Namaste...
Deuh... nulis dah lama banget neh sejak yang terakhir. Tapi tiba2 keinginan menulis datang lagi. Sebab yang ini perlu diingat lagi ya kalo udah tua. Ini adalah bagian pertama dari tulisan-tulisan saya saat pergi ke Nepal. Ada 3 lokasi yang sempat saya kunjungi: Kathmandu, Bhaktapur dan Nagarkot. Semuanya terletak tidak terlalu jauh dari ibukota negara, Kathmandu.
Deuh... nulis dah lama banget neh sejak yang terakhir. Tapi tiba2 keinginan menulis datang lagi. Sebab yang ini perlu diingat lagi ya kalo udah tua. Ini adalah bagian pertama dari tulisan-tulisan saya saat pergi ke Nepal. Ada 3 lokasi yang sempat saya kunjungi: Kathmandu, Bhaktapur dan Nagarkot. Semuanya terletak tidak terlalu jauh dari ibukota negara, Kathmandu.
Rumah2 di atas awan, dilihat dari pesawat |
Perjalanan saya kali ini adalah “gratisan” sebab saya
sekaligus mengikuti pertemuan “hak perempuan atas tanah” di Kathmandu, 17-18
Desember 2018. Saya lalu extend sampai tanggal 22 Desember.
Nyampe di Kathmandu tanggal 16 Desember, begitu turun
pesawat udara segar langsung menyerbu. Tidak terlalu terasa dingin karena dari
pesawat memang sudah pakai jaket paling tebal yang pernah saya pakai. Mungkin temperatur di kabin pesawat tidak sedingin udara di Kathmandu ya. Kerasa
dingin setelah di luar bandara sambil nunggu peserta pertemuan yang lain
datang.
Abis pertemuan langsung cas-cus deh |
Sekitar jam 2 sore mulai deh kerasa dinginnya dan saya mulai “moyan” begitu kata orang Sunda, alias ngejemur badan kena matahari. Buat saya yang rumahnya di deket khatulistiwa, jarang siang-siang suhu udara mencapai 12 derajat Celsius. Saya lalu duduk sengaja di bagian yang terkena sinar matahari siang supaya lebih hangat.
Hari pertama, yang niatnya mau langsung jalan begitu sampe
hotel (namanya Hotel Marshyangdi), statusnya adalah 50% failed. Begitu sampe kamar hotel langsung mandi
air panas yang terasa dingin, sebab begitu air hangatnya menyentuh kulit tak
lama kulit terasa kedinginan lagi – kecuali kembali disembur air panas segera.
Abis mandi langsung pake jaket, kaos kaki masuk selimut. Ngecek suhu udara via
google sekitar 10 derajat Celsius. Maybe karena belum adaptasi ya jadi pusing kepala begini, atau efek masuk angin karena perjalanan?
Penjual gorengan sate dan "momo" di pinggiran jalan |
Malam pertama, sesakit-sakitnya saya napsu jalan2 lebih
kuat. Apalagi cuma sakit kepala begini, ga sampe pingsan juga rasaan. Jadi saya
tinggalkan Mas Amir di peraduannya, mau
ngebangunin ga tega walau belum makan malam pun berdua kita ini.
Pengendara tricycle di Thamel |
Saya kemudian menjelajah wilayah dekat hotel, namanya wilayah Thamel.
Biasanya hari pertama saya gunakan untuk survei barang-barang. Thamel
sendiri sebenernya kaya semacam wilayah turis, mungkin kalau dikelilingi dengan
berjalan kaki sekitar 30 menitan. Mungkin bisa disamakan dengan daerah
Malioboro, hanya saja ia berbentuk kawasan dengan jalan2 kecil di dalamnya.
Saat berjalan pertama kali, selain dingin yang langsung
terasa adalah serasa bedakan akibat debu yang beterbangan di jalan. Memakai
masker rasanya akan membantu bernapas, namun tetap debu2 akan melekat di
pakaian sih. Di hari awal masih terasa janggal – saat pulang perlu mengibaskan
pakaian, tapi selanjutnya sih cuek aja.
Di jam 9 malam, toko-toko suvenir sebagian sudah tutup. Suvenir khas dan barang-barang kebutuhan yang
terkenal adalah dari baby yak wool syawhl (wow, enak dan anget banget),
pashmina dari bulu kambing yang ringan, lebih mahal dan anget, singing bowl,
patung2 kerbau, sapi, Budha, orang2an, jaket adventure, topi wol dan sarung
tangan warna-warni, pisau khukri, kain penghias dinding warna-warni, kaos2
dibordir, dendeng daging kerbau, manisan2, minuman keras lokal dan dari luar, dan
lain-lain.
Bendera doa, singing bowl, khukri, topeng, patung, incense, gelang, dll |
Benda yang saya cari2 di antara suvenir2 itu terutama adalah
singing bowl dan syal dari bulu yak yang hangat. Singing bowl adalah mangkok
tembaga atau kuningan yang sering dipakai untuk bermeditasi. Caranya adalah
dengan menggosokkan pemukul kecil di tepian mangkok. Bentuknya yang khas dapat
menyebabkan resonansi dan getaran yang menghasilkan nada konstan. Tinggi rendah
nadanya tergantung besar dari singing bowl. Utk yang kecil akan memperdengarkan
nada yang lebih tinggi. Harganya bermacam2, dari kualitas rendah ukuran kecil yang
berdengung sebentar sampai kualitas
tinggi yang getaran suaranya lama dan ukurannya yang besar. Saya membeli ukuran
12 cm (diameter) dengan harga tawar 1200 rupee (sekitar Rp 155 rb) yang kalau
dibawa ke Indonesia rasanya harganya lebih dari Rp 500 rb an (udah cek di
Tokopedia).
Syal dari bulu yak juga khas. Syal ini begitu lembut dan
hangat. Saya menawar sampai mendapatkan harga 300 rupee atau sekitar Rp 39 ribu
utk ukuran syal besar. Worthed banget untuk oleh-oleh. Untuk pashmina bulu
kambing, harganya lebih mahal sekitar 700- beribu-ribu rupee (di atas Rp 100
ribu). Jangan lupa belinya di hari pertama tiba yaaaa... untuk langsung
dipakai, sama dengan topi, sarung tangan dan kaos kaki wolnya. Tidur di kamar
yang tanpa pemanas ruangan, benda-benda ini akan amat menolong kamu buat tidur
lebih nyenyak.
Mas Amir dan saya, jalan2 survei harga di malam kedua di Thamel |
Toko khusus penjual khukri hiasan dan khukri tempur |
Well... di daerah Thamel ini ga semuanya sedang berbelanja. Bagi sebagian turis mungkin yang terlihat adalah keramaian toko suvenir, cafe dan restoran, warna-warni syal, bir dan makanan ringan. Bagi yang lainnya mungkin melihat tambahan2nya.
Perempuan penjual kopi dan makanan ringan |
Terdapat juga homeless yang tidur meringkuk di emperan toko lain malam itu. Duh ga kebayang dinginnya tidur di ruangan terbuka seperti ini yang suhu di pagi harinya bisa turun sampai 8 derajat Celsius).Seluruh badan dan kepalanya tertutup kain2an dan terpal, untuk menahan panas di dalam. Sedih ngeliatnya.
Para pekerja kebersihan, di pagi hari |
Selain itu ada para preman yang mendatangi saya menawarkan
rokok, lalu setelah ditolak, diganti kata rokoknya dengan kata weed, marijuana, alias ganja. Beberapa kali
saya berjalan di sana, sekitar 3x saya ditawari hal serupa. Lumrah kayanya di
sini. Sebab saya bukan pengganja, tawarannya saya tolak dengan halus.
Tiba2 pikiran meloncat ke indomie telor. Makan indomie sambil ngepul di udara malam yang dingin kaya begini nilainya hampir sempurna, 9/10.
Tiba2 pikiran meloncat ke indomie telor. Makan indomie sambil ngepul di udara malam yang dingin kaya begini nilainya hampir sempurna, 9/10.
Pulang jalan-jalan malam di Thamel, nyampe kamar di hotel langsung masuk selimut sambil berpakaian lengkap. Mas Amir kebangun. Untung doi ga kemana-mana soalnya kartu pas kamarnya saya bawa jalan (atau dia ga keluar kamar karena ga ada kunci buat masuk lagi 😅). Selamat malam, waktunya hibernasi meniru beruang kutub. Semoga yang di luar sana juga tidak kedinginan.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar