Senin, 05 Maret 2012

Kematian Tragis Arwana

Sial lagi sial lagi. Saya lagi sial karena ikan arwana kecil yang saya beli dimakan oleh tokek besar, penghuni celah atap di rumah saya.

Lah kok bisa? Kalau kamu tanya seperti itu akan saya jelaskan bahwa tokek adalah karnivora. Saya sering melihat tokek ini melahap kecoa-kecoa sebagai kudapan... dan berdasarkan cerita-cerita dan film dokumenter, saya juga menyaksikan bahwa ia juga bisa memakan tikus dan burung kecil. Jadi saya percaya ikan kecil juga santapan lezat, bukan masalah buatnya.

Beberapa menit setelah ikan itu hilang, saya teringat bahwa beberapa kali saya juga kehilangan ikan jenis cupang di kolam tersebut dengan misteriusnya. Sifat ikan cupang dan arwana adalah sama – sebagai perenang yang suka di permukaan sehingga terbuka kemungkinan diserang oleh makhluk permukaan.

Entahlah, mungkin juga ikan tersebut loncat ataupun ditangkap di air dengan rahang kuat sang tokek tidak jadi perdebatan karena intinya adalah si arwana dead and banished. Dan mengenai masalah rahang, saya sudah membuktikan bahwa sang tokek sanggup menggigit gagang sapu dengan kerasnya, so saya pikir satu gigitan sudah cukup untuk mencengkram ikan, kalau tidak langsung mematikannya...

Btw sebenarnya saya sedih dan cukup tegang saat menulis ini – jadi mohon dimaklumi ya kalo ngelantur? Bagaimana tidak, pertama anakan arwana Irian itu saya beli dengan uang yang cukup besar, Rp 125.000. Bagi saya uang sebesar itu tidaklah murah. Dan kedua, sedihnya - bisa dibilang arwana itu hanya sempat sejam bersama saya saat saya sudah pulang dari kantor. Di sore hari saat saya akan menengoknya kembali di kolam kecil, saya jumpai seekor tokek besar sedang dalam posisi agak bergelung di sudut kolam, agak dekat di arah air.

Sempat terpikir oleh saya untuk menangkap tokek itu, lalu dijual ke petshop. Lalu uangnya saya pakai untuk membeli anakan arwana lagi (oh my... kejamnya saya). Cuma pikir-pikir tidak tega selain saya berpikir juga kalau menangkapnya tidak mudah. Nah inilah yang menyebabkan tidak timbulnya kejahatan kelas teri ini: ada niat tapi tidak bertemu dengan kesempatan (sebab si tokek bisa manjat dinding, cepat larinya dan sembunyi di lubang kayu – sedang saya terlalu malas untuk berusaha dan ngorek-ngorek lubang atap).

Refleksi saya: hukum alam memang pasti. Tokek butuh makan, dan semuanya kalau direnungi hanyalah pelaksanaan hukum alam. Saya dapat digolongkan sebagai korban pada peristiwa ini, dan secara lebih spesifik saya dapat digolongkan sebagai korban tidak langsung. Korban langsungnya adalah sang arwana yang mungkin kalau tidak saya beli siang harinya masih berenang santai saat ini bersama sepupu dan saudara-saudaranya.

Usaha saya memanipulasi alam digagalkan. Alam berkata senang, karena hari ini bisa menyeimbangkan keadaan secara alami lagi. Tokek memang penguasa daratan (terutama dinding rumah saya).  Membuat bak dan memelihara ikan arwana yang berasal dari Irian adalah manipulasi (catatan penulis, kalau memanipulasi artinya membuat lingkungan buatan sehingga kemudian masukan-masukan baru dapat dengan mudah diterima oleh keadaan lingkungan yang sudah ada sebelumnya). 

Dan alam kali ini meminta agar saya bersabar, bekerja lebih keras dan mencari pekerjaan tambahan agar bisa menghasilkan uang, lalu kembali lagi membeli si arowana (ngarep.com).

Siapa tahu di lain kesempatan alam berkata agak serius kepada saya,”Dear Indra, baiklah karena kamu semangat sekali, saya perbolehkan kamu memanipulasi saya lagi. Sebagai tambahan, saya berkati kamu juga dengan keberuntungan sehingga ikan-ikanmu tumbuh pesat dan kuat.”

Jadi jutawan deh saya (soalnya kali ini melihara arowana super red).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar