29 Jan 2018 22.30
Wonorejo, kalo denger namanya yang terbayang-bayang di
kepala kita pasti sebuah kota, entah di mana di Jawa.
Untuk Wonorejo yang saya ingin ceritakan, lokasinya di
Sumatera, dan sehubung dihuni oleh orang-orang yang rindu Jawa, maka dinamakanlah
lokasi ini Wonorejo.
Pemandangan sore dari dekat Hotel Pesona tempat biasa nginep |
Wonorejo, adalah sebuah korong (setingkat dusun) di Solok
Selatan Sumatera Barat. Para pekerja di kebun teh Belanda dulu dibawa dari
Jawa, dan setelah bertahun-tahun terisolasi maka mereka kemudian membuat sebuah
pemukiman Jawa di daerah Minang ini. Tak jauh dari Wonorejo, ada lagi sebuah
pemukiman Jawa yang jauh lebih luas dipanggil Bangunrejo.
Air Terjun Kupitan |
Di Wonorejo inilah saya selama satu setengah tahun
bolak-balik Bogor – Padang Aro (lokasi kantor konsorsium berada). Pagi biasanya
saya berangkat jam 3 pagi, naik bis Damri, naik pesawat tiba di Padang dan
disambung naik travel beberapa jam dan sampai Padang Aro sekitar jam 4 sore.
Lalu biasanya ngantuk tapi ga bisa tidur. Syukur kalau tidak langsung
memfasilitasi pertemuan masyarakat malam harinya (beberapa kali seperti itu,
dan biasanya KO seminggu kemudian).
Balik lagi ke Wonorejo yang beberapa minggu lagi saya akan
tinggalkan selamanya (sebab ini adalah daerah pendampingan di luar lokasi
utama, yang hanya mungkin didatangi kalau didukung oleh proyek besar), saya
merasa ini adalah daerah pendampingan yang paling berkesan yang saya datangi
selama ini. Lah padahal dibanding daerah
pendampingan saya yang lebih lama, Wonorejo ini didatengin paling 2 bulan
sekali dan hanya 3-7 hari saja.
Kenapa saya tertarik mendampingi Wonorejo ini mungkin karena
ini adalah daerah yang menurut saya ramah, dan menyenangkan sekali melihat ibu2
yang hanya saya bekali dengan ilmu sedikit tapi lalu bisa dengan sukses
mengembangkan Kelompok Bermain untuk anak-anak. Pemuda-pemudi yang bekerja di
perkebunan teh, namun masih punya waktu ngobrol tentang ekowisata sampai malam.
Biasanya saya setiap ke sini kerja habis-habisan sebab dengan waktu saya yang
cuma 3-7 hari saja dan 2 hari di antaranya saya jalani di dalam mobil travel,
betapa saya harus selalu putar otak agar pekerjaan saya efisien dan efektif
110%.
Mbah Mul yang pemalu dan masih jomblo :) |
Setiap kali pergi ke sini, saya tidak bisa potret-potret
bagus di antara dedaunan teh. Tidak pernah bisa saya berhenti lalu menghirup
udara segar. Hampir selalu tidak ada waktu karena selalu terburu-buru: makan,
menuju korong, mempersiapkan materi, berdiskusi internal, pindah dari satu
kelompok ke kelompok lainnya.
Hanya di minggu terakhr ini saya begitu merasa kehilangan,
dan sulit rasanya menyadari kalau dalam beberapa minggu saja saya mungkin tidak
akan menginjakkan kaki lagi di sini, atau jika menginjakkan kaki pun rasanya
pasti akan berbeda ya. Tidak seperti saat saya mendampingi.
Saya mengambil motor, lalu berhenti di pinggir kebun teh kali
ini mengambil beberapa foto. Belum memuaskan tapi ini adalah pertama kalinya
saya berhenti. Dulu sekali pernah, sewaktu pertama ke sini tapi tetap tidak
sebebas jika kita berjalan-jalan. Ini adalah beda antara bekerja dan
berjalan-jalan.
Di dalam definisi wisata pada kuliah ekowisata yang saya ikuti
di semester 3 ini dijelaskan kalau wisata adalah perjalanan non-kerja. Mungkin
si penulis tahu bahwa saat kita bekerja, pikiran telah tertuju ke satu
obyektif, mengingkari keberadaan obyek-obyek lain yang indah namun tidak dianggap
penting oleh pikiran kita.
Di perjalanan sewaktu kegiatan REPLING |
Pada bulan Januari 2017, saya pergi ke Wonorejo dengan
tangan terbebat kain karena baru saja beberapa hari patah cuil di siku kanan
(yang sampai sekarang setelah sembuh tidak pernah kembali normal). Saya pergi
ke air terjun Baskom dengan berpegangan pada akar atau dengan tongkat, bersama
para pemuda/i. Kadang nyeri menyengat, membuat lemas badan. Untung tidak terjatuh
ke sungai dan membuat gara-gara tambahan.
Anak-anak, pemuda/i di Wonorejo di sini juga menyenangkan
sekali. Mungkin karena saya datang sekali-kali ya, jadi mereka juga tidak sebal
bosan melihat saya. Daya tangkap mereka cepat, dan beberapa orang cara
berpikirnya cukup moderat. Mereka peduli pendidikan nampaknya, dicirikan dengan
banyaknya anak-anak yang sekolah sampai SMA, bahkan kuliah.
Mereka saya sebut masuk kategori golongan progresif. Mungkin
karena ini adalah komunitas pendatang ya, yang berniat menetap dan harus
berjuang hidup tanpa bantuan dari tempat asalnya. Mungkin karena ada perasaan perlunya bersatu
mempertahankan adat dan budaya asal, mungkin karena etos bekerja.
Dah malam, teman saya
Kang Azis dan Mbah Wiro sedang berdiskusi masalah turbin PLTMH yang katanya
banyak perubahan dari rencana awal, yang jadi kasus aneh baru buat saya. PLTMH
adalah main projectnya konsorsium kami. Kalau saya, urusannya adalah kelompok
pemuda/i, ekowisata, kelompok perempuan. Mereka lagi bicara mengenai
wan-pretasi proyek. Saya banyak belajar dari orang-orang ini. Mereka bagian
dari anggota konsorsium, yang tugasnya berbeda-beda. Kadang kalau lagi pas,
saya bisa bertemu dengan sebagian dari mereka. Engga tau kalo ditempatkan
seruang dalam waktu yang lama akur atau engga ya, sebab selama ini jika
bekerja, kami hanya berdekatan dalam waktu yang tidak lama.
Anak muda fasilitasi program REPLING |
Proyek yang saya kerjakan di Wonorejo ini adalah proyek MCAI
yang sudah dikenal akan keasal-asalannya
- merubah format laporan keuangan setiap bulan, hanya mencairkan dana
bila persayaratannya yang super ruwet terpenuhi, sampai apapun yang dibangun
perlu ada feasibility study (kebayang nga kalo mo buat kandang sapi juga
diriset kelayakannya dari sisi sosial-lingkungan?). Saya melihat proyek MCAI
ini adalah penjajahan buat para LSM di Indonesia. Persis, bahwa pelaksana harus
benar-benar menurut sama si penjajah, kalau ga mau dananya ga diturunin. Nego
masalah prinsip, cara kerja jaman old nya LSM, kebiasaan di masyarakat rada ga
ngaruh ma funding ndableg ini, cuma dia ngasih gaji tinggi yang bisa di saving
ma teman-teman LSM supaya lembaganya bisa idup lebih lama.
Tapi ada keuntungan lainnya juga kerja sama MCAI ini. Doi
kayanya ga peduli masalah gede duit. Jadi saya bisa terbang ke Padang ini
dengan mengorder Garuda 1 hari sebelumnya (kebayang nga kalo pake duit sendiri
apa kelakuan ini kamu lakukan?). Doi juga buat saya bisa terima uang per diem
gede (disumbang ke kantor, saya dapat per diem standard kantor), dan ketemu ma
masyarakat yang tinggalnya jauh dari kantor kaya di Wonorejo ini.
Bang Warik, yg hobi terlarang miara burung |
Di Wonorejo yang udaranya sejuk ini, ada Mbah Lasem yang
sudah tua dan pernah mijit saya waktu saya masuk angin (dan patah lengan).
Hadoh, si Mbah megang bagian bawah siku saya n langsung ngerenyed begitu
kepegang. Mbah Lasem ini salah satu pendiri Korong (bukan Ngorong) Wonorejo dan
bekerja dari sejak mudanya di perkebunan. Saya taksir umur Mbah Lasem antara 80
dan 90 tahun dan dikenal oleh masyarakat di Korong sebagai pemijat. Di masa
mudanya tenaga Mbah Lasem untuk pijat sangat kuat. Kalau sekarang, low power
consumption ibarat lampu led – lembut dan mantap.
Untuk kelompok pemuda/i, di sini ada Ketuanya Yasiman yang
saya jelaskan di atas – pemuda harapan bangsa (Korong). Doi katanya dari remaja
sudah ikut kumpul dengan orang-orang tua kalau pertemuan, dan menjadi bijak
secara lebih cepat di usianya. Ia dihormati
kaum muda dan juga oleh orang tua yang mungkin beda umur 20-30 tahun di
atasnya. Keren Yasiman ini. Sudah dipastikan akan jadi Kepala Jorong (Desa)
beberapa tahun ke depan.
Belajar belajar dan belajar |
Untuk geng cewek, ada anak-anak SMA yang menjuluki diri
mereka cewek ganteng: mungkin karena suka naik motor trail, punya ortu mereka
yang kerja di perkebunan teh. Suka panjat dinding, dan mereka menyenangkan
sekali. Saya pernah main kartu Alkisah dengan mereka, dan menyenangkan soalnya kayanya jarang yang bawa mainan aneh2 ke sini ya?
Lainnya, dengan bapak-bapak selain tokoh PLTMH Pak Eliono
yang ramah, Pak Kirman yang tokoh masyarakat banget, Pak Pomo yang doyan
ngebibit, Lek Sago tokoh pemuda yang ga muda, Pak Tri (naik pangkat dari Kepala
Korong, ke Kepala Jorong), lainnya saya ga begitu hapal. Maklum agak lebih
jarang fasilitasin bapak2 ini.
Ada juga CV Prowater pimpinan Pak John yang kecil orangnya
gede rumahnya. Pak Sentanu yang ahli hidrologi en lulusan ITB tahun jadul
(kebayang harga kalo konsultansi ke dia). Lalu ada Bang Warik dulu, CO kami
yang ndableg selalu bangun siang kena insomnia akut yang kerjaannya beli barang
Deuter tapi suka ngutang lama/ga bayar.
Pusing belajar melulu |
Saya berusaha menulis nama-nama mereka agar tidak hilang
saat pikiran saya sudah melayang-layang ke lain tempat. Yang jelas saya
sekarang ini walau nanti sore akan ke Wonorejo, sudah rindu Wonorejo dan
kebayang kalau dah ga kesini lagi.
Ok baiklah. Saya nikmati saja semuanya.
30 Jan 2018 21.43
Nongkrong di COK
(semacam rumah tempat kumpul) sambil tidur2an di tiker, di samping Kang Azis
yang lagi ngorok. Sambil dengerin lagunya Exists – Mencari Alasan. Bapak-bapak
petani kopinya pada ga datang satu pun. You know what... penyebabnya adalah
karena listriknya baru dinyalain ma PLTMH setelah sekitar 3-4 bulanan gelap
gulita di kampung. So maybe saking hepi nya, bapak-bapak ini langsung kelupaan
kalo kita akan ada pertemuan malem ini.
Geng Ibu2 yang suka heboh |
Saya pasrah aja. Lah kalo saya maksain datengin pintu satu2
apa ga pada pundung itu bapak (dan ibunya) yang sedang bergembira ma anak
mereka, bisa nonton TV lagi? Lagian saya mo fasiitasin para petani kopi ini
tentu saja perlu juga cari cara lain... perlu bisa silat menyerang dan
berkelit, ga melakukan pemaksaan yang hasilnya cepat tapi hambar.
31 Jan 2018 18.00
Mo kumpul koperasi, eh tiba2 dibatalkan dan dipindah ke
Jumat malam. Kalo kali ini karena masyarakat Wonorejo mau mengadakan sholat
gerhana (si bulan lagi gede banget, kata Mbah Wiro gerhana bulan kaya begini
terjadi 150 tahun sekali). Apalah saya yang usianya ga selama si Gerhana Bulan
Great White ini... so harus dipahami dengan tulus. Silat jurus mundur dulu.
Mungkin ga sih btw kalo si bulan super ini membuat beberapa orang jadi Werewolf
(like in the movie?).
Kumpul sama Ibu2 Petani buat memperkaya jenis tanaman yang ditanam |
Ok, kita manfaatkan waktu dengan buat TOR kegiatan yang
kemarin sebelum pergi belom sempet diperbaiki.