Minggu, 16 April 2017

Melaka 2: Kota Berjubel Wisata Sejarah dan Budaya



Melaka, menurut istri saya adalah kota dengan tempat wisata bejubel. Kata istri saya, tinggal tempel aja plang museum di bangunan tua, jadilah tempat itu obyek wisata baru. Memang cukup dipahami ya ia berkata begitu sebab memang tempat wisata di Melaka ini banyak banget dan letaknya berdekatan. Waktu saya search lokasi di wikipedia, memang banyak dan sempat bingung juga tapi saat sudah sampai di Melaka lalu melangkah kaki sedikit kok nemu yang disebutkan, deket banget yah? Usaha pemerintah setempat menjadikannya kota wisata patut diapresiasi karena semua jadi well managed. Di plangnya juga tertulis: don't mess with Melaka... katanya sih dulu walikotanya yang lulusan suatu univeristas di luar negeri keingetan terus ma slogan kota itu, sehingga memakainya di Melaka sini...

Berkeliling Melaka, bisa dibantu oleh guide (free) agar bisa sambil belajar sejarahnya

Bekas reruntuhan di Gereja, Bukit St Paul
Di kota ini, obyek wisata memang banyak dan umumnya terletak berdekatan. Letak Bukit St Paul, Muzium Rakyat, Christ Church Melaka, Stadthuys, bekas gerbang jaga A Famosa, dll letaknya: you can’t miss it. Itu kaya kita puter-puter kompleks TNI aja ya... Bahkan Museum Baba Nyonya yang letaknya agak jauhan dikit benernya masih dalam kompleks yang sama. Kalau dibanding jalan di lokasi lain, semisal di Yogya, lokasi wisata di Melaka sangat berdekatan pada umumnya, dan perjalanan dari satu lokasi ke lokasi lainnya mengasyikan.

Kamu tau nga kalo Melaka ini katanya didirikan oleh yang namanya Parameswara, raja Sriwijaya dari Palembang sekitar tahun 1400an? Ya, menjelang kehancuran Sriwijaya, doi mengungsi menghindari pengejaran. Katanya sih dia menentukan lokasi Melaka karena terinspirasi ada seekor kancil yang bisa mengelabui mengalahkan anjing-anjing yang dibawa raja. Tahun 1511 Alfonso de Albuquerque (sering denger pasti di buku sejarah SMP) menaklukan Melaka dan berpindah ke Belanda tahun 1641. Belanda lebih seneng Jakarta sebagai pusat penjajahan so dioperlah Melaka ke Inggris tahun 1824. Mantap, kaya buku sekolah aja ya kota diwarisin kaya begini?

Supaya bisa merasakan dan mendalami atmosfer Melaka saya menyarankan waktu minimal 2 malam. Saya rasa sudah semuanya terjelajahi dan dengan pengulangan pada lokasi-lokasi tertentu yang berkesan pada hati kita masing-masing. Ada tulisan yang menyarankan perjalanan 1 hari untuk menikmati Melaka, saya rasa ini naif ya. Masa ngeliat kota penuh sejarah ini cuma kaya nengok pisang kepok di pasar? Apa para turis ini ga pengen ya misal memegang dan merasakan tembok kuno bangunan di Bukit St Paul, atau merasakan malam hari di pinggir kanal, ditiup angin pantai sambil ngaso abis jalan nyari suvenir di mall Dataran Pahlawan?

Namun demikian dengan kesiapan kota ini menata lokasi wisatanya, becak berwarna-warni yang lalu lalang di jalan, serta perahu yang lewat di kanal di malam hari, di banyak spot di kota ini saya merasakan agak "pusing" ya? Sebab bagi saya kota ini terlalu sibuk. Ia “beristirahat” misalnya hanya pada saat saya dan istri berjalan-jalan pulang di jam 10 malam. Hanya di sekitar pukul 10 malam saya bisa melihat bahwa para turis mulai sepi berkumpul di sekitar air mancur di pusat wisata. Pada icon kota dengan tulisan I Love Melaka, saya masih bisa melihat beberapa orang berfoto dengan latar belakang icon tersebut.

Laksa, salah satu masakan Baba Nyonya (sebutan bagi Cina Peranakan)

Bagian depan dari Museum Baba Nyonya
Dari banyak lokasi wisata di sana, Museum Baba Nyonya yang mendapatkan peringkat teratas sebagai atraksi di Trip Advisor sangat menarik buat saya. Museum ini sebenarnya tidaklah besar, malah lebih besar Tjong A Fie Mansion, Istana Maimun di Medan. Namun dengan guide yang sangat fasih menerangkan, touring ini menjadi sangat berharga. Ia menerangkan dari arti penggunaan warna cangkir di perjamuan, sampai ukiran indah di tangga kuno yang katanya bisa jadi satu-satunya di Malaysia saat ini. Sayang, kecuali bagian depan dan di akhir perjalanan, keadaan di dalam bangunan tidak boleh dipotret karena tidak diijinkan.

Tarif masuk museum 16 ringit (setara sekitar 50 rb rupiah) dan seorang guide, pada jam yang ditentukan akan memandu kita menjelajah rumah peninggalan orang paling kaya di Melaka pada masanya ini. Bagi yang menunggu dipandu, bisa juga duduk di restoran Baba Nyonya (Cafe 1511) yang masih jadi satu dengan museum, memesan laksa, lumpia dan popia (springroll) nya yang enak dengan harga yang bersahabat (worthed lah pokoknya). Buat minuman boleh pesan es jeruk lemon yang segar.

Bermain tro, di pinggir jalan
Berjalan siang-sore hari di sekitar Jonker Street (kawasan Pecinan), sekitar Museum kita bisa menemukan sejarah masuknya peradaban Cina dengan melihat gaya rumah-rumah yang rapi tersusun, jendela, lampion yang tergantung, serta ukiran dekor di ujung karpus atap rumah. Saya berpendapat, mungkin gayanya tidak dijumpai pada kota di Cina sekalipun, karena perpaduannya dengan budaya Melayu, India, Arab menjadikannya khas. Masjid Kampung Kling yang terletak tidak jauh dari Kuil Sri Poyatha dan Kuil Chen Hoon Teng menunjukkan keberagaman agama juga di daerah ini.

Untuk percampuran budaya juga bisa dilihat dari makanan di Melaka seperti laksa dengan mie, tauge, potongan bakso ikan (Cina), kuah kaya rempah (India). Makanan peranakan lainnya yang patut kamu coba adalah chicken rice ball yang dimakan dengan ayam kampung dengan campuran kecap asin. Harganya sekitar 20 ringit dan porsinya cukup untuk 2 orang.

Di Melaka, untuk soal makanan tidak usah takut tidak cocok. Yang muslim silahkan mampir ke restoran India. Masakan keling bisa anda santap dari nasi goreng gaya India, ayam goreng bumbu pedas, martabak telor, ikan goreng, dan lain-lain. Masakan Melayu juga bisa dicoba, sudah jelas ya kalau ia halal... hanya disini masakan melayunya agak kuat bumbunya. Untuk yang non Muslim bisa mencoba masakan cina... dari mie dengan suwiran daging babi, tersedia dari harga sekitar 6 ringit, sampai susu kacang kedelai yang dijual di pinggir jalan. Lumayan banget minumannya untuk bikin seger setelah jalan-jalan siang bolong di cuaca yang panas.

Di sepanjang pinggir kanal ini, terdapat lokasi berjalan kaki yang nyaman sekali
Ya memang, jalan-jalan di Melaka ini lumayan melelahkan kalau dilakukan di siang hari. Di bulan Maret, matahari muncul agak telat dibanding di Jakarta, atau Bogor. Jam 6 pagi, suasana masih gelap dan jam 8 malam, matahari baru tenggelam benar. Saya menyarankan agar pembaca jika mau memulai jalan, silahkan dimulai pukul 8 pagi, dimana suasana masih cukup segar. Kunjungi dulu lokasi-lokasi terbuka, setelahnya barulah jalan-jalan ke Pecinan, atau mall. Sore hari susurilah kanal sambil nongkrong di cafe sepinggir sungai, sambil menyantap masakan lezat atau minum kopi.


Walking trail sepanjang sungai
Benteng A Famosa





Cerita lain:






Tidak ada komentar:

Posting Komentar