Jumat, 11 Januari 2019

Travelling Nepal 4: Trekking Pedesaan Nagarkot


Kalau ada salah satu tempat yang akan saya kangenin, dipikirin pas saat2 mau mati, maka salah satunya adalah Nagarkot. Kenapa ya? Mungkin karena semua yang terjadi di sana melekat, karena indah karena hening karena sesuatu yang extraordinary.
Lantang range, bagian dari pemandangan Himalaya dari Nagarkot
Iya saya sempat solo travel di Nagarkot, dan kampung-kampung sekitarnya. Beda dengan kalau ada teman, antara kita lalu mendengar doi bicara, atau doi mendengar kita bicara. Kalau solo, kita jadi lebih banyak diskusi dengan diri sendiri aja. Jadi sempet ngedenger angin bertiup di kuping, merasa antusias kadang khawatir kalo ketemu orang, atau mikir sambil ngos2an bingung gimana kalo pingsan kecapean pas nanjak tebing.

Anak2 perempuan pulang sekolah sambil becanda-becandi
Di Nagarkot, awalnya saya menginap dan jalan2 sama kedua teman saya Azim dan Ripa dari Bangladesh. Tapi setelah mereka pulang, saya yang menentukan mau ngapain mau kemana.
Jam 10 pagi saya siap2 beres packingan, setelah mencoba tidur sebentar tapi tidak mampu. Walau kamar dingin dan mantab banget kalo buat tidur lagi (biasanya sih udaranya sekitar 10 derajat lah) cuma pikiran ini bertempur... antara mo bobo atau menjelajah. Akhirnya yang kedua yang menang.

Download peta offline dari Wifi hotel done. Packing done. Dan setelah memutuskan jalur yang kira2 akan ditempuh, plus cek posisi penginapan2 maka saya menentukan perkiraan rute.

Rute pertama adalah melewati forest trail. Yeay... setelah jalan 10 menitan di jalan biasa, track itu terlihat: jalan setapak yang masuk ke arah hutan. Dengan riang gembira, menghirup udara segar sambil melihat cahaya matahari pagi saya melangkah gembira (bisa tralala trilili).
Jalan setapak di hutan
Lewat jalur trekking hutan, bisa merasakan suasana hening ya
Sebagian tanah biasanya tertutupi oleh serasah daun pinus

Lalu ga sengaja saya agak tisoledat. Kepeleset kata orang Indonesia mah. Awalnya ngerasa kaya nginjek lumut agak saya geser2. Sebab kerasa kaya lumpur maka saya cek. Tai (tahi) sodarah-sodarah. Masih fresh, made by human ini setelah saya lihat dekat2.

Rupanya pada punya kebiasaan buang hajat di hutan. Entah dikeluarkan oleh umum yang lewat jalan tembus itu, atau penduduk yang rumahnya masih dekat jalan ini. 5 menitan saya coba ngebersihin tokai yang nempel di sol sepatu. Cungkil cungkil berhadiah, awas nyiprat.

Jenis lumut yang tumbuh di pegunungan
Trek yang saya jalani mantap banget. Ngelewatin pepohonan pinus, tanaman2 yang tidak terlalu tinggi lain khas iklim sedang-tinggi. Kadang disela aliran air. Bagian trek naik turun biasanya sudah dipasang batu2 untuk memudahkan pejalan kaki. Sekitar 2 jam berjalan, beberapa kali saya berpapasan atau disusul penduduk setempat, sebagian adalah pelajar setingkat SMA. Lainnya adalah yang mengambil kayu. Biasanya diikuti seekor anjing. Biasanya anjing-anjing itu sangat ramah, beberapa malah berteman dengan saya.

Keluar dari jalur trekking tersebut yang juga merupakan hutan masyarakat, pas saya cek GPS, kok agak ga pas ya. Salah satu sasaran saya, farm house (hotel) sudah terlewati dan ngeliat jalur baliknya berliuk-liuk saya memutuskan meneruskan perjalanan ke target berikut: jalur trekking loop panjang, dan dengan sasaran pulang via Mira House (dan akan menginap di situ rencananya).

Trekking lalu dilanjutkan dengan berpanduan GPS lagi. Di tengah jalan, 3 orang anak usia SD (12 tahun) bergabung dengan saya dan kami sepakat membentuk tim sampai akhirnya nanti berpisah. Berjalan dengan mereka mengasyikan, walau dengan bahasa Inggris yang seadanya (keren, anak2 kecil itu berani bicara sedikit2).

Sambil jalan, kadang mereka main berantem2an, kadang rangkulan, kadang minta duit, kadang minta tas. Kadang ngejagain saya, kadang nyanyi, kadang sembunyi ngerokok.

Saya memberikan masing2 anak sebuah gantungan kunci wayang yang sudah saya sediakan dari Indonesia apabila bertemu teman2 baru di sini (ada banyak, masih sisa sekitar 50an). Sebagai ganti, mereka menawarkan saya “chocolate” warna merah muda terang. Wah, mantap... zat pewarnanya pasti dosis tinggi neh. Coklatnya saya isap dan makan, rasanya asem cuit2 . Coklat ala barudak nepal.

Makin lama jalan petunjuk si google makin aneh. Lah di google map keliatan gede. Kok ini jalan kecil dan sudah ditumbuhi rumput2? Plus si anak ga tau jalan yang bercabang menuju Mira House. Kata mereka gada jalan. Tak sedetik pun saya ragu sama google map. Perkiraan saya jalan tersebut ada tapi jalan kecil (kemudian baru saya ketahui, jalan tersebut ada tapi kecil, rusak, tertimbun bebatuan atau tertutup rumput).
Menuruni tebing2 bersama anak2
Dan kami terus berjalan. Demi membuat perjalanan lebih singkat kami memotong beberapa jalan, dengan cara menuruni beberapa tebing, menggunakan jalan setapak yang ujung2nya membawa kebahagiaan sebab bisa melewati rumah2 penduduk, foto2 sama anak kambing gunung (please foto kami katanya...😁) , sapi yang kandangnya deket jurang (si sapi kayanya ga bakal kabur, kecuali terbang). Sayang ga bisa mampir lama di sekitar kampung karena perjalanan masih jauh.

Temen seperjalanan yang jadi penghibur selalu, mau dipotret sama kambing katanya
Pemandangan sepanjang jalan sangat indah. Lembah2, bukit, jalan tanah dan pemukiman di kejauhan nampak pudar warna hijau dan birunya. Rentang pegunungan Himalaya dari Nagarkot (Lantang range)  tidak terlihat hari itu karena cuaca sedang berawan. Matahari bersinar terik tapi cuma terasa hangat di kulit.

Melewati kebun2 sayur penduduk
Lalu di sebuah pertigaan, saya dan anak2 tersebut berpisah setelah saling berpelukan dan high five. Bakal kangen neh ma anak2 tersebut nanti. Lalu saya mulai memasuki lembah dan jalan setapak yang beberapa kali putus karena longsor atau tertutup tanaman. Saat hari mulai sore, saya masih berada di lembah dan saat beristirahat, air minum sudah tinggal sedikit saja. Saya duduk melepas jaket karena gerah, dan segera mulai merasa dingin. Weleuh... lepas jaket dikit aja langsung dingin begini?

Rumah-rumah di atas tebing
Setelah berjalan lagi melewati jalanan kecil yang sebagian teruruk batu2an jatuh dari tebing sekitar akhirnya saya melewati lahan pertanian lagi. Sayur2an sejenis lobak ditanam di lahan bertanah gembur tersebut. Beberapa ekor kambing gunung beserta anaknya yang lucu (tapi ga lucu buat si Pak Tani) berjalan di kebun terus menyingkir males, setelah ditereakin ma si bapak sambil ditimpuk pake lobak buruk yang jatoh di tanah. Lumayan jitu lemparan si bapak dari jarak sekitar 30 meter, ampir kena.

Kambing2 yang hobi ditimpuk petani karena doyan makan lobak
Setelah jalan dan ngeliat GPS berkali-kali, ini Mira House benernya dimana ya? Makin gila jalanan ini, sebab di GPS terlihat meliuk-liuk, dan di GPS ga keliatan naik turunnya yang ganas ini. Beberapa hampir nanjak 45 derajat dan jalannya tanah gembur berbatu2. Mira House... dimana Mira House 😓 ?

Apakah kamu ngeliat Mira House di sini? (dikasih waktu 10 detik)
Dan akhirnya bertemu sebuah rumah kaya Mira House. Ada satu orang yang lagi beres2, kayanya mau pulang. Saya tanya... ekskyus mi ser, is dis miras haus? En doi bilang kalo ini rumah penjaga Mira House nya... en saya tanya lalu Mira House dimana? Doi lalu menunjuk ke belakang saya, persis di bawah jalan ada tebing, dan ada bangunan yang kelewatan ma saya ga kliatan.

En sialnya itu rumah di ujung dunia kaga buka. Ini Mira House bisa dibilang sama orang normal ga bakal keliatan. Udah letaknya di ujung jalan, ngumpet lagi.Wasalamalaikum, jalan deui dah, en makin nanjak aja ini perjalanannya.

Kebun caisim yang sedang menunggu berbunga
Para perempuan yang pulang dari kebun
En makin sore ya... tapi udah beberapa kali ketemu penduduk, dari yang bawa kayu bakar dan jalan pulang dari kebun. Artinya udah deket kampung walau kalo di peta ini jalan pulang masih jauh.
Lalu saya ditunjukkan jalan lebih dekat oleh seorang penduduk, dan masuk kampung. Dimana saya sempat berkenalan dengan seorang dokter relawan yang sedang menjalankan klinik kesehatan gratis untuk komunitas di kampung. Yang saya ingat adalah: do you want to have a tea? No, are you sure, or cannabis? Sial... keinget terus ma tawarannya...karena saya jawab... no thank you, I must go again before it’s dark. Pretlah saya 😓

Panen, di sebidang tanah di ujung jurang
En jalan lagi. Sore2, matahari makin turun jalanan makin redup (mata saya silindris katanya). Saya jadi makin nekat ambil jalan pintas yang naik2 bukit. Makin ngos2an dan makin kunang2... keringetan, tapi kalo buka jaket ya dingin. Nyoba bikin vlog tapi ngomong jadi ga jelas. Gejala cape en kurang oksigen. Yang saya sadarin juga kenapa ya idung kaya berembun gitu... kaya basah gitu? Kayanya karena dingin, hembusan uap dari hidung menyublim jadi air dan hidung jadi basah. Walau lagi mo semaput minimal ada pengetahuan baru yang sempet disintesiskan. Yeay.

Sekitar jam 7 malem baru ngeliat hotel lagi, yang mewah super duper cool yang kaga mampu dimasukin. Musik terdengar samar2 mengalun dan kebayang betapa enaknya kalo saya disuruh mampir, mandi air anget dan disuguhin teh susu. Lalu saya duduk di beranda ngeliat ke bawah dan ada orang semacam saya lagi lewat, saya ngajak dia lagi mampir.

Tetep we jalan terus sambil koprol2. Batere kamera udah abis, minum abis, kaki gempor, pengen baringan di kasur sambil tidur2an ngeliat sunset en ngisep udara dingin.

Dan setelah jalan 1 jam lagi, baru nemu warung sederhana, dan udah jelas: mesen 1 gelas teh susu (cai) dan 1 gelas kopi susu .

Kalo abis jalan jauh, nemu warung yang teh susunya enak banget, giman gituuu...
Ehem... ngeunahhhh !
Yang saya bawa sampe ke Bogor adalah lidah yang melepuh sebab ausssss. Ga sabar niup2 itu cai sampe nekat nyeruput aer panas. Namun demikian melepuh, tetap itu cai paling enak yang saya minum. Coklat kitkat saya sikat juga sebab kelaparan dari siang belom makan.

Selesai mengumpulkan tenaga, barulah saya berjalan kembali. Kali ini jalanan sudah saya kenali karena sehari sebelumnya saya sudah ke lokasi ini. Sekitar 30 menit, sampe hostel dan nego harga yang ternyata bisa lebih murah dibanding harga online-nya. Terimakasih Klinik Tong Fang.

Terakhir, pesan nasi goreng pake buff (buffalo, daging kerbau) sebelum masuk ke kamar di Sherpa Alpine Cottage. A very happy ending, ditutup sama teh rempah ngepul2 di suhu ujubile dingin.

I 💖 Nagarkot
Tempat hibernasi semalam: Sherpa Alpine Cottage


Indonesia? Where it is? (bokap mantengin dari jauh)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar