Selasa, 30 Oktober 2012

22 Juni 2012



Dear friend... mungkin suatu saat tulisan ini bisa mengingatkanmu kembali bahwa pernah ada suatu masa, suatu saat dimana kamu agak desperate... tidak punya uang, ingin sekolah S2 tapi tidak mampu bayar test IELTS untuk prasyarat, punya pacar cantik yang tidak mampu kamu traktir makan mewah, serta punya motor yang tidak mampu kamu servis rutin sebab masalahnya sama – agakj ga punya duiiittt!

(Sori, pengen nulis benar-benar desperate – cuma akan melemahkan arti kata “benar-benar” – so mari kita pergunakan kata “agak” saja ya kali ini – walau bisa juga digolongkan bahwa agak ini cenderung ke arah cukup terasa desperatenya sampai ke bau keringat).

Kamu harus ingat, pernah bersama-sama pacarmu yang cantik itu naik bis ke Jakarta, pergi ke konsultan pendidikan di daerah Slipi untuk bertanya-tanya bagaimana mengorbankan diri agar bisa menyelundup ke New Zealand dengan dalih kuliah – agar bisa jadi koki setelah lulus. Itupun tidak mampu karena kamu tidak punya uang 56 juta, plus biaya hidup satu tahun  untuk jaminan.

(Sebab walaupun ada tabungan sekitar 50 juta, namun tidak berani bunuh diri di NZ, karena baca komen kaskuser kelompok Indonesia di NZ yang menyatakan hati-hati kena deportasi – serta laporan orang Indonesia nekat di Auckland yang duitnya tinggal buat 1 minggu lagi setelah nekat masuk cari kerja lewat visa turis, dan terakhir nasehat dari yayang kalau masuk dengan modal segini sama artinya dengan bodoh dan tidak peduli dia dan keluarganya).

Atau pernah juga kamu pergi sendirian dengan ragu ke kedutaan-kedutaan asing, demi mendapatkan secercah harapan akan informasi beasiswa. Sepanjang jalan peluh bercucuran karena menghemat uang ojek dan taksi di Kuningan, dan berteduh di counter ATM BCA sekedar memeriksa uang dan mendinginkan muka – mengharapkan baju agak kering agar tidak malu saat disapa gadis Finlandia yang kau jawab hanya yes – thank you, saat ia memberikan penjelasan mengenai sekolah di rumahnya. 

(Gadis Finland nya cukup cantik dan ramah serta masih muda, sayang tidak bisa memberikan informasi beasiswa – tapi cukup memberikan semangat bahwa masih ada yang care sama makhluk aneh dan norak ini).

Pameran-pameran pendidikan kamu hadiri, bertekad kalau saja ada secercah harapan untuk pemuda miskin seperti kamu yang tidak berprestasi secara IP. Pulpen-pulpen gratis kamu ambil dari meja panitia, menghibur diri kalau minimal inilah hasil real yang bisa dibawa pulang – bahwa akhirnya di kantor tidak akan kehabisan pulpen lagi sementara waktu. (Sedih kalau IP cuma 2,70 karena tidak mengulang mata kuliah yang dapat D karena idealisme kerja yang bilang “kalau kerja yang dilihat adalah semangat dan hasilnya, bukan IP” yang menyebabkan saya banyak gagal melamar pekerjaan di 2 tahun pertama karena kalah saing dengan pemilik IP besar).

Yah, suatu saat saat kamu sukses, ingatlah bahwa ini pernah terjadi. Dan kamu terpaksa membungkus telur rebus sarapan pagi di hotel agar bisa dimakan malam hari demi penghematan uang tak seberapa. Ya, mungkin nanti suatu waktu kamu akan tertawa, tapi tidak sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar