Selasa, 25 Agustus 2015

Perang Narkoba di Kampung Nelayan, Belawan (SMN Part 2)


Jangan dibayangkan kalau Kampung Nelayan Belawan ini yang katanya termasuk wilayah Medan berada di Kota Medan yang padat. Sama-sama padat, tapi di sini warga tinggal di antara 540 KK di kampung yang “mengapung” di atas laut. Sebagian besar rumah menggunakan fondasi kayu atau semen agar tidak terendam air saat pasang naik. Rumah di sini sangat padat, bedanya jika kita melihat ke bawah bukan tanah atau lapisan semen yang ada melainkan genangan air laut atau sampah.
Ya sampah... Walau sudah banyak berkurang tapi sampah masih menjadi problem di sini.
Kambing di antara sampah di lantai kampung
Menjadi sarang perkembangbiakkan nyamuk dan mengganggu pemandangan. Kebiasaan masyarakat yang membuang sampah ke bawah rumah sudah berhasil dikurangi dengan kampanye anti buang sampah oleh kelompok Pekan (Persatuan Kesenian Nelayan) yang dikoordinasi Jailani Hasibuan (22 th), para Pemuda Karang Taruna Tunas Muda dan PBT (Pemuda Berani Tantangan).
Bukan hanya menanggulangi sampah di kolong rumah yang memang juga tidak ada habis-habinya (sebab dibawa oleh arus laut juga dari daratan Belawan), mereka juga bekerjasama membuat banyak kegiatan untuk menyalurkan tenaga dan minat para pemuda/i di kampung. Dari mengajar anak PAUD, menjadi guru sekolah muda (Nurul AS, anggota Pekan adalah guru di SD), latihan dan pentas drama dan tarian (daerah serta yang sudah dimodifikasi), memperbaiki titian kayu di jalan yang keropos dengan iuran sendiri, sampai beternak ikan di tambak dengan sistem bagi hasil. Siapa bilang darah muda di sini sukanya cuma hura-hura?
Tapi kalau ditanyakannya dulu, benar dulu di sini para pemuda sukanya cuma hura-hura. Kampung Nelayan di tahun 2000an menurut Nova, pendamping dari LSM P3MN dikenal sebagai zona merah. Selain narkoba, daerah ini juga dikenal sebagai sarang bajak laut yang suka merompak kapal yang berada di sekitar Selat Malaka.
Yang saya bilang merupakan keberhasilan besar bagi kelompok adalah kemudian terlepasnya banyak orang dari jaringan narkoba berkat kegiatan mereka. Sewaktu saya membaca postingan-postingan Jailani di Facebook, sebelum saya datang ke kampung ini tidak terpikir oleh saya untuk merasa antusias pada isu narkoba. Terus terang saja isu narkoba bukan menjadi pilihan isu pendampingan saya, yang lebih mengutamakan isu keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam.
Bagi saya yang tidak pernah ketagihan narkoba, saya tidak tahu bagaimana rasanya sakau. Tidak tahu juga mengalami pertentangan dalam hati jika sampai mencuri uang atau perhiasan orang tua karena meriang narkoba. Satu-satunya kasus saya dengan narkoba adalah karena tidak sengaja membeli segenggam rokok tradisional dari negara yang belum bebas narkoba dimana sudah menjadi kebiasaan untuk menyelipkan daun ganja pada rokok tersebut.
Kembali lagi ke Kampung Nelayan, di suatu malam kami berdiskusi dengan para pemuda/i, baik yang sudah lepas dari narkoba bahkan rokok, sampai yang dalam tahapan penyembuhan diri (dengan cara mengurangi ketergantungan, mengurangi secara bertahap) kami sebagai tamu bertanya: bagaimana caranya melepaskan diri dari narkoba tersebut? (sebab setahu kami cukup sulit).
Caranya adalah dengan banyak berkegiatan bersama pemuda lain.
“Semudah itukah?” tanya saya lagi.
Tidak ada jawaban pasti yang diberikan oleh para pemuda tadi (PBT, Pemuda Berani Tantangan). Namun dari raut wajah mereka yang antusias dalam berkelompok, saya tahu bahwa dengan banyaknya kegiatan, banyaknya tanggung jawab yang mulai diserahkan kepada mereka timbulah rasa percaya diri dan kebersamaan, yang pada akhirnya mengeliminasi perasaan bosan, tidak keren, tidak melakukan apa-apa yang berujung pada pelarian kepada narkoba.
Bincang-bincang malam antara kelompok SMN, Pekan dan PBT
Masih penasaran, seorang kawan dari kelompok SMN (Suara Muda Nusantara) yang sedang bertamu di sana melanjutkan, “Kawan-kawan hebat lho sebab keluar dari masalah narkoba itu sulit. Kami di Medan punya kawan-kawan yang terlibat pada narkoba. Namun di sini karena bersatu, sepertinya lebih mudah keluar dari narkoba yaa...”
Mereka nampak senang dan tersipu-sipu. Kami berpikir kelompok anak muda ini sangat perlu
didukung, apalagi kelompok ini belum lama terbentuk. Tak heran, tanpa dikomandoi bertubi-tubi tepuk tangan tanda dukungan dari kelompok SMN berkali-kali terdengar.
Inilah perang melawan narkoba menurut kelompok-kelompok pemuda di Kampung Nelayan:
  • Membentuk kelompok PBT (Pemuda Berani Tantangan). Adanya pembagian tugas untuk anggota dengan demikian semua anggota memiliki peran dan tanggung jawab.
  • Program perbaikan titian (jalan dengan kayu penghubung) antar rumah. Sehubung panjangnya jalan dan kualitas kayu yang bisa dipakai titian jalan mudah rusak dan bisa menyebabkan kecelakaan pada warga. Para pemuda menjadi punya tugas rutin untuk perbaikan titian.
  • Melatih nyanyian dan band agar bisa pentas saat ada hajatan warga/ panggilan lain.
  • Masih tentang hajatan, kelompok ini berkomitmen berjibaku secara gratis apabila ada warga menggelar hajatan. Bisa sebagai tenaga kebersihan, pembawa barang-barang, dekor dan lain-lain.
Cukup menarik ya? Jadi bukan dengan cara-cara yang canggih, namun dengan pendekatan
kelompok sebaya. Selain itu tentu saja bagi mereka yang sudah terlepas dari narkoba dapat menceritakan perjuangannya kepada kawan lain. Memberi contoh dari perbuatan dibandingkan berteori dan berpresentasi.
Sukses selalu buat kelompok-kelompok pemuda/i di Kampung Nelayan. Semoga bisa menjadi contoh buat kawan-kawan lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar