Tidak banyak
tersisa tukang laksa, makanan tradisional di Bogor. Salah satunya adalah Mang
Inin yang mangkal jauh di kampung Cijeruk, sekitar 20 menit berkendara dari
pusat Kota Bogor menuju kaki Gunung Salak. Agak jauh memang, kurang lebih 10 km,
tapi dipastikan itu bukan merupakan halangan sebab setiap Sabtu dan Minggu
mobil-mobil berplat nomor B (Jakarta) mampir berderet di warung gubuk laksa
yang masih beralaskan tanah itu.
Laksa Mang Inin
bisa jadi merupakan fenomena bagi para penikmat kuliner. Warungnya yang sempit kira-kira
3x5 m2, terbuat dari bilik dengan anyaman kawat ayam di jendelanya terletak
bukan di jalan strategis Kota Bogor. Hanya mobil biru Cihideung-Ramayana,
sarana transportasi umum di jalan itu. Letak warungnya bahkan sering terlewat
apabila tidak benar-benar diperhatikan sebab terletak di atas gundukan tanah,
agak tinggi di persimpangan sehingga kalau kita berkendara cepat, lewatlah
warung sederhana itu.
“Kalau saya
tidak beri nomor antri, takutnya para pelanggan kecewa, Pak...” Jelas Pemilik Laksa Mang Inin
(anak/mantunya?) tanpa melihat saya, sambil tangannya cekatan menangkup 2-3 kali kuah laksa agar
pekat di mangkok bergambar ayam jago, saat saya bertanya mengenai nomor antri
dari karton ditulis tangan yang menempel pada paku di tiang kayu kehitaman. Mungkin
sering terkena asap dan jelaga dari kayu bakar.
Jam 2 atau 3 siang, biasanya warung sudah mulai tutup. Istrinya membantu membereskan warung, dibantu oleh anaknya. Setelah selesai, mereka segera pergi berbelanja untuk keperluan esok hari.
Sering saya berpikir dan bertanya, dengan sebegitu banyaknya pelanggan mengapai ia tidak buka warung sampai sore. Begitu juga dengan harga, saya tetap berpikir harga delapan ribu rupiah per mangkuk terlalu murah, dan dapat dinaikkan beberapa ribu lagi untuk mencapai lebih banyak untung. Tapi Mang Inin berpikir berbeda, saya rasa. Saya tidak sempat bertanya karena sampai saya selesai makan ia tampak sibuk bekerja menambah, menakar, mencampur toge dan mengambil sejumput oncom merah.
Laksa Mang Inin tidak buka cabang dimanapun, tertulis di papan kayu di bilik warungnya.Baiklah, jadi kita memang harus mampir ke sini kalau rindu laksa Bogor.
Mungkin sejuknya suasana kaki Gunung Salak ditambah bau kayu yang terbakar saat makan adalah sesuatu yang harus dibeli satu paket dengan semangkok laksa Mang Inin.