Selama saya
melakukan pendampingan masyarakat, sering kita menjumpai konflik yang terjadi
di masyarakat. Contohnya, misalnya antara perusahaan swasta yang memiliki Hak
Guna Usaha (HGU) dengan masyarakat. Bisa juga terjadi antara misalnya
pemerintah (diwakili oleh Taman Nasional) dengan masyarakat.
Contoh pertama
misalnya. Perusahaan swasta ingin
memanfaatkan lahan HGU untuk mendapatkan profit (misalnya dengan menanami lahan
dengan tanaman seperti jati, jenjeng, atau sayuran). Nah ini legal dan sah,
karena pemerintah memberikan hak HGU tadi kepada perusahaan. Yang biasanya agak
bermasalah adalah apabila misalnya, lahan yang diberikan HGU nya kepada swasta
ternyata adalah lahan yang diklaim milik masyarakat. Kalau kasus ini bisa
terjadi misalnya kalau yang di HGU kan misalnya adalah hutan adat, dan
lain-lain. Ini bisa terjadi karena misalnya pemerintah masih merasa kalau yang
di peta Indonesia ini bisa diberi saja semaunya ke perusahaan yang bisa bayar
pajak ke pemerintah. Padahal bisa jadi masyarakat. yang sudah ada sebelum
pemerintah RI berdiri sudah merasa memiliki, memanfaatkan dan memanage hutan
tersebut.
Sebagai catatan,
tahun 2012 MK (Mahkamah Konstitusi) Indonesia sudah memisahkan Hutan Adat dari
Hutan Negara. Artinya Pemerintah sekarang sudah tidak bisa seenaknya saja
memberikan hak kelola Hutan Adat kepada Swasta. Itu punya masyarakat adat coy.
Satu langkah yang baik menurut saya.
Lainnya, seperti
di daerah pendampingan saya, desa Pasir Buncir dan Wates Jaya. Yang ini perusahaann
yang punya HGU pintar sekali. Ada syarat kalau ditelantarkan, lahan HGU bisa
tidak diperpanjang ijin pemanfaatannya. Kalau saya tidak salah kalau
ditelantarkan 4 tahun masyarakat bisa mengajukan kepada pemerintah agar tidak
memberikan perpanjangan HGU ini, dan bisa mengolahnya kemudian dengan asas
kolektif (ngajuin bersama agar nanti hak kelola adalah memakai nama sama-sama).
Ini kalau saya tidak salah ya sebab saya bukan ahli hukum pertanahan.
Di desa ini perusahaan pandai. Mereka tidak
mengolah lahan sendiri, namun menyewakannya kepada petani, agar diolah dan
kemudian mereka akan mendapatkan kira-kira setengah dari hasil panen. Jadi ga keluar modal.
Yang jadi masalah
adalah nah kok elo ga ngelola sendiri, nyewain ke orang lain lalu elo claim
kalo perusahaan elo sudah memanfaatkan HGU nya dengan baik? Atuh mending
pemerintah langsung aja kasih HGU nya ke masyarakat?
Di sini
perusahaan jadi bertindak seperti calo sewa tanah, dan ini dilarang. Kalo gw
jadi pemerintah seh ga bakal ijin HGU nya gw kasih ke perusahaan macam begini.
Kaya lintah gw bilang sih.
Nah masalah lain
juga, ini sering luput dari kita-kita yang katanya pro ngebela masyarakat
dibanding perusahaan besar.
Yang dibela ini
masyarakat yang mana seh? Sering misal... kalo HGU perusahaan lepas lalu
diberikan ke masyarakat, ternyata yang dinamakan masyarakat itu adalah makelar
tanah. Bisa juga jatuh ke petani kaya, entah dari desa mana; atau pengusaha
tambang ilegal (Haji sesuatu yang kayanya ujubile dari hasil nambang ilegal).
Ini semua masyarakat Bung. Jadi mana masyarakat yang elo maksud?
Yang kasus
pengusaha tambang ilegal ini kasus nyata di daerah pendampingan kami di desa
sekitar Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Doi itu udah siap-siap katanya
kalau HGU perusahaan ga diteruskan, dah siap-siap caplok HGU nya buat nambang
kaolin. Dah siap tuh buldozer ma truk-truk besarnya buat ngerokin tanah.
Lalu dimana seh
masyarakat petani, miskin, penggarap, yang kudunya emang dapet hak kelola
lahannya? Sori coy... jadi elo para pendamping pikirin bae-bae karena reformasi
agraria bisa jadi gila hasilnya. Dari mulut buaya jatuh ke mulut harimau.
Saya sih cuman
pengen bilang. Yang namanya masyarakat itu bukan suatu entitas tunggal. Isinya
adalah ibu-ibu, tukang sayur, petani, mamang baso, anak perempuan, balita,
manula, makelar tanah, preman pasar, Haji yang udah 3x naek Haji, Pak RT,
mahasiswa yang lagi PKL yang lagi pacaran ma petugas di Puskesmas. Isinya orang
baik dan orang jahat dan yang abu-abu. Silahkan pilih dulu.
Jadi bae-bae deh
pendampingannya. Mohon dicek dulu siapa ada dimana. Itu namanya assesment. Kaga
bisa assesment? Siap-siap deh kecewa lahir batin setelah pendampingan.
Wasalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar