Kamis, 21 Desember 2017

India 1 : Teh Susu dan Sapi


Teh susu di cawan tanah liat
Teh susu, sekarang menjadi minuman yang sering saya minum paling tidak 1-2x dalam sebulan, tergantung apakah saya sering atau tidak pergi membeli susu segar di rumah Pak Kohar, yang punya sapi perah dekat Kuburan Blender. Kebiasaan ini terbawa sejak saya pulang dari Indihe.

Tadinya saya minum teh saja, atau susu saja (kardusan, merk dancow dong pastinya). Namun karena di Indihe saya mencicip teh susu yang enak banget so saya jadi ketagihan. Rahasianya adalah mereka menggunakan susu sapi murni, lalu direbus dengan mencampurkannya dengan teh. Atau kalau di tempat lain, mungkin membuat air teh kental lalu mencampurkanya dengan susu murni. Agar tepat, perbandingan (air) teh dan susu haruslah bahwa susu lebih (sangat) dominan dibanding teh. Gulanya suam2 kuku ajah.

Saya mau cerita neh pengalaman saya di India terkait teh susu. Teh susu bisa diminum dengan mudah di jalan-jalan di Ranchi (saya berasumsi kota lain juga begitu) dengan harga 10 rupee (1 rupee = 207 rupiah saat itu) terutama di daerah-daerah yang agak ramai seperti dekat pasar, dekat stasiun. Ia dibuat pula minuman botolan dan dijual di warung-warung dari yang berdinding triplek sampai swalayan.

Penjual teh susu di pinggir jalan
Teh susu biasanya disajikan bersahaja di mangkok kecil yang dibuat dari tanah liat. Fungsi mangkok ini adalah untuk meredam panasnya teh susu, jadi bisa dipegang sambil ditiup-tiup. Wangi susu bercampur dengan aroma teh yang berat, dan membuat kantuk hilang di pagi atau malam hari. Saya biasa meminumnya sambil melihat para pejalan kaki lalu lalang di dekat stasiun kereta api Ranchi.

Dekat Stasiun Ranchi, pagi-pagi penjual teh susu sudah dagang
Masyarakat India ini peminum teh susu ya? Dan kalau begitu kita harus tahu asalnya susu... yaitu dari sapi (kalau susu sapi...). Nah yang unik adalah tentang sapi ini.

Di perjalanan dalam bis, saya bertanya ke teman saya Sailendra. Ia dari Nepal tapi ia rasanya mampu menjawab pertanyaan saya tentang persapian ini. Sebab ada kesamaan dalam budaya mereka memelihara sapi.

Menurut Sailendra, sapi-sapi ini dipelihara oleh masyarakat India, tidak boleh dibunuh. Jika mati karena tua atau penyakit maka ia akan dikuburkan di dalam tanah. Sapi adalah binatang suci bagi penduduk India yang beragama Hindu. Nandini, atau Andini adalah nama sapi putih yang ditunggangi Dewa Siwa dalam kepercayaan Hindu. Sapi dianggap memberikan kesejahteraan bagi manusia lewat susu, tenaga, air seni sampai kotorannya. Menurut kisah di India, Sri Krisna mengutamakan sapi sebagai binatang yang perlu dihormati.

Kheer yang tawar dan manis juga dibuat dari susu

Gulab jamun yang super manis juga dibuat berbahan susu
Nah di perjalan itu, sambil menikmati klakson tolalet tolatet nya si bis yang doyan banget nglakson (sebagai keterangan, penduduk sini demen banget maenin klakson, bikin stres saya) saya bertanya lagi, apakah tidak terjadi bahwa populasi sapi nya tumbuh terlalu banyak (sebab membayangkan sapinya kan tidak boleh dibunuh, dan apakah tidak terjadi kawin mawin antar sapikah?).

Sailendra menjawab tidak, sebab dikontrol. Sapi jantan tidak disatukan dengan sapi betina, dan walau populasi banyak (setiap keluarga yang mampu bisa punya 1-2 ekor sapi), tapi sapi tidak dibiakkan untuk tujuan bisnis. Jadi sudah dapet jawabannya ya... sapinya mang banyak, tapi dijagain satu-satu kaya anjing. Jadi bukan ditaro berkelompok dan sengaja dikembang biakkin buat diambil dagingnya. Seperempat populasi di dunia katanya ada di India (http://www.sapibagus.com/2016/04/01/6-negara-memiliki-populasi-sapi-terbanyak-di-dunia) yaitu sebanyak 330 juta ekor.

Tapi saya baca di google kok katanya India adalah negara pengekspor sapi potong juga ya keluar negeri? Tak terhindarkan kali ya, orang2 yang sudah melihat kendaraan Dewa ini sebagai komoditas bisnis menguntungkan? Jadi absurd juga kalau begini ya...

Sailendra dan Kalpana, dari Nepal
Saya sempat menyatakan ini ke Sailendra, tapi sepertinya ia tidak punya data seperti yang saya dapatkan, walaupun secara logika dapat dimengerti. Sailendra cuma bilang ada sih yang di negaranya membunuh sapi tapi secara ilegal. Data tentang pengeksporan ini mungkin dia ga ngeh waktu diskusi dengan saya.

Balik lagi ke soal sapi penghasil susu ini, doi ini keren – berjalan-jalan selayaknya bemo di jalan2 utama, tahu berhenti saat mobil di depannya berhenti. Agak minggir kalo motor mau nyusul, bisa nyelap-nyelip lewat celah-celah kalo mau nyusul, lalu dia berhenti di tumpukan sampah nye-nack sisa sayur, nasi. Ibaratnya sapi di India ini saya anggap setara bemo lah keberadaannya.

Sapi yang hidup di India ini mungkin hidupnya lebih enak ya dibanding sapi yang hidup di negara lain, yang hidup di Pakistan, Indonesia, Amerika yang memang dibiakkan untuk dimakan.

Sapi itu setara dengan bemo untuk soal nyelap-nyelip di jalannya
Pikir-pikir nasih manusia juga sama ya kaya cerita si sapi ini lho: manusia ga bisa milih dilahirkan dimana. Kalo lahir di Swedia, terjaminlah dia seumur hidup, tapi kalo lahir di negara Afrika yang lagi perang, apeslah nasib dia.

Yuk seruput teh susunya dulu...

Monggo lain kali dicobian teh susu buatan sayah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar