dada ke saya.

Kadung ucap dah saya. Jadi pas beberapa hari kemudian saya berkesempatan jalan-jalan malam dan ketemu gerobak tukang jual dagangan aneh tadi, belilah saya hewan-hewan yang dalam keadaan tergoreng itu. Tarantula dan kalajengking warnanya hitam. Masih ada bulu-bulu halus di badan kedua binantang itu. Ular berwarna kuning kecoklatan, ditusuk seperti sate dan digoreng juga. Saya pilih kalajengking dan tarantula. Ular nanti deh kesempatan lain, dan karena pernah ga sengaja makan ular phyton yang digoreng (rasanya seperti daging ayam, mirip seperti daging biawak). Kodok, aduh maap... walau kalau disayur paha kodok itu enak, tapi kalau digoreng utuh begini belum ada nyali saya.

Bagaimana rasanya? Well sambil digigit dengan mengerenyit, bagian abdomen tarantula seperti hati ayam goreng menurut saya. Kakinya, crispy gak ada dagingnya. Lalu kalau kalajengking, wah yang ini yang lebih horor sih waktu awal gigitnya. Saya makan dari bagian buntutnya dulu. Yang jelas, kepingan eksoskeleton nya yang terbuat dari kitin gak bisa dimakan. Seperti makan kulit udang tapi lebih tebal. Isinya, mirip seperti serat daging tipis – masih mirip daging tarantula hanya tipis. Bagian abdomen lebih ada dagingan tapi tetep tu kitin bikin kita kaya makan sisik.

Beberapa hari kemudian, penganan ini saya beli lagi, saya masukkan tromel buat oleh-oleh kawan-kawan saya di Indonesia – siapa tau mereka pengen icip2. 1 USD, boleh ambil 3 binatang kalo di beli di night market Siem Reap.

Yang rada ga enak, kalau menurut saya adalah kumbang air. Makannya repot euy. Pertama harus dicopotin kedua sayapnya yang keras. Lalu buntutnya, yang lancip n tajam. Dimakannya juga bagian badannya dapet dagingnya mani dikit pisan. Cape mretelin: energi usaha lebih besar dibanding energi yang didapet dari makannya. Yang ini belinya di pasar rakyat di Siem Reap. Ini ibarat makan kuaci dunia binatang, dengan kemungkinan jari tertusuk duri di buntut kumbang.

Oseng kumbang air,cabe dan daun jeruk
Kembali lagi ke kebiasaan makan yang berbeda-beda di setiap komunitas, kita ga bisa bilang kalau makan ini jijay, makan itu beradab, makan ini ga elit, makan itu jorok. Sebab, di balik semua makanan itu ada budaya dan cerita yang menarik buat saya.

Fried froggy
Tikus, ular, kodok, belalang adalah makanan rakyat dan populer di saat suatu masyarakat kesulitan bahan makanan yang lebih “berkualitas” seperti ayam, beras, ubi dan lain-lain. Cina, Vietnam, Kamboja, Burma adalah negara yang pernah menderita akibat penjajahan, perang saudara yang menghancurkan ekonomi, lumbung pangan dan bahkan manusianya sendiri. Mereka perlu bertahan hidup dengan apa yang ada, sehingga apapun yang dapat dimakan makan akan diolah jadi makanan, dan itu akhirnya menjadi bagian dari tradisi setempat dan bernilai ekonomi.

Bang, bang... satenya 100 tusuk dong bang... (Suzana, 1981)
Ada juga yang memang menjadi bagian dari budaya lokal. Orang Rimba di Jambi misalnya, karena di hutan masih banyak rusa, babi hutan, kancil, labi-labi / bulus, tikus hutan tentunya akan makan yang disediakan oleh alam.  Yang tinggal dekat padang ilalang, tentu ada kebiasaan untuk makan serangga seperti belalang dan yang tinggal dekat sawah tentu punya kedekatan dengan budaya makan tutut (sejenis keong) dan belut – sama seperti yang tinggal dekat laut yang berkarang, mungkin punya hobi nangkepin bulu babi buat dimakan dagingnya.

Yang aneh buat yang satu barangkali biasa aja buat yang lain ya? Walau kadang tetep ada pergolakan batin waktu menyantap suatu makanan.

Nah kalau kamu pikir dah sanggup dan kapan2 akan menyantap binatang2 aneh ini, coba deh menyantap balot – telur dengan isi anak ayam yang setengah jadi, khas Filipina. Yang ini saya belum berani sampai sekarang, padahal kalau dipikir ya sama aj toh, walau bentuknya ga biasa tapi termasuk golongan makanan juga...

Wish list makanan yang ga mungkin dimakan: kucing, anjing, monyet
Wish list makanan yang mikir2 banget buat dimakan: bulus (kura2), balot
Wish list yang mungkin dimakan: ular disate, babi hutan, bulu babi, kancil, kecoak
Lainnya aman lah...

3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus